Sempat Ada Gejolak Imlek di Sintang

KEMBANG API. Askiman menyalakan kembang api saat menghadiri perayaan Imlek di Klenteng Kuanti, Jalan Masuka Pantai Kelurahan Kapuas Kanan Hilir, Sintang, Senin (4/2) malam. Saiful Fuat-RK

eQuator.co.id-SINTANG-RK. Sempat dikhawatirkan menimbulkan gejolak, perayaan Imlek 2570 di Kabupaten Sintang berjalan meriah dan sesuai harapan. Meski sempat diwarnai hujan deras.Warna-warni kembang api memenuhi langit Bumi Senentang. Begitu juga dengan lampion yang menghiasi beberapa titik ruas jalan. Hujan seakan bukan menjadi penghalang untuk masyarakat Tionghoa memeriahkan hari keagamaannya tersebut.

Memang sebelumnya, sempat ada gejolak di masyarakat. Salah satu akun Facebook mengunggah status meminta lampion-lampion tidak dipasang di fasilitasis umum. Seperti di Tugu Bambu dan Tugu Jam.

Untungnya hal tersebut cepat direspon Pemkab Sintang beserta instansi terkait untuk mencarikan solusinya. Dialog komunikasi sosial bersama seluruh elemen masyarakat digelar di Balai Pegodai Kediaman Dinas Wakil Bupati Sintang, Senin (4/2) siang. Tujuannya mengantisipasi isu dan konflik

“Kami memberikan apresisasi kepada semua pihak yang sudah cepat menanggapi kondisi ini, dengan adanya penyelesaian secara damai melalui sebuah keputusan yang baik,” ujar Wakil Bupati Sintang, Askiman saat menghadiri perayaan Imlek di Klenteng Kuanti, Jalan Masuka Pantai Kelurahan Kapuas Kanan Hilir, Sintang, Senin (4/2) malam.

Dijelaskannya, keputusan yang diambil tidak melihat menang dan kalah. Tetapi keputusan dari hati yang dalam. Masyarakat Tionghoa dengan rendah hati menyepakati Tugu Bambu dan Tugu Jam steril dari atribut budaya dan agama.

“Kedua tugu disepakati diharamkan untuk dipasangi semua simbol agama dan budaya apa pun di Sintang ini,” terangnya.

Pemindahan lampion yang sudah terpasang di kedua tugu oleh masyarakat Tionghoa itu, tanpa tekanan dari pihak manapun. Tetapi karena kesadaran sendiri. Meskipun sudah ada izin dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sintang.

“Berdasarkan kesepakatan kami, maka postingan yang mempersoalkan pemasangan lampion, pemberitaan mengenai persekusi terhadap masyarakat Tionghoa harus dihapus,” terangnya.

Kalau masih ada, maka Askiman menegaskan tindakan hukum akan diambil. Ini keputusan yang bijak. Ia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar menggunakan medsos secara bijak. Hentikan postingan isu SARA dan cacian makian yang berdampak perpecahan.

“Itu bukan budaya bangsa Indonesia. Gunakan media sosial untuk promosi usaha, untuk memberikan layanan kasih,” pesannya.

Menurut Askiman, perbedaan bukan membawa kepada alam perpecahan dan jurang pemisahan. Sebaliknya, perbedaan merupakan sesuatu yang indah bagi semuanya. Maka dari itu, Pemkab Sintang mengajak saling peduli pada sesama dan lingkungan. Sehingga tercipta keharmonisan yang menjadi jargon Pemkab Sintang.

Dia mengajak tanamkan bahasa kasih kepada semua suku bangsa dan agama. Maka kehidupan damai akan terjadi di Sintang. “Kita ini beragam maka perlu menciptakan suasana yang damai,” imbuhnya.

Askiman mengatakan, masyarakat harus menghargai lambang negara burung Garuda. Simbol Pancasila itu diambil dari simbol kerajaan dan masyarakat Sintang. Maka mari menerapkan nilai Pancasila di Sintang.

“Kejadian kemarin bukan untuk disesali, tetapi peringatan kita untuk menghargai satu dengan yang lain,” jelasnya.

Panitia perayaan Imlek, kata Askiman, juga dilihatnya terdiri dari multi etnis. Ini sangat membahagiakan karena ada partisipasi dari berbagai lapisan masyarakat. “Sintang ini rumah kita bersama. Maka bersatulah dalam perbedaan,” terang Askiman.

Sementara itu, Perwakilan Majelis Agama Konghucu Kabupaten Sintang, Edi Hermanto menegaskan, Bumi Senentang harus harmonis. Tidak ada perselisihan, masyarakat bisa hidup berdampingan. “Mari kita mengembangkan amal kebajikan di dunia,” ajaknya.

Menurut dia, sabda Nabi Konghucu menjelaskan, bahwa manusia dari empat penjuru dunia adalah saudara. “Saya berpesan agar masyarakat yang hadir untuk menjaga keamanan di sekitar tempat ini,” pungkas Edi.

Saat bersamaan, Bupati Sintang Jarot Winarno menghadiri malam perayaan Imlek di Kecamatan Sepauk. Dia memberikan apresiasi dan rasa banganya, karena masyarakat Sepauk dari berbagai kalangan suku dan agama membaur bersama-sama turut memeriahkan acara tersebut.

“Sepauk beda dengan tempat-tempat lain di Kabupaten Sintang, karena semua komponen masyarakatnya bahu membahu menyiapkan kegiatan ini demikian meriah,” ujar Jarot.

Dia mengajak jadikan momentum perayaan Imlek tahun ini memperkuat kesatuan dan persatuan masyarakat Sepauk dan Kabupaten Sintang. Karena Indonesia merdeka diperjuangkan oleh segenap elemen suku bangsa yang ada di Nusantara.

“Untuk itu dalam mengisi kemerdekaan itu semua komponen bangsa, mari bahu membahu, bergotong-royong, sama-sama membangun bangsa Indonesia,” jelasnya.

Tahun 2000 kata dia, Presidean RI Abdulrahman Wahid (Gusdur) menganggap bahwa bentuk diskriminasi terhadap semua elemen bangsa siapapun adalah tindakan yang salah. Maka dari itu, dikeluarkanlah Keputusan Presiden untuk mencabut Inpres yang membatasi berbagai kompenen bangsa.

“Termasuk kita masyarakat Tionghoa di Indonesia untuk merayakan peringatan keagamaannya,” terangnya.

Sejak itulah dikenal dengan kesamaan derajat. Berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Berat sama dipikul ringan sama di jinjing.
Seluruh elemen bangsa tidak lagi membedakan. Semuanya harus bersatu sama-sama membangun Indonesia.

“Kebangsaan kita, politik yang nondiskriminatif, politik yang mengutamakan persatuan dan kesatuan, dan tidak ada pembedaan apapun dan kepada siapapun juga,” demikian Jarot.

Laporan: Saiful Fuat
Editor: Arman Hairadi