eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Di Kalbar, ternyata masih banyak pengusaha yang menggunakan perusahaan bukan atas nama pribadinya. Bukan fiktif, tapi pinjam perusahaan orang untuk ikut tander proyek. “Lalu dia dapat kuasa. Ini yang tidak benar. Saya tidak mau itu terjadi karena kalau terjadi misalnya gagal dalam pelaksanaan tander itu,” terang Gubernur Kalbar Sutarmidji kepada awak media saat Deklarasi Pembentukan Tim Komite Advokasi Daerah (KAD) Anti Korupsi Kalbar dan Pembekalan Pencegahan Korupsi Bagi Dharma Wanita Persatuan seKalbar di Balai Petitih Kantor Gubernur, Jumat (21/12).
Jika perusahaan itu gagal dalam pembangunan dan pengerjaan, maka akan membuat bingung siapa yang akan bertanggungjawab. Ia mengaku kasus perusahaan bukan atas nama itu sudah banyak ditemukan.
Perusahan itu tidak berasal dari Kalbar. Dan ikut ranser hanya untuk diatur. Kemudian mendapat uang untuk mundur. Padahal tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek itu.
“Ada perusahaan-perusahaan seperti itu. Saya bilang black list aja yang seperti itu, di bidang apa saja, banyak. Gedung, jalan, jembatan semua ada,” bebernya.
Pria yang karib disapa Midji ini juga berang dengan perusahaan perkebunan dan pertambangan. Para perusahaan itu memang mengikuti aturan. Akan tetapi aturan pemerintah pusat. Pasalnya, tidak ada aturan yang mengatakan harus mengembalikan kondisi daerah seperti semula. Seperti infrastruktur jalan yang sudah dilalui kendaraan dan alat berat. “Jalan itu hancur-hancuran karena dilewati alat berat, tapi kita tidak punya uang untuk memperbaiki, kan kasian masyarakat,” katanya.
Sementara untuk perusahaan perkebunan, jika sudah mendapat izin terkesan semena-mena. Sehingga ia ingin para perusahaan ini melewati jalan yang mereka buat sendiri tanpa harus melalui dan merusak jalan umum. Ia juga ingin, seluruh NPWP perusahaan yang ada di Kalbar harus berasal dari Kalbar.
Sehinga PPH-nya yang 20 persen akan kembali ke Kalbar. Seperti sektor pertambangan pajak ekspornya 4 persen. Kalau perlu ditambah jadi 5 persen. 1 persen untuk daerah penghasil. “Cuma minta satu persen aja,” ucapnya. Midji mencontohkan bauksit, saat ini bernilai 40 dolar per ton. Pajak ekspornya 4 dolar, biaya produksi 17 dolar. Masih ada 19 dolar. “Masa’ satu dolar untuk daerah untuk menangani infrastruktur daerah tidak ada,” tuturnya.
Terkait itu, Midji akan mengusulkan kepada Presiden dan Menteri Keuangan RI tentang harus ada dana
khusus untuk daerah dalam menangani infrastruktur dari perkebunan dan pertambangan. “Kalau ndak kan tambangnya habis nanti, perkebunan ditinggal, rusak, ndak ada kayu ndak ada apa lagi,” sebutnya. Ia pun bertekad kuat akan meminta waktu untuk bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Keuangan untuk membahas alokasi dana khusus ini. Ia juga yakin Presiden akan mengakomodir tuntutan ini. “Kalau tolak ukurnya dana itu kembali dalam bentuk DAU, bagaimana dengan daerah lain yang bukan penghasil tambang dan perkebunan sama aja, dapat DAU juga. Saya nilai pengusaha terlalu banyak mengambil keuntungan,” tukas Midji. Sementara itu, Penasehat KPK RI, Budi Santoso menilai sebetulnya Deklarasi Pembentukan Tim KAD Anti Korupsi Kalbar adalah forum dialog antar-regulator. Dalam hal ini, pemerintah daerah dengan sektor swasta. Selama ini pelaku bisnis ada mengadu ke KPK. Seperti kesulitan dan kendala permintaan pungutan. Sehingga pihaknya berusaha untuk menyelesaikan ini secara sistemik. “Salah satu solusinya kita bentuk KAD, anggotanya dari paling tidak kedua sektor ini. Artinya sektor regulator dalam hal ini pemerintah dan swasta mungkin ditambahan nanti akan ada akademisi, akan ada LSM masuk disitu,” jelasnya. Budi mengatakan, setelah KAD terbentuk, mereka akan mengidentifikasi daftar isian masalah. Seperti apa saja sektor perusahaan yang mengalami masalah. Bagaimana dengan iklim investasi dan perizinannya. “Nanti daftar isian masalah ini akan di list oleh tim. Habis itu akan ada pembicaraan diskusi dalam satu forum, untuk merumuskan rekomendasi-rekomendasi nya,” terangnya.
KPK dalam akan terus mengawasi dengan terus memantau proses berjalannya KAD. Untuk melihat sejauh mana rekomendasi itu dilaksanakan. Apa yang perlu KPK bantu untuk rekomendasinya dilaksanakan. Sehingga iklim investasinya bisa objektif, mudah, serta tanpa pungutan.
Sehingga nanti memacu pertumbuhan di daerah sekaligus meminimalisir pungutan-pungutan yang selama ini dialami para pelaku usaha. “Ini kan KAD dipusat itu ada namanya KAN (Komite Advokasi Nasional) Anti korupsi. Komunikasi antara keduanya ini lah yang akan bekerjasama untuk memastikan semuanya berjalan baik,” pungkas Budi.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Arman Hairiadi