eQuator.co.id – Pontianak-RK. Deportasi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) oleh otoritas pemerintah Malaysia terus saja terjadi. Dalam sepekan ini sudah dua kali dilakukan.
Kamis (25/10) malam kemarin, sebanyak 120 TKI-B kembali dipulangkan melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Entikong, Kabupaten Sanggau.
Mereka kemudian dibawa ke Dinsos Kalbar untuk didata dan segera dipulangkan ke daerah asal.
Dari total 120 TKI-B tersebut 73 orang diantaranya laki-laki, 44 orang perempuan, dua anak kecil perempuan dan satu anak kecil laki-laki.
Mereka paling banyak berasal dari Provinsi NTB. Yakni sebanyak 41 orang. Selanjutnya dari Sulawesi Selatan ada 34 orang. Kalbar 20 orang. Banten tujuh orang. Jawa Timur tiga orang. Sulawesi Tenggara dua orang. NTT dua orang. Sulawesi Barat dua orang. Jawa Tengah satu orang. Sumatra Utara satu orang. Jawa Barat satu orang.
Sepekan yang lalu, Imigrasi Malaysia juga telah memulangkan sebanyak 92 orang TKI-B. Ini artinya, gelombang TKI yang masuk bekerja secara ilegal di negeri Jiran begitu masif.
Mereka yang ditangkap lalu dipulangkan ini, lagi-lagi karena masalah paspor dan permit. Bahkan, ada yang nekat masuk bekerja ke Malaysia lewat jalan hutan. Tanpa dokumen apapun pula.
Rizal, warga Kabupaten Sambas misalnya. Pria 26 tahun itu juga ikut dideportasi dalam rombongan 120 orang, pada Kamis malam kemarin. Kepada Rakyat Kalbar ia mengaku, masuk untuk bekerja di Malaysia tanpa paspor.
“Saya masuk lewat jalan hutan, perbatasan Aruk, Sajingan dengan Malaysia. Saya masuk lewat Tour Guide (Pemandu). Orang itu lah yang antar saya sampai ke tempat kerja,” bebernya, saat ditemui di Dinsos Kalbar.
Meski masuk lewat jalan tikus tanpa paspor dan tanpa jaminan keamanan, Rizal tetap harus bayar jasa pemandu yang membawanya sampai ke tujuan.
“Saya bayar 450 Ringgit Malaysia. Kalau dirupiahkan, sekitar Rp1,2 juta,” ucapnya.
Rizal menyadari, cara yang ia gunakan masuk bekerja sebagai TKI ilegal tersebut memang salah. Tetapi menurutnya, saat itu ia tak punya pilihan lain. Sebab, ia butuh kerja dengan penghasilan yang besar untuk menghidupi anak dan istrinya di kampung.
“Kalau mau buat paspor juga mahal. lagi pun prosesnya lama. Jadi saya pilih masuk lewat jalan hutan saja waktu itu supaya cepat,” imbuhnya.
Di Malaysia, Rizal bekerja sebagai buruh pabrik kayu. Setelah delapan bulan bekerja, ia pun tertangkap oleh petugas imigrasi setempat dan dijebloskan ke penjara selama tiga bulan.
Lain dengan kisah Rizal, wanita parubaya asal Bima, NTT, Suhada, dideportasi karena paspornya mati. Ia bekerja di Malaysia cukup lama sebelum akhirnya dipulangkan.
“Saya bekerja sudah dua tahun di perusahaan sawit Malaysia. Masuk ke Malaysia saya sediri. Tidak ada yang bawa,” ujarnya.
Namun, saat sampai di perusahaan sawit tempat ia bekerja, paspornya pun langsung ditahan oleh si bos. Celakanya, paspor tersebut rupanya tak penah lagi diperpanjang.
Akhirnya setelah ada pemeriksaan, Suhada baru mengetahui, bahwa paspornya sudah tak berlaku lagi. Sejak lama.
“Saya pun ditangkap dan dimasukan ke dalam penjara selama satu bulan sepuluh hari, hingga akhirnya saya dipulangkan,” bebernya.
Beruntung, kata dia, dalam penjara ia diperlakukan dengan baik. Berbeda dengan yang dialami oleh beberapa TKI-B laki-laki. Ada yang dicambuk dan lain sebagainya. “Saya tidak ada disiksa. Dikasih makan dengan baik,” tutupnya.
Kasi Perlindungan dan Pemberdayaan BP3TKI Pontianak, Andi Kusuma Irfandi mengaku, praktik perdagangan TKI ilegal memang masih terjadi.
“Contohnya si Rizal ini. Ia masuk lewat hutan melalui pemandu dengan membayar 450 Ringgit Malaysia. Ternyata ada orang Indonesia yang memanfaatkan kondisi seperti ini,” ucapnya.
Selain Rizal, ada pula 21 orang TKI-B yang dideportasi karena masuk ke Malaysia tanpa dokumen resmi apapun.
Andi mengaku, pihaknya memang sulit melakukan pengawasan terhadap potensi TKI yang masuk ke Malaysia lewat jalur gelap. Meski BP3TKI sudah bersinergi dengan aparat keamanan dan instansi lainnya.
Sebab, jalur tikus perbatasan RI-Malaysia di Kalbar sangat banyak. Sehingga banyak cela bagi oknum-oknum yang memanfaatkan keadaan itu untuk mencari keuntungan pribadi.
“Kemudian, ada juga TKI yang nekat mengelabui aparat, supaya lolos masuk secara gelap. Ini tentu sungguh sangat disayangkan,” katanya.
Padahal menurut Andi, pemerintah telah menyediakan pelayanan khusus bagi TKI untuk mengurus dokumen resmi supaya bisa masuk bekerja ke luar negeri secara legal.
Laporan: Abdul Halikurrahman
Editor: Ocsya Ade CP