eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Persoalan kabut asap di Kalbar tak kunjung usai. Setiap tahun selalu terjadi.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalbar Andreas Acui Simanjaya mengatakan, persoalan asap kerap terjadi saat musim kemarau. Bahkan menjadi momok masyarakat Kalbar.
“Sebab masalah ini dari tahun ke tahun tidak pernah rampung dan tidak diatasi secara permanen,” ujarnya, kemarin.
Baca Juga: Kabut Asap Lumpuhkan Pendidikan Kubu Raya
Kejadian yang kerap berulang ini merugikan semua pihak. Banyak energi yang habis untuk menyelesaikannya.
“Sebab hanya bereaksi jika ada terjadi kebakaran lahan dan hutan, itupun kalau sudah cukup parah kondisinya,” ungkapnya.
Masyarakat membutuhkan solusi tepat. Supaya akar permasalahannya selesai secara permanen. Bukan memadamkan api setiap musim kemarau.
Menurut Acui, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan ini. Di antaranya membangun kesadaran masyarakat untuk tidak membakar. Kemudian membangun kemampuan masyarakat melakukan indentifikasi serta deteksi dini terhadap potensi terjadinya Karhutla.
“Selain itu melalui pendekatan hukum. Memanfaatkan aturan hukum yang sudah ada yang dapat diperkuat dengan peraturan daerah untuk memberikan sanksi tegas bagi pelaku Karhutla,” paparnya.
Pendekatan ini perlu dilakukan, lantaran dampak dari Karhutla banyak merugikan masyarakat. Tidak hanya gangguan kesehatan dan kerusakan lingkungan, tapi juga akan menjadi beban pemerintah. Baik dari segi ongkos pemadaman hingga biaya sosial yang timbul akibat masyarakat terpapar asap.
Baca Juga: Kabut Asap, Produk Indonesia Bisa Diboikot
“Belum lagi jika bicara soal kerugian penumpang yang menggunakan pesawat hingga reaksi negatif dari negara lain karena asap ini,” tuturnya.
Acui memberikan apresiasi tinggi kepada seluruh petugas kebakaran swasta yang ikut berjibaku memadamkan api Karhutla. Petugas Damkar swasta ini bekerja tanpa pamrih. “Bagi saya para pemadam api ini lah pahlawan sesungguhnya,” sebutnya.
Kualitas udara di Kota Pontianak dan sekitarnya akibat asap sudah dalam kondisi berbahaya. Oleh sebab itu, dia mendukung kebijakan meliburkan sekolah. Begitu pula dengan karyawan yang bertugas di lapangan terbuka seharusnya dibekali perlengkapan keselamatan. Misalnya, masker dan kacamata apabila diperlukan.
“Pusat kesehatan sebaiknya sudah mempersiapkan alat dan bahan untuk membantu pasien akibat asap. Hujan buatan sudah harus di pertimbangkan pemerintah,” sarannya.
Begitu juga dengan warga sebaiknya bergotong-royong mengamankan lingkungan masing-masing. Misalnya melakukan penyiraman lahan sekitar rumah agar tidak terlalu kering, sehingga tidak mudah terbakar. Jika lahan sekitar rumah terbakar, risiko menyebar. “Kurangi aktivitas di luar rumah jika tidak di perlukan,” imbaunya. (nov)