eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Ketua Komisi Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KOMDA KIPI) Wilayah Kalbar langsung melakukan investigasi atas wafatnya Rizki Wahyu Pramono, siswa kelas 6 SD. Sebab, orangtua bocah sebelumnya menduga anaknya tersebut meninggal lantaran diberi vaksin Measles Rubella (MR).
Ketua Komisi Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KOMDA KIPI) Wilayah Kalbar, Dr. James Alvin Sinaga S. Pa menuturkan, meninggalnya Wahyu bukan akibat imunisasi MR. Berdasarkan kesimpulan dari beberapa hasil investigasi yang didapat bahwa penyebab kematiannya diduga Encephalitis. Ini berdasarkan hasil CT Scan “Vaksin Campak Rubella tidak menyebabkan terjadinya infeksi otak atau encephalitis, sehingga kejadian ini merupakan Co Insiden dan tidak ada hubungannya dengan lmunisasi campak Rubella,” terangnya saat menggelar konferensi pers di ruangan Sekretaris Dinas Kesehatan Kalbar, Senin (13/8).
Baca Juga: Orangtua Duga Anaknya Wafat Akibat Vaksin MR
Adapun kronologis, pada 2 Agustus 2018 anak tersebut diimunisasi MR dengan keadaan sehat. Ada form skrining yang diisi anak tersebut sebelum diimunisasi. Form skrining ditandatangani ayah anak tersebut.
Tanggal 6 Agustus, anak itu dibawa berobat ke dokter praktik swasta di Siantan dengan keluhan sesak nafas dan dada sakit habis. Sebab Wahyu jatuh di sekolah dan dadanya terbentur meja. Anak tersebut masih sekolah dari 4 – 9 Agustus 2018.
Tanggal 10 Agustus sekitar pukul 10.30 WIB, si anak dibawa ke Puskesmas Telaga Biru dengan keluhan nyeri dada sesak nafas. Kemudian dirujuk ke Rs Yarsi pada pukul 11.00 WIB. Dalam perjalanan menuju RS anak tersebut pingsan. Dengan kesadaran menurun, dada sesak, pusing kepala dan muntah.
Dari hasil lab, bahwa gula darah atau GDS 414 mg/dl, mirip dengan orang yang mengalami kencing manis. Melihat keadaan dan fasilitas tidak memadai, selanjutnya pukul 12.00 WIB anak itu dibawa ke RSUD Soedarso. Saat itu kondisi kesadaran masih tetap menurun.
Hasil pemeriksaan darah ditemukan leukosit tinggi 23.379 dan GDS 414. Oleh karena kesadaran yang terus menurun, dokter yang menangani meminta pemeriksaan CT Scan. Kesimpulan dari hasil radiologinya menyatakan bahwa terjadi pembengkakan di dalam otak dan sesuai dengan gambaran encephalitis.
Baca Juga: Bintang Porno Diseret-seret untuk Kampanye Tolak Vaksin
Kenapa kematian tersebut diduga? Dijelaskan James, karena tidak sempat melakukan pemeriksaan khusus. Dimana spesimen yang harus di ambil adalah cairan dari sum-sum tulang. “Ini tidak dilakukan, maka istilah medisnya ini diduga,” jelasnya. Seandainya dilakukan pemeriksaan serum dari cairan otak anak tersebut akan jelas apa virusnya.
Dia menjelaskan, vaksin MR tidak menyebabkan infeksi otak. Karena vaksin MR merupakan virus yang sudah dilemahkan. “Memang anak ini meninggal karena encephalitis, kebetulan satu minggu lalu dia mendapat vaksinasi MR,” ungkapnya.
Dia mengatakan tidak ada hubungan kausal. Antara imunisasi MR dan kematiannya. “Jadi ini adalah hubungan kebetulan,” sebutnya.
Ditegaskannya, KOMDA KIPI aktif setelah ada laporan dari bawah. Dinas Kesehatan mengundang KOMDA KIPI melakukan investigasi terhadap suatu kejadian. Apakah meninggal dunia atau mungkin beraksi fatal akan dikaji KOMDA KIPI. “Makanya kita hadir pada saat ini,” tutup James.
Anggota KOMDA KIPI Wilayah Kalbar, Dr. Nevita menjelaskan, penyakit yang tidak bisa diimunisasi vaksin MR adalah anak-anak dengan sakit berat. Kemudian anak-anak mengalami kemoterapi yang akan menyebabkan daya tahannya menurun.
Baca Juga: Ponpes Mahad Nurul Jadid Tolak Vaksin MR
Jika anak-anak yang down sindrom atau kelainan jantung, selama dalam kondisi sehat, tidak ada kontra indikasi. Sama juga dengan penyakit talasemia. Jika kondisi Hb bagus dan tidak ada penyakit yang menghalangi pemberian vaksin MR, maka bisa diberikan.
Sasaran vaksin MR anak di usia 9 bulan sampai di bawah 15 tahun. Sedangkan untuk tenaga kesehatan yang memberikan imunisasi MR sudah dibekali mengenai petunjuk dan teknis. Bahkan mencari histori kesehatan anak.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak, Sidiq Handanu menuturkan, sebenarnya imunisasi bukanlah hal yang baru diberikan. Namun sudah berjalan lama. Untuk tenaga yang melakukan vaksinasi juga sudah terlatih. “Tidak ada yang baru, yang baru kandungan vaksinnya saja yang di situ ada Rubelanya,” jelasnya.
Bahkan menurutnya sosialisasi sudah dilakukan. Di Puskesmas juga dilengkapi dengan form. Tujuannya apakah ada kontra indikasi. Itu diketahui dan di tanda tangani orangtua. Tidak hanya itu, pemeriksaan juga dilakukan ketika hendak memberikan vaksin. Seperti memeriksa suhu badan anak-anak.
Imunisasi di sekolah pun sudah sering dan berjalan lama. Bahkan ada yang namanya bulan imunisasi anak sekolah untuk kelas 1, 2 dan 6.
Ia menyebutkan prosedur untuk imunisasi MR ini yang pertama adalah sosialisasi kepada guru dan sekolah. Termasuk juga orangtua yang barang kali termasuk kategori sosialisasi yang bersifat umum.
Baca Juga: Vaksinasi MR di KKU Harus Ada Surat Persetujuan Orangtua
Berdasarkan pemeriksaan terhadap Wahyu pada akan diimunisasi, suhu badannya 36,7. Tidak termasuk kategori demam. Sedangkan di dalam form ceklis tidak ada mengatakan iya. “Kan ada pertanyaan, apakah anak batuk, semua dijawab tidak,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala SD Negeri 17 Pontianak Utara, Anna Ristriyani, mengatakan pihaknya hanya fasilitator kegiatan vaksinasi MR tersebut. Lalu setelah dilakukannya vaksinasi, Wahyu masih sehat. Senin 6 Agustus lalu orangtua datang minta izin sakit untuk Wahyu. “Keterangan yang kami dapat, Wahyu jatuh dan dadanya memar,” ungkapnya saat ditemui Rakyat Kalbar, Senin (13/8).
Anna memaparkan, saat dilaksanakan vaksinasi, pihak sekolah turut memantau. Segala prosedurnya pihaknya ikuti.
“Mulai dari sosialisasi ke oran tua, pembagian blanko cek kesehatan bahkan pengecekan ulang kesehatan anak murid di hari H,” kata Anna.
Baca Juga: Pemerintah Melawi Kampanyekan Imunisasi Measles dan Rubella
Wanita berkerudung ini mengatakan, tidak semua muridnya ikut dalam kegiatan vaksinasi. Sebab ada anak yang mau divaksin. Atau ketika cek kesehatan lewat data di blangko dan pengecekan ulang, ternyata si murid tidak boleh divaksin. “Kami pun tidak memperbolehkan yang bersangkutan untuk divaksin,” jelasnya.
Pihaknya bertugas untuk mendidik anak. Tentang kegiatan vaksinasi, sekolah hanya memfasilitasi. Sehingga detail mengenai vaksin dan lainnya, Dinas Kesehatan dan Puskesmas lebih mengerti.
“Karena berdasarkan pengalaman terdahulu, apabila ada anak murid yang mengalami hal-hal aneh setelah imunisasi dan vaksinasi, kami selalu mendampingi orangtua untuk membawa anak ke puskesmas,” ujar Anna.
Sementara itu, Hermanus selaku Wali Kelas VI A SDN 17 Pontianak Utara tempat Wahyu belajar membenarkan bahwa dalam kegiatan vaksinasi, pihak guru selalu mengawasi. Mengenai Wahyu, tidak masuk kelas sejak Senin lalu. Hari-hari setelah vaksinasi dia masih masuk kelas dan tetap sehat. Belum ada keluhan. “Saya baru tahu bahwa kondisi Wahyu kritis pada hari Sabtu kemarin,” ujarnya.
Hermanus mengatakan, prosedur kegiatan vaksinasi telah sesuai dengan aturan yang ada. Dimulai dengan sosialisasi dan cek kesehatan. Untuk blangko milik Wahyu, dia tidak menderita sakit apa pun. “Pusing kepala saja tidak. Setelah divaksin pun demikian, tidak ada sakit,” ucapnya.
Di akhir wawancara, Anna dan Hermanus mengucap bela sungkawa kepada keluarga Wahyu. Bahkan Anna menyempatkan melayat setelah upacara pagi di sekolah.
“Setelah upacara, saya ajak teman-teman sekelas Wahyu untuk ke makam. Setelah itu, jam 9 saya ke Dinas Pendidikan Kota untuk rapat,” demikian Anna.
Laporan: Maulidi Murni, Bangun Subeki
Editor: Arman Hairiadi