eQuator – Nanga Pinoh-RK. Soal tapal batas yang menjadi persoalan terutama pada desa pemekaran mesti segara dicarikan solusi konkret. Yakni melalui pembuat kesepakatan batas-batas wilayah melalui pemetaan partisipatif. Didukung pula dengan aturan yang jelas melalui Peraturan Daerah (Perda).
“Batas wilayah ini merupakan benih konflik yang mesti segera diselesaikan. Caranya yakni sepakati batas desa dengan membuat ulang peta administrasi desa dengan metode pemetaan partisipatif,” ujar Koordinator Kelompok Studi Ekonomi dan Pembangunan (Kosdep), M. Darussalam, kemarin.
Pemetaan partisipatif sendiri merupakan pemetaan yang melibatkan warga desa dalam melakukan pengukuran di lapangan serta menyepakati batas-batas wilayah dengan cara mufakat.
Pemetaan partisipatif ini biasa digunakan oleh Non Government Organization (NGO) yang intensif melakukan pendampingan pada suatu kominitas. Terutama terkait dengan pelestarian lingkungan sebuah kawasan.
“Kalau bicara pemetaan banyak yang bisa. Namun khusus untuk pemetaan desa yang ada sengkata batas wilayah diperlukan partisipasi warga desa sendiri. Hingga otomatis akan ada turun langsung ke lapangan,” ujar Salam.
Pemetaan partisipatif jelas memerlukan dana tambahan selain untuk teknis pembuatan peta. Yakni untuk konsumsi warga saat ke lapangan. Termasuk pula konsumsi rapat untuk menyepakati batas wilayah tersebut.
Sebenarnya dalam membuat peta saat ini dengan teknologi bisa dilakukan di atas meja saja. Namun, lantaran sudah ada konflik yang muncul sehingga wajib melibatkan warga untuk menyepakati batas desa di lapangan.
“Kalau sekadar di atas meja, tentunya membuat peta tersebut bias murah. Pembuatan peta partisipatif ini mestinya mengeluarkan dana lebih. Bahkan, bisa dua kali lipat dari pembuatan di atas meja,” ulasnya.
Kendati begitu, Salam menyarankan tidak menjadi persoalan bila dalam pembuatan peta partisipatif Pemerintah Kabupaten Melawi mesti mengeluarkan dana banyak. Lantaran, Salam memastikan bahwa konflik yang muncul akibat sengkata batas wilayah ini jauh lebih mahal dari pada ongkos pemetaan partisipatif.
“Seperti halnya penyakit, antisipasi jauh lebih murah dari pada mengobati sakit. Begitu pula dengan soal batas wilayah desa, pemetaan akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan menyelesaikan konflik dan kerugiaan akibat konflik,” ucapnya. (aji)