Tax Amnesty dan Kasus di Australia Bikin Garuda Merugi

Tatkala BUMN ‘Balapan’ Merugi (2)

WAKTUNYA BERBENAH. Asosiasi Pilot Garuda (APG) melakukan jumpa pers, awal bulan ini. Mereka mengancam akan melakukan mogok, kalau manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tidak segera berbenah. INDOPOS Photo
WAKTUNYA BERBENAH. Asosiasi Pilot Garuda (APG) melakukan jumpa pers, awal bulan ini. Mereka mengancam akan melakukan mogok, kalau manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tidak segera berbenah. INDOPOS Photo

Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) masuk dalam daftar BUMN yang merugi. Sepanjang tahun buku 2017, Garuda belum menorehkan kinerja menggembirakan. Perseroan mencatatkan total kerugian (nett loss) di tahun tersebut sebesar 213,4 juta dolar AS atau setara Rp 2,88 triliun.

eQuator.co.id – Direktur Utama GIAA, Pahala Nugraha Mansury, dalam jumpa pers awal tahun 2018 menyebutkan, sepanjang tahun 2017, kerugian tersebut disebabkan oleh adanya perhitungan biaya luar biasa yang terdiri dari program pengampunan pajak (tax amnesty) dan denda terkait kasus hukum di Australia.

Jika tidak memasukkan biaya tersebut, maka kerugian yang dicatatkan relatif lebih kecil, yaitu 67,6 juta dolar AS.

“Nilai 213,4 juta dolar AS yang termasuk pos khusus. Pos khususnya apa, jadi memang adanya biaya berpartisipasinya Garuda di program tax amnesty, dan juga yang lebih kecil dari itu, terkait kasus hukum di Australia sebesar 7,5 juta dolar AS,” kata Pahala.

Namun demikian, perseroan tetap mengantongi laba bersih sebesar 70,4 juta dolar AS sepanjang semester II 2017 yang merupakan akumulasi laba bersih di kuartal tiga tahun lalu sebesar 61,9 juta dolar AS dan di kuartal empat, yaitu 8,5 juta dolar AS.

GIAA juga membukukan pendapatan operasi sebesar 4,2 miliar dolar AS sepanjang 2017. Ini meningkat 8,1 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,9 miliar dolar AS.

Meruginya PT GIAA merembet ke urusan manajemen. Serikat Bersama (Sekber) Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia baru-baru ini membeberkan kondisi keuangan perusahaan. Mereka menilai, ada kegagalan dalam perubahan sistem penjadwalan crew.

“ Ini diimplementasikan sejak November 2017 lalu. Akibatnya sejumlah pembatalan dan penundaan penerbangan,” ujar Wakil Sekjen Asosiasi Pilot Garuda (APG) Kapten Erick di Jakarta, awal bulan ini.

Puncak pembatalan dan penundaan penerbangan tersebut, menurut Erick terjadi pada awal Desember 2017. Ia mengatakan, kegagalan manajemen PT Garuda Indonesia menyebabkan peningkatan pendapatan usaha penjualan tiket penumpang tidak mampu mengimbangi beban usaha.

Karena, lanjut Erick ketidakmampuan Direktur Marketing dan IT dalam membuat strategi penjualan produk. “ Ada penurunan rata-rata harga jual tiket penumpang HINGGA 3,1 persen pada tahun 2017, bila dibandingkan tahun 2016 lalu,” katanya.

Dampak kegagalan majemen lain, menurut Erick merosotnya nilai saham Garuda Indonesia dari harga saat IPO tanggal 26 Januari 2011 sebebsar Rp. 750 pada penutupan tanggal 25 April 2018 pada nilai Rp.292 per lembar. (INDOPOS/JPG/habis)