Penasehat Hukum Tersangka Siap Buka-bukaan di Pengadilan

Dugaan Korupsi Pengadaan Alkes Dinkes Pontianak

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kasus dugaan korupsi alat kesehatan (Alkes) pengadaan tahun anggaran 2012 oleh Dinas Kesehatan Kota Pontianak yang merugikan keuangan negara Rp13.419.616.000 menyeret tiga nama sebagai tersangka. Kasus ini sebelumnya dibeberkan Kasipidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak Juliantoro ketika kasus masuk tahap II, Selasa (30/1).

Penasehat hukum tersangka YS, yakni Dewi Aripurnamawati angkat bicara terkait penetapan kliennya sebagai tersangka. Dirinya akan membongkar kasus ini saat di fakta persidangan. “Klien saya sepeser pun tidak ada menerima aliran dana itu. Bahkan penyidik mengetahui hal itu. Hanya saja penetapan tersangka terhadap klien saya, yakni disebabkan karena kelalaian atas ketidaktahuan,” terang Dewi saat ditemui di kantornya di Jalan Karya Baru Kecamatan Pontianak Selatan, Kamis (1/2).

Menurutnya, penetapan tersangka yang dilakukan Polda Kalbar terhadap kliennya lantaran jabatan yang melekat pada posisi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Di mana ditemukan adanya penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) yang tidak sebagaimana mestinya. Seperti tidak melakukan survei harga pasar, lantaran penetapan dari brosur. “Informasinya brosur itu dari Kepala Dinas Kesehatan saat itu,” sebutnya.

Selanjutnya kata Dewi, kliennya atas nama YS itu tidak mengecek kepada perusahaan-perusahana tersebut. “Ini kelalaian dan ketidaktahuan, di mana baru kali ini klien kita menjadi PPK. Dan penyusunan HPS itu juga di dampingi oleh staf dinas yang berinisial D,” jelasnya.

Memang tidak ada paksaan untuk brosur itu. Tapi memang brosur itu dari Kepala Dinas. Artinya kata dia, aparatur negara harus loyal kepada perintah pimpinan. “Saya memang berkomitmen kita lihat nanti, akan clear dan terbuka, siapapun akan muncul nanti dalam persidangan, informasi sebuah kebenaran tidak boleh berhenti sampai di sini,” lugasnya.

Dewi menegaskan, penetapan tersangka yang dilakukan penyidik hanya berhenti kepada kliennya dan dua pihak rekanan, merupakan sebuah ketidakadilan. “Kalau menurut saya belum adil, karena pasti tidak mungkin PPK bekerja sendirian, kita lihat dari fakta, siapa saja yang terlibat dalam persoalan ini. Kerugian negara yang timbul sangat besar,” pungkasnya.

Demi hukum dan keadilan, dirinya menegaskan memiliki tangung jawab untuk mengungkap fakta dalam kasus ini. “Saya memiliki tanggung jawab, untuk mengungkap fakta di persidangan nanti, silakan untuk menyampaikan informasi sebenar-benarnya untuk rekan-rekan media,” ucapnya.

Kliennya atas nama YS sendiri selaku PPK kini telah dijerat pasal 2 jo pasal 3 UU Tipikor. “Saya sudah jelas menanyakan kepada klien saya, tidak ada aliran dana. Aliran dana itu akan kita ungkap nanti, saksi kunci ada di tersangka SH, kemana duitnya?,” tanyanya.

“Saat proses sidang, saya siap bongkar kasus ini, siapa-siapa yang terlibat dalam kasus ini. Kontek memberikan keterangan, sudah dilakukan oleh tersangka SH, tinggal persidangan bagaimana saja nanti,” timpal Dewi.

Dewi meminta kepada kepolisian agar penyidikan dalam kasus ini tidak berhenti sampai ke kliennya dan dua orang rekanan. Aliran dana juga harus diungkap lari kemana saja, masuk rekening pribadi atau tidak. “Untuk melakukan penyidikan TPPU adalah tanggung jawab dari penyidik,” tukas Dewi.

Sementara itu, Muhammad Mauliddin selaku Penasehat Hukum tersangka SG dan SH mengatakan, dirinya akan terus melakukan pembelaan terhadap hak-hak kliennya. Mana yang tidak terbukti pada kliennya tentunya akan diperjuangkannya. “Fakta persidangan adalah kuncinya, kita lihat perkembangan bagaimana,” katanya, Jumat (2/2).

Untuk saat ini, dirinya mengalami hal yang sama seperti dialami oleh penasehat hukum YS, yakni belum menerima berkas perkara. Untuk berkas perkara pelimpahan secara keseluruhan belum sampai kepada dirinya. “Untuk lebih rinci, silakan nanti melihat fakta realnya dalam persidangan. Kalau untuk keterlibatan SH dan SG sebagaimana yang disampaikan Juliantoro benar semua,” terangnya.

“Kalau untuk pengembangan ada atau tidak keterlibatan orang lainnya, kita tergantung pengembangan kepolisian hasil pemberkasan dan petunjuk dari  Kejati seperti apa, karena kawan-kawan kepolisian akan merujuk dari situ,” sambung Mauliddin.

Dimintai tanggapan berkaitan dengan terbongkarnya kasus korupsi ini, Mantan Anggota DPRD Kota Pontianak dua periode dari 2004-2009 dan 2009-2014 H. M Fauzi mengaku terkejut. “Saya terus terang terkejut tentang kasus ini, bukan kasus kecil sampai kerugian begitu besar belasan miliar,” ujar Fauzi yang ditemui usai Salat Jumat (2/2).

Keterkejutan Fauzi lantaran tahun 2012 dirinya masih duduk di DPRD Kota Pontianak. Saat memproleh informasi temuan dari BPK dalam audit tahunan, tidak ada masalah. Bahkan Pemkot selalu mendapatkan WTP. “Tentunya terbongkarnya kasus yang merupakan fakta temuan penyidik kepolisian ini, mencederai nama Kota Potianak yang sering kita banggakan. Boleh dikatakan prestasi gemilang bebas korupsi. Hingga sampai dianggap pejabat tinggi pusat serta meyakini tak ada kasus korupsi. Justru ini melunturkan prestasi itu,” bebernya.

Fauzi meminta kepolisian profesional dalam menangani kasus ini. Jangan sampai ada stigma buruk dalam penyidikan, misalkan saja yakni ada yang didzolimi dan ada yang tidak. “Kita minta kepolisian terang benderang, mengungkap semua yang terlibat dan termasuk aliran kerugian negara itu kemana? Karena jangan sampai ada asumsi dalam penyidikan itu ada yang dikorban dan ada yang diselamatkan,” tegasnya.

Dirinya mengatakan, harusnya ini dapat diantisipasi dengan kinerja dewan saat itu, khususnya komisi yang membidangi. “Ini tugas kita semua mencegah kasus korupsi, apalagi dewan tugas pengawasan terjadap penggunaan anggaran yang digunakan oleh pemerintah, peran komisi harus maksimal melakukan pengawasan mulai dari perencanaan,penganggaran, hingga sampai pelaksaan yang dilakukan pemerintah, agar sesuai dan terealisasi dengan benar,” lugasnya.

“Anggota DPRD saat ini jangan sampai terjadi. Harus mengawasi semuanya, anggaran yang diberikan terealisasi dengan baik benar dan tak ada penyimpangan seperti ini,” timpal Fauzi.

Terpisah, Direktur Reskrimsus Polda Kalbar AKBP Mahyudi Nazriansyah, yang ditemui di Mapolda Kalbar ketika keluar dari ruangan Direktorat yang dipimpinannya, Jumat (2/2) mengatakan tidak bisa memberikan keterangan. Karena saat itu dikrinya hendak menghadap Kapolda Kalbar. “Nanti, atau langsung ke Kasubdit, saya mau menghadap Kapolda ini,” katanya kemudian meninggalkan wartawan.

 

Laporan: Achmad Mundzirin

Editor: Arman Hairiadi