Di berbagai kota di Kalimantan, tawaran wisata sungai, dengan sajian orang utan sampai iming-iming mampir belanja, bermunculan. Tapi, masih butuh dermaga khusus dan titik-titik turisme baru.
RIZKI HADID, Samarinda
eQuator.co.id – DARI tengah Mahakam, Samarinda terlihat begitu indah menjelang senja. Gemerlap lampu menyelimuti. Dan, nun jauh di sana, menara Islamic Center gagah berdiri.
Puluhan orang yang berdiri di dek Pesut Etam pada Minggu sore (19/11) pun berebut mengabadikan momen yang, menurut istilah kids zaman now, ’’Instagramable’’ tersebut. Dengan ponsel, dengan kamera saku, atau juga kamera profesional.
Kapal wisata penyusur Sungai Mahakam itu pun terus bergerak pelan. Menawarkan beragam sajian: mulai lanskap kota, kampung tenun, masjid tertua di ibu kota Kalimantan Timur tersebut, Islamic Center yang cuma tampak dari kejauhan tadi, sampai Jembatan Mahkota II. Dilengkapi penjelasan dari perwakilan Komunitas Jelajah yang menjadi pendamping.
“Kalau Sabtu atau Minggu, memang selalu ramai,’’ kata Aris Roshan, pengelola Pesut Etam, kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Kapal wisata dua lantai itu bisa dibilang penanda terkini kian bergeliatnya wisata sungai di Kalimantan. Sebelum Pesut Etam yang beroperasi mulai 22 Juli lalu itu, ada dua kapal wisata lain yang juga melayari Mahakam dengan pengelola berbeda: Pesut Kita dan Pesut Mahakam.
Di Kalimantan Tengah, Kahayan juga sudah diramaikan dengan berbagai paket wisata susur sungai. KM Lasang Teras Garu, sebagaimana yang ditulis Kalteng Pos (Jawa Pos Group), misalnya, menawarkan 10 sajian berkelana di atas sungai yang mengaliri ibu kota Palangka Raya itu.
Menurut Lili Nara, pengelola KM Lasang Teras Guru, yang paling diandalkan adalah paket menyusuri Sungai Rungan-Kahayan. ’’Penumpang diajak melihat secara langsung kehidupan orang utan di Hampapak dan Bapalas,’’ kata Lili kepada Kalteng Pos.
Begitu pula di Kalimantan Barat. Seperti yang ditulis Ardi Winangun di halaman Traveling Jawa Pos (17/2/2017), penyusuran Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia, bisa dilakukan di atas kapal dua lantai sepanjang 16 meter. Sepanjang jalan, salah satu objek yang bisa dinikmati adalah masjid bersejarah, Masjid Syarif Abdurrahman.
Kalimantan memang pulau yang dialiri sungai-sungai besar nan panjang. Di Kaltim, contohnya, ada Mahakam (panjang 980 kilometer), Kahayan di Kalteng (600 km), Kapuas di Kalbar (1.143 km), dan Barito di Kalsel.
Tak hanya panjang dan lebar, tapi juga diapit beragam objek turisme di kanan-kirinya. Mulai wisata sejarah, wisata belanja, sampai wisata alam. Jadi, otomatis susur sungai di pulau terbesar di Indonesia itu sangat potensial untuk dijual.
Tak ubahnya Sungai Thames (346 km) di London, Inggris, dan Sungai Rhein (1.233 km) yang menghubungkan tiga negara: Swiss, Jerman, dan Belanda. Serta Sungai Mekong di kawasan Indochina. Sedemikian ikoniknya tiga wisata sungai itu sampai serasa tak lengkap jika tak mencicipinya saat berkunjung ke sana.
Itulah yang berusaha dibangun di kota-kota Kalimantan. Aris, misalnya, awalnya mengaku resah karena Samarinda yang dialiri sungai besar tak punya wisata sungai seperti di luar negeri.
“Padahal, yang di luar negeri itu sebenarnya juga biasa saja. Hanya, kemasannya menarik,’’ ungkapnya.
Bagaimana mengemas susur sungai menjadi wisata yang menarik itu pula yang mendorong Aris meluncurkan Pesut Etam. Di atas kapal dengan panjang 28 meter dan lebar 4,5 meter tersebut, penumpang tidak akan dihinggapi kebosanan. Ruang karaoke di lantai bawah kapal siap menjadi hiburan tambahan.
Lantai dua kapal, sebagian tanpa atap, menjadi tempat favorit penumpang untuk menikmati senja. Saking nyamannya, ruang terbuka itu sering dijadikan tempat rapat. Tidak perlu khawatir soal keamanan karena tersedia 100 jaket pengaman, alat pemadam, serta kru berpengalaman yang selalu siaga.
“Selain menawarkan rute senja, ada pula perjalanan malam. Jalurnya menuju ke BIGmall, lalu kembali ke Dermaga Pasar Pagi (Samarinda),’’ jelas Aris.
Keragaman paket itu juga yang menjadi senjata andalan KM Lasang Teras Garu untuk menarik minat turis berwisata di Kahayan. Ada Kahayan Riverside, Mystical Borneo, Orang Utan, Palangka Raya Adventure, Going Fishing, Dayak Wilderness Adventure, The Living River, Toyoi Long Hause, Explore Borneo, dan paket Palangka Raya City Tour.
“Pada hari-hari khusus juga ada tambahan sajian tari-tarian Dayak,’’ ujar Lili.
Tapi, mungkin karena kultur berwisata di sungai belum sepenuhnya terbentuk, tak selalu mudah menjual paket-paket wisata itu. Aris mengenang, penumpang pertama yang naik ke Pesut Etam hanya dua orang. Itu pun dia harus menjemput mereka di hotel.
Untung, Aris yang tak punya latar pendidikan pariwisata tak patah arang. Seiring promosi yang terus digencarkan, jumlah penumpang kapal bertarif Rp 100 ribu sekali jalan tersebut menanjak. Meski yang benar-benar ramai hanya saat akhir pekan.
“Pada hari kerja, hanya ada penumpang yang mencarter kapal. Mereka biasanya meminta diantar menuju Pulau Kumala di Tenggarong atau ke Kutai Lama di hilir sungai,’’ katanya.
Menurut Aris, salah satu kendala utama adalah tidak adanya dermaga khusus wisata. Destinasi wisata yang disinggahi juga belum banyak.
Karena itu, dia berharap pemerintah daerah membangun titik-titik wisata baru. Misalnya, membuat kampung warna-warni atau mempercantik Jembatan Mahakam dengan lampu hias.
Bak gayung bersambut, Kepala Dinas Pariwisata Samarinda Muhammad Faisal berjanji menambah dermaga wisata lewat usulan kepada Pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim. ’’Kami mendukung penuh adanya kapal wisata sungai,’’ tegasnya.
Adapun Kepala Dinas Pariwisata Kaltim Syafruddin Pernyata menyebut keberadaan kapal seperti Pesut Etam bisa memaksimalkan Jembatan Mahkota II sebagai destinasi wisata. ’’Ini juga sesuai konsep Samarinda sebagai water front city,’’ katanya.
Pesut Etam pun terus bergerak. Malam mulai turun dan penumpang rute senja harus segera bersiap turun. “Sungai Mahakam benar-benar cantik ya,’’ ujar salah seorang penumpang dengan ekspresi puas tergambar di wajah. (Jawa Pos/JPG)