Kalau ikhlas semua jadi enteng dan nyaman. Itu semboyan penguat asa Sukiman dalam menjalani perannya sebagai kepsek di daerah terluar Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan.
MUHAMMAD AKBAR, Paminggir
eQuator.co.id–Sukiman, 53, dulunya adalah guru dengan segudang prestasi yang mengajar di salah satu SMA terkemuka di Kabupaten HSU. Sebagai guru di sekolah yang top di ibukota kabupaten, dia ikut merasakan kenyamanan fasilitas dan akses.
Namun kenyamanan itu harus berakhir. Pada tahun 2012 lalu, Sukiman mengikuti seleksi calon kepala sekolah dan akhirnya lulus. Usai mengikuti pendidikan, dia ditempatkan di SMA Negeri 1 Paminggir. Wilayah yang aksesnya sulit.
Setiap hari, dia pergi ke sekolah dengan kelotok. Paminggir memang wilayah yang dikelilingi rawa dan sungai besar. Dari rumahnya di ibukota HSUAmuntai ke Kecamatan Paminggir, dia harus melewati tiga kecamatan yakni Kecamatan Sungai Pandan, Sungai Tabukan dan Danau Panggang yang jaraknya kurang lebih 27 kilometer.
Tapi perjalanan Sukiman tak terhenti begitu saja. Ia masih harus menuju ke Dermaga Sungai Danau Panggang dan kembali naik angkutan sungai bernama bus air untuk menembus perairan rawa. Lamanya lebih dari 3 jam perjalanan normal. Meskipun begitu, dia mengaku menikmatinya kala sepanjang perjalanan ada pesona lukisan alam sepanjang perjalanan.
Sukiman mengaku tidak pernah sama sekali bermimpi mendapatkan tugas di Kecamatan Paminggir. Dirinya mengaku sebelum ditetapkan sebagai kepala sekolah, sudah lebih dulu ada tiga seniornya yang lulus sebagai calon kepala sekolah dan akan diplot bertugas di sana.
Namun entah pertimbangan apa, tiba-tiba ketiga seniornya itu memilih mundur dengan pernyataan surat bermaterai saat itu. Konon Paminggir memang dicap sebagai wilayah buangan bagi para pegawai.
Nah setelah kejadian itu, Sukiman yang peraih juara 3 Simposium Pembelajaran Dan Pengelolaan Sekolah tingkat Nasional tahun 2003 Kemendikbud akhirnya dipanggil Disdik HSU. Dia ditanya kesiapan untuk menjadi kepala sekolah. Sukiman meminta waktu untuk berdiskusi dengan istrinya. Istrinya akhirnya menyetujui. Jadilah, Sukiman mendapatkan tugas barunya.
“Tugas di Paminggir mungkin serem. Namun teman-teman yang pernah tugas disini,selalu ingat dengan rawa ini,” katanya yang mengatakan guru, tenaga kesehatan, maupun aparat TNI dan Polair, selalu punya memori indah jika tugas di Paminggir.
Sukiman kemudian langsung bekerja dengan giat sebagai kepala sekolah. Dengan cepat, sekolah yang bersiswakan 200 murid itu berkembang pesat. SMAN 1 Paminggir yang semula hanya sekolah SMA biasa di sebuah daratan kecil, pelan tapi pasti mulai berprestasi. Baru-baru ini, sekolah itu lolos seleksi calon sekolah Adiwiyata Nasional tahun 2017. Siswanya bahkan ada yang lolos Paskibraka tahun 2017 tadi.
“Alhamdulillah tak ada yang sia-sia selama niat untuk mengabdi,” kata Sukiman yang juga pernah meraih juara harapan 1 Lomba Kreativitas Guru Tingkat Nasional tahun 2002 di Jakarta.
Sukiman mengatakan sosok yang begitu berjasa dalam kehidupannya adalah Irnita Wenny, istrinya. Sebab, dia harus rela kehilangan hak waktu berkumpul dan perhatian dari sosok Kiman.
“Mengedepankan tugas dan pengabdian diatas kepentingan pribadi, mungkin itu bentuk pengorbanan kami. Namun ikhlas saja,” kata Irnita istrinya. Irnita mengaku tahun pertama dan kedua sangat berat. Dirinya sering ditanya anak-anak, “bapak kenapa kok lama tugasnya,” kutipnya tertawa seraya menambahkan tahun ini tahun keenam suaminya bertugas di Paminggir. (Radar Banjarmasin/JPG)