eQuator.co.id –Pontianak. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melirik tanaman pangan yang baru. Sebanyak lima kilogram benih beras merah putih disiapkan untuk uji coba tanam di dua kabupaten.
Sesuai nama, beras ini berciri khas sebagian butirannya berwarna merah dan putih. Pertama kali ditemukan di reruntuhan candi di kawasan Klaten pada 16 Februari 2006, diduga berasal dari sekitar abad VII.
“Beras ini populer di Yogyakarta, sehingga dibawa ke Pontianak dan akan coba dikembangkan di sini,” tutur Kepala Unit Perbanyakan Benih Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH), Dinas Pertanian-TPH Kalbar, Anton Kamaruddin, Senin (14/8).
Dua tahun terakhir, beras tersebut naik pamornya. Terutama di kalangan pencinta padi Indonesia. Ketika berkunjung ke Pontianak, stakeholder pertanian provinsi gudeg itu membawanya untuk dikenalkan.
Anton menuturkan, dari pengenalan tersebut, ia tertarik untuk mengembangkannya. Dan, menetapkan lokasi uji coba tanam di dua wilayah. Yakni, di Peniraman Kabupaten Mempawah, dan Samalantan Kabupaten Bengkayang.
Alasan pemilihan dua lokasi ini, lanjut Anton, karena melihat keunggulan di masing-masing daerah. Peniraman dikenal sebagai daerah sawah tadah hujan. Kemudian, setelah dianalisa, kondisi tanahnya dianggap optimal untuk pengembangan benih beras merah putih.
Sedangkan Samalantan dikenal memiliki pengairan yang bagus. Sehingga, diyakini sangat mendukung untuk pengembangan benih beras tersebut.
Anton menilai, beras dua warna ini memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan beras putih atau beras merah biasa (lihat grafis). Diantaranya, ia menyebut, kandungan antioksidan lebih tinggi. Kendati demikian, yang paling bikin Anton kepincut adalah keeksotisan warna beras itu.
“Menarik itu dari penampilannya, berwarna merah putih. Nah semangat merah putih itu yang penting,” ujarnya.
Beras Merah Putih akan dibudidayakan dengan metode tanam Hazton. “Namun di tahap awal akan dikembangkan dengan metode biasa untuk mengenali karakter dari beras dua warna ini,” pungkas Anton.
LUMBUNG PADI
Sementara itu, tahun ini, Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kalbar menargetkan produksi padi mencapai 1,8 juta ton. Itu merupakan gabah kering yang belum digiling menjadi beras.
“Sekarang kan sedang panen, musim tanam itu April dan September. Setelah panen, harapannya kita bisa capai target itu (1,8 juta ton pertahun),” tutur Kepala Dinas Pertanian-TPH Kalbar, Heronimus Hero, usai serah terima jabatan Kepala Dinas di kantor dinasnya, Pontianak, Senin (14/8).
Produkvitas yang ditargetkan itu memang jauh lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya 1,2 juta ton pertahun. Sedangkan, sesuai angka ramalan produktivitas gabah kering, kini sudah mencapai 1,4 juta ton pertahun.
Dengan meningkatnya produktivitas ini, Hero menyebut, produksi beras Kalbar secara nasional akan naik peringkat. Dari urutan 13 menjadi sepuluh. Hal ini juga semakin memperkuat posisi Kalbar sebagai lumbung beras.
Kriteria provinsi yang dikatakan sebagai lumbung beras yakni bisa berkontribusi terhadap produksi nasional. Termasuk mensuplai ke beberapa wilayah. Dan, Hero menilai Kalbar sudah melakukan hal itu.
“Beras Kalbar sudah beredar di mana-mana, bahkan hingga ke Pulau Natuna, itu menggambarkan Kalbar sudah menjadi provinsi lumbung beras,” tegasnya.
Ia menambahkan, kebutuhan beras di Kalbar hanya 600 ribu ton lebih pertahunnya. Jika produktivitas mencapai sejuta ton pertahun, maka sekitar 300an ribu lebih ton merupakan surplus. Itulah yang kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Berdasarkan data statistik, Kalbar surplus beras 350 ribu ton pertahun. Meskipun, surplus itu merupakan cadangan pangan yang tidak harus dijual semua.
Hero menyatakan, penetapan target produksi 1,8 juta ton pertahun itu sebagai motivasi agar para stakeholder pertanian terus bergerak. Ia yakin dapat dicapai.
Ia mencontohkan hitung-hitungan sederhana jika petani melakukan masa tanam dua kali dalam setahun untuk luas lahan sejuta hektar.
“Anggap 500 saja ditanam dan dilakukan dua kali setahun, berarti sudah satu juta hektar, jika produktivitas tiga ton saja, berarti sudah tiga juta ton gabah kering,” tukasnya. “Hitungan itu simple, cuma memang untuk menuntut menanam dua kali itu masih terbatas dari sumber daya manusianya, padahal potensi ini sangat terbuka lebar,” sambung Hero.
Di sisi lain, Praktisi Pertanian Kalbar, Hazairin menilai, petani harus melek teknologi informasi agar produksi beras yang dihasilkannya memiliki daya saing. Menurut dia, ini wajib dilakukan karena Indonesia, khususnya Kalbar, berpotensi menghasilkan tanaman pangan sangat besar.
Dengan memanfaatkan teknologi informasi, maka petani akan lebih siap dengan segala perubahan. Apalagi, ada prediksi di tahun 2024 terjadi kesulitan pangan.
“SDA di utara dan selatan (bumi) menipis, orang kesulitan mendapatkan pangan. Perhatiannya nanti di Khatulistiwa, dan potensi pangan terbesar adalah Indonesia, Kalimantan Barat bagian dari itu,” kata Hazairin, Senin (14/8).
Mantan Kepala Dinas Pertanian-TPH yang menjabat luar biasa lama ini menambahkan, kesiapan itu dengan menyediakan sistem informasi berkaitan pertanian. Bisa tentang teknologi pengolahannya, hasil pertaniannya, hingga cara pengolahannya.
Dengan begitu, informasi itu lebih cepat tersebar tanpa harus melalui televisi. Dengan kata lain, memanfaatkan media sosial sebagai penyebar informasi yang positif untuk mendukung pertumbuhan sektor pertanian.
“Informasi itu tidak lagi keluar dari TV tapi dari masing-masing HP petani. Semuanya bisa menikmati. Sistem itu harus dibangun. Lakukan percepatan pemahaman teknologi, informasi harga, dan lainnya sehingga bisa cepat diantisipasi petani,” paparnya.
Ia menilai, jika sistem informasi itu dibangun dengan baik, maka membuat produksi petani bisa bersaing dengan produk luar. Tidak hanya menjadikannya sebagai kebutuhan ekspor, tapi juga menghadang agar impor pangan tidak bisa masuk ke negara ini.
Lanjut Hazairin, untuk mempersiapkan sistem tersebut diperlukan person yang mumpuni. “Teknologi tanpa SDM (sumber daya manusia) yang baik pun tidak akan mampu mencapai perubahan,” imbuhnya.
Petani pun harus terus didorong untuk melek teknologi informasi. “Jika ada yang tidak beres bisa langsung lapor. Saat ini dunia sudah terbuka,” terang Hazairin.
Pemerintah sendiri bertanggung jawab mensupport sisi infrastrukturnya, memastikan keberadaan jaringan internet yang dibutuhkan. “Artinya tidak ada lagi area blank spot (tanpa sinyal seluler,red),” ujarnya.
Hal ini perlu dilakukan, dijabarkannya, karena Kalbar berada di garis depan daerah perbatasan Negara yang membangun lumbung pangan berorientasi ekspor. Oleh karena itu, segala aspek, baik optimalisasi sumber daya alam, sumber daya manusia, mesti dipersiapkan dengan baik.
“Ini percepatan dalam menghadapi isu pangan di tahun 2024,” pungkas Hazairin.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Mohamad iQbaL