Gubernur pun Bingung, Surplus Beras Dari Mana

Beras Luar Masih Masuk Kalbar

ilustrasi. net

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Luas lahan pertanian di Kalbar ternyata tak berbanding lurus dengan produktivitas beras yang dihasilkan. Gembar-gembor surplus masih meragukan dari hasil sawah tadah hujan dan ladang bakar.

“Data luas pertanian Kalbar harus digenahkan, data yang ada pada kita katanya 529.000 hektar, dengan produksi 1,7 ton gabah kering giling, setara dengan 1,1 juta ton beras,” ungkap Gubernur Sutarmidji di Kantor Gubernur, seusai melantik Paskibraka Kalbar, Jumat (16/8).

Dengan asumsi itu, kata dia, seharusnya Kalbar tak perlu pasok beras dari luar apalagi impor. Bahkan, jika hitungan tersebut real, stok beras dari petani lokal justru surplus.

“Nah, artinya kita surplus 550 ribu ton. Karena kebutuhan cuma 540 ribu,” tuturnya.

Tak pelak, gubernur pun merasa bingung. Pasalnya, hitungan surplus itu tak tampak. Digunakan ke mana itu beras yang surplus? Justru, Kalbar masih mendatangkan beras dari luar.

“Beras yang surplus 550 ribu kemana? Harusnya kan tidak ada beras yang masuk lagi ke Kalbar, tapi mengapa masih banyak beras masuk Kalbar, itu yang kita pertanyakan,” ujar mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu.

Diungkapkannya, data yang diterima dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar, tercatat luas lahan pertanian hanya sekitar 214 hektar. Sedangkan data dari Dinas Pertanian tercatat sekitar 529 hektar atau dua kali lipat. Dengan demikian, terjadi selisih sekitar 315 ribu hektar lahan pertanian Kalbar yang dicatat dua instansi itu.

Namun, Sutarmidji lebih mempercayai data BPS. Karena BPS tidak punya kepentingan dengan subsidi Saprodi dari Kementerian Pertanian.

“Kalau dilihat dari produksi, sepertinya data Statistik benar. Karena, produksinya berarti kurang lebih 450-480 ribu ton beras,” ujarnya. “Sehingga kalau beras yang masuk di atas 100 ribu ton dari luar, wajar. Tapi, kalau kita lihat Data Pertanian yang 529 ribu hektar itu, surplus berasnya kemana?” tanya dia, heran.

Apalagi, lanjut gubernur, Kalbar belum pernah ekspor beras. Paling jual beras antar pulau saja.

“Itu jadi masalah. Artinya, data itu harus digenahkan dulu,” tandasnya.

Terkait hal itu, Sutarmidji pun menyoroti cetak sawah yang ada di Kalbar. Sebab, fasilitasnya belum sesuai dengan standar cetak sawah sesungguhnya.

“Masalah cetak sawah, yang namanya sawah, irigasi harus lengkap. Semuanya lengkap. Apa mungkin disebut sawah di area pertanian gambut,” sindirnya.

Untuk meningkatkan jumlah produktivitas padi, ia menegaskan tak perlu melakukan penambahan area luas tanam. Tetapi yang penting adalah melakukan intensifikasi lahan yang ada.

“Sekarang saja, untuk 2019 data yang ada baru 176 ribu hektare lahan tanam. Sementara target sekitar 200 ribu lebih. Kalau memang luas tanam kita hanya 300 ribu, kita maksimalkan. Jangan ekstensifikasi. Harus intensifikasi,” tegas Sutarmidji.

Intensifikasi persawahan harus didorong dengan pemanfaatan teknologi. Sedangkan pola taman tradisional tetap harus dipertahankan.

“Saya lebih cenderung intensifikasi. Untuk meningkatkan produktivitas lahan. Sehingga akan efektif,” pungkasnya.

25.077 Hektar Siap Bakar

Di Kabupaten Sanggau, total luas lahan yang akan ditanami 25.077 hektar merupakan ladang bakar alias tadah hujan. Agustus-September waktu berladang bagi petani dengan cara membakar lahan.

Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perikanan (Dishangpang Hortikan) Kabupaten Sanggau menyebut hingga kini belum bisa bertanam. “Tersebar di 13 kecamatan dari 15 kecamatan yang ada,” kata Kadis John Hendri, kepada wartawan, Minggu (18/8).

Rinciannya, lanjut John, juga sudah dipetakan. “Yang terkecil itu di Kecamatan Mukok, karena mungkin estimasinya di Mukok ini sudah banyak sawit jadi wajar. Paling tinggi di Kecamatan Jangkang, yaitu 5.984 hektar yang akan berladang di bulan Agustus – September,” terang John.

Menurut John, ada beberapa lahan yang sudah ditebang tebas oleh masyarakat. “Kami punya data sedikit walaupun tidak full per kecamatan tapi ada titik koordinatnya. Terutama di Kecamatan Meliau yang sudah siap bakar. Tetapi mereka belum membakar karena hujan belum turun. Begitu ada hujan turun mereka langsung bakar dan seminggu kemudian setelah itu baru mereka nugal (tanam). Artinya, kondisi ini ada,” ungkapnya.

Ia berharap, pihak perusahaan yang berada di sekitar wilayah pertanian bisa membantu para petani. “Tolong dibantu petani kami ini, karena tidak bisa diubah cara pertanian berladang mereka.  Mereka sudah tebang tebas sekarang tinggal waktunya mereka bakar. Tolong dibantu dan didampingi karena bagaimana juga mereka berada di kawasan perusahaan perkebunan,” pinta John.

Untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten Sanggau, Dishangpang Hortikan Sanggau sebagai dinas teknis pernah melakukan dua cara. Namun cara tersebut ternyata tidak efektif mengatasi Karhutla di Sanggau.

“Sudah pernah kami lakukan dua cara, tapi tidak mempan, itu kami akui,” terangnya.

Cara yang dimaksud John Hendri adalah tanam padi ladang bukan di bulan Agustus – September. Uji coba itu di lakukan Desa Punti Kayan Kecamatan Entikong.

“Ada hasilnya, tapi petani mengeluhkan banyaknya hama. Itu satu pengalaman kami,” akunya.

Cara yang kedua adalah dengan tanam tumpang sari, padi dan jagung. “Ternyata berhasil. Pak Camat Sekayam sudah pernah panen bersama kami,” tandas John.

 

Laporan: Abdul Halikurrahman, Kiram Akbar

Editor: Mohamad iQbaL