eQuator.co.id – Hamil di luar nikah bukan hanya menjadi aib keluarga, tetapi juga pemerintah Kecamatan Semparuk. Wanita yang sudah hamil pun dilarang merayakan pesta pernikahan.
Sairi, Sambas
Pemerintah Kecamatan Semparuk tidak akan memberikan izin keramaian pesta pernikahan, apabila mempelai wanitanya hamil duluan.
Larangan merayakan pernikahan itu merupakan kesepakatan dalam rapat kegiatan dan evaluasi kegiatan penangulangan terpadu masalah anak dan remaja di aula Kantor Camat Semparuk, Kamis (8/12).
Rapat tersebut dihadiri Kapolsek, Danramil, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA), TPK kecamatan dan desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, karang taruna, tokoh pemuda, Posyandu dan seluruh kepada desa di Kecamatan Semparuk.
Camat Semparuk, H. Abrar, SIP mengaku, peraturan ini bukan murni dari inisiasinya. Namun menjadi kesepakatan bersama dengan instansi terkait lainnya, maupun tokoh masyarakat dan agama. Sehingga dikeluarkan sebelas peraturan yang akan diberlakukan di wilayah Kecamatan Semparuk.
“Kita hanya memberikan wadah untuk melaksanakan rapat. Sehingga bisa melahirkan sebelas peraturan untuk menagulangi kenakalan remaja dan anak,” ujar Abrar ditemui di Sambas, Rabu (4/1).
Sebelas peraturan yang disepakati itu diantaranya membuat peraturan desa terkait penangulangan masalah anak dan remaja di desa masing-masing dan diwajibkan belajar 12 tahun. Memberikan sanksi bagi anak ngelem. Semua lintas sektoral berkomitmen mensukseskan kegiatan remaja melalui penyaluran hobby dan bakat yang positif, seperti olahraga dan kesenian. Setiap desa membentuk P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pelindungan Perempuan dan Anak). Memfasilitasi kegiatan pemberdayaan remaja dalam program kerja karang taruna, remaja masjid, pusat informasi konseling remaja dan kelompok Posyandu remaja.
Kemudian mem-Perdes-kan membentuk BKB (Bina Keluarga Balita), BKR (Bina Keluarga Remaja), BKL (Bina Keluarga Lansia) di setiap desa. Membuat konsep khutbah Jumat masalah anak dan remaja. Mengaktifkan kembali Siskamling di desa masing-masing. Memperlakukan pembatasan jam malam untuk anak-anak dan remaja hingga pukul 22.00. Perbatasan jam operasional Warnet dan tempat hiburan, tidak memberikan hiburan band bagi yang hamil di luar nikah dan keluarga diwajibkan pendidikan minimal dari usia Paud hingga SMA sederajat.
“Peraturan yang dibuat dan disepakati itu, difungsikan untuk melakukan pembinaan kepada remaja,” tegas Abrar.
Diakuinya, kenakalan remaja saat ini sudah dibatas kewajaran. Harus ada peraturan yang mengatur masalah remaja dan anak, untuk menekan efek negatif yang ditimbulkan oleh kenakalan remaja.
“Tidak ada salahnya kita sebagai pejabat publik terutama orangtua harus membuat peraturan, agar hal-hal yang tidak diinginkan bisa terhindari,” katanya.
Peraturan ini juga untuk mendukung program Bupati Sambas yang ingin menjadikan Sambas sebagai kabupaten yang berakhlakul karimah. “Dalam peraturan ini, kita fokuskan pembangunan manusianya,” jelas Abrar.
Pengawasan sebelas peraturan yang disepakati akan dilakukan semua pihak yang terlibat dalam rapat, mulai dari kecamatan, desa hingga ke RT.
Mahasiswa asal Kecamatan Semparuk, Hamidan mengapresiasi hasil koordinasi dan evaluasi penanggulangan anak dan remaja yang melibatkan semua elemen tersebut. “Saya sangat setuju dengan peraturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan bersama. Karena hal ini membuat semua pihak menjaga dan mengawasi remaja, baik dari pemerintah hingga rumah tangga,” katanya.
Aktivis HMI ini berharap adanya badan pengawas yang nantinya melakukan kajian atas peraturan yang disepakati. Kemudian dilakukan evaluasi secara berkala. “Karena ini untuk kepentingan masyarakat luas,” tegasnya. (*)