Jaksa Pemeras Tumbal untuk Amankan Atasan

DPR Soroti Jaksa Agung Soal Anak Buahnya yang Nakal

JAKSA PEMERAS. Ahmad Fauzi, jaksa penyidik di Bidang Pidana Khusus Kejati Jatim, ditangkap usai memeras terkait perkara korupsi yang diusutnya. Dari tangannya, petugas menyita sekoper uang tunai Rp1,5 M. Galih Cokro-Jawa Pos

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Penyidikan kasus pemerasan dengan barang bukti Rp 1,5 miliar yang dilakukan jaksa Ahmad Fauzi terhadap pengusaha Abdul Manaf tidak tuntas. Penyidik Kejagung hanya menyeret penyidik pidana khusus Kejati Jatim itu dan Manaf ke dalam penjara. Atasan Fauzi yang disebut-sebut terlibat sampai sekarang belum menjadi tersangka.

Hal tersebut terlihat saat penyidik melimpahkan tersangka, berkas, dan barang bukti dari tahap penyidikan ke penuntutan, Selasa (6/12). Fauzi dan Manaf rencananya disidangkan jaksa Kejari Surabaya di pengadilan tipikor.

Fauzi dan Manaf diterbangkan dari Jakarta ke Surabaya dengan pesawat komersial. Mereka tiba di kantor Kejari Surabaya sekitar pukul 09.00. Keduanya digiring ke ruang penyidikan seksi pidana khusus untuk proses administrasi pelimpahan.

Pemeriksaan berlangsung singkat. Dua jam sejak kedatangan mereka di gedung Kejari Surabaya, pemeriksaan dinyatakan selesai. Dua tersangka itu kemudian digiring ke Lapas Delta Kelas II Sidoarjo sekitar pukul 11.00.

Berdasar data yang dihimpun Jawa Pos, pelimpahan tahap kedua tersebut sengaja dilakukan kemarin pagi, bertepatan dengan sidang pembacaan surat dakwaan terhadap Dahlan Iskan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Hal tersebut ditujukan agar proses pelimpahan Fauzi tidak diketahui media. Karena itulah, pelimpahan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan sidang Dahlan.

Sementara itu, jaksa ternyata memiliki alasan khusus sehingga menitipkan Fauzi di Lapas Delta Kelas II Sidoarjo. Dari kabar yang santer beredar, Fauzi sengaja ditahan di Lapas Delta karena alasan keselamatan. Fauzi meminta secara khusus kepada jaksa agar tidak ditahan di Rutan Medaeng seperti tersangka korupsi kebanyakan.

Sebab, jika ditahan di Rutan Medaeng, Fauzi akan bertemu dengan para tersangka korupsi yang pernah diperiksa dan ditahannya. Dia takut mereka akan melampiaskan kekesalan karena Fauzi sudah menjebloskan mereka ke dalam penjara. Sebagai balasan, mereka akan menghajar Fauzi di dalam penjara.

Dengan pelimpahan yang hanya dua tersangka itu, bisa jadi Fauzi sengaja dikorbankan untuk bertanggung jawab atas pemerasan dengan barang bukti Rp 1,5 miliar tersebut. Hal itu dilakukan untuk melindungi atasannya agar tidak ikut terseret menjadi tersangka.

Sebab, dalam pemerasan itu, Fauzi pernah mengakui bahwa dirinya hanya menjadi tukang petik. Tugasnya adalah mengambil duit Rp 1,5 miliar sebagai mahar agar Manaf tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam penyidikan kasus penjualan tanah kas desa di Sumenep, Madura. Dia juga pernah mengaku bahwa hal tersebut dilakukan atas sepengetahuan atasannya.

Bukan itu saja. Ada nama Abdullah yang disebut Fauzi terlibat dalam pemerasan tersebut. Abdullah merupakan perantara Manaf dengan pimpinan teras Kejati Jatim dan Fauzi. Staf TU Bidang Intelijen Kejati Jatim itu pun sudah diperiksa di Kejagung.

Selain itu, tim penyidik kasus penjualan tanah kas desa Kalimook, Kecamatan Kalianget, Sumenep, juga sudah diperiksa penyidik Kejagung. Mereka diperiksa tentang pengakuan Fauzi dan penanganan perkara korupsi Sumenep.

Kajari Surabaya Didik Farkhan menyatakan, pihaknya telah menerima pelimpahan berkas beserta tersangka serta barang bukti atas nama Ahmad Fauzi dan Abdul Manaf. Mereka berdua saat ini dititipkan di Lapas Kelas II-A Sidoarjo.

’’Kami segera limpahkan berkas itu ke pengadilan,’’ katanya.

Kasi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik Lapas Kelas II-A Sidoarjo Fathurozi mengungkapkan, Fauzi masuk lapas sekitar pukul 10.30 kemarin. Beberapa saat kemudian, Abdul Manaf menyusul.

RAKER KOMISI III DPR DENGAN PRASETYO

Sementara itu, kinerja kejaksaan, terutama dalam hal pengawasan internal, menjadi sorotan kalangan parlemen. Masih maraknya kasus melibatkan jaksa-jaksa ’nakal’ di korps adhyaksa hingga saat ini, menjadi salah satu fokus utama pembahasan rapat Kerja Komisi III dengan Jaksa Agung M. Prasetyo, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12).

Sepaket dengan masih banyaknya penanganan kasus yang mangkrak, sejumlah anggota Komisi Hukum lintas fraksi mengungkap keprihatinan atas penangkapan sejumlah jaksa di beberapa daerah tersebut. ”Ini kan sudah terus berulang terjadi, sudah seberapa jauh sih sebenarnya penanganan di internal kejaksaan?” sorot anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Junimart Girsang, saat raker.

Dia lalu mencontohkan beberapa fakta penangkapan sejumlah oknum jaksa, belakangan ini. Mulai dari kasus di Sumatera Barat dan Jawa Barat yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga kasus terakhir yang melibatkan jaksa di Kajati Jawa Timur Ahmad Fauzi. ”Kami tidak tahu, apakah jaksa-jaksa ini terkait dengan target-target tertentu, kepentingan-kepentingan tertentu,” sindir politisi berlatarbelakang lawyer tersebut.

Pasalnya, lanjut Junimart, kalau telah pula mendengar kabar santer bahwa penangkapan Fauzi oleh Tim Saber Pungli Kejaksaan, lebih karena tidak ingin didahului KPK. Berdasar pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo, hingga sebelum ditangkap, lembaga antirasuah itu telah pula memonitor anggota tim jaksa Kejati Jatim atas perkara mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan tersebut.

”Betul atau tidak ini (tidak ingin didahului KPK)? Perlu dikonfirmasi supaya tidak bias,” tandas Junimart, kembali.

Keanehan terkait kasus jaksa Fauzi juga disinggung anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Adies Kadir. Di depan jaksa agung, dia menyampaikan, kalau yang bersangkutan hanya jaksa dengan golongan 3C. Meski demikian, uang suap Rp 1,5 miliar yang diterima relatif besar.

”Pertanyaannya, ini melakukan sendiri atau ada keterlibatan jaksa lain, terutama (jaksa) di struktural,” tegas Adies.

Seperti halnya Junimart, dia kemudian juga mempertanyakan fakta lain tentang masih banyaknya kasus dugaan korupsi dalam penanganan kejaksaan di berbagai daerah yang mangkrak. Termasuk, lanjut dia, beberapa kasus yang telah dihentikan kejaksaan, namun berlanjut ketika ditangani KPK. Salah satunya, sebut dia, adalah kasus yang melibatkan Gubernur Sultra Nur Alam.

”Ini ada apa?” sorotnya.

Senada, anggota Komisi III dari Fraksi PKS Aboe Bakar Al-Habsy juga menangkap, situasi yang tidak sederhana atas keberadaan jaksa-jaksa nakal di kejaksaan. Karena hal itu, dia mendesak agar jaksa agung segera menunjukkan komitmennya yang kerap disampaikan untuk membenahi institusi kejaksaan.

”Sepertinya, memang ada cerita panjang soal jaksa-jaksa ini,” kata Aboe Bakar, juga dalam forum raker.

Saat raker tersebut, Prasetyo didampingi sejumlah petinggi kejaksaan agung lainnya. Diantaranya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah dan Jaksa Agung Muda Pembinaan Bambang Waluyo. Saat sejumlah anggota Komisi III mengajukan pandangan dan pertanyaan, kader Partai Nasdem itu memilih lebih banyak mencatat.

Dalam jawaban yang disampaikan, Prasetyo membantah kalau dirinya maupun institusinya membela atau melindungi jaksa-jaksa nakal. Termasuk, dia juga membantah kalau telah memotong langkah KPK terkait kasus Fauzi yang dikenal dekat dengan Kajati Jatim Maruli Hutagalung tersebut.

”Ini bukan soal dulu-duluan dengan KPK, untuk kasus Jatim, Saber Pungli juga sudah mencium adanya penyelewengan dari yang bersangkutan,” elak Prasetyo.

Pada kesempatan itu, dia bahkan balik menuding, kabar tentang keterkaitan perilaku jaksa-jaksa nakal dengan pejabat struktural, termasuk dirinya, sengaja dihembuskan untuk melemahkan kejaksaan. ”Ini adalah perlawanan balik koruptor, saya sebut begitu,” tuduhnya.

Dia baru mengakui terkait tunggakan perkara yang masih banyak di kejaksaan. Untuk hal itu, di depan para anggota Komisi III, Prasetyo berjanji akan terus melakukan evaluasi dan peningkatan kinerja.

”Soal kasus mangkrak memang itulah yang terjadi, tapi kami terus berusaha zero outstanding, diharapkan nanti hasilnya bisa kelihatan segera,” katanya.

Meski demikian, dia kembali mengelak kinerja lembaganya memble jika dibandingkan dengan KPK. Terkait kasus Nur Alam, misalnya. Dia menyatakan kasus yang jadi fokus kejaksaan dan KPK berbeda.

Kasus yang diusut kejaksaan terhadap Nur Alama, menurut dia, terkait rekening gendut. Belakangan, pihak-pihak yang bersangkutan bisa membuktikan kalau keberadaan rekening berkaitan dengan hubungan bisnis.

”Dan, itu sudah dikembalikan. Tapi, kemudian mungkin kasus yang lain berkaitan dengan perizinan atau yang lain,” kata Prasetyo. (Jawa Pos/JPG)