eQuator.co.id – Satu persatu para penerima suap proyek jalan mendapat hukuman. Kemarin (10/11), giliran Budi Supriyanto yang menjalani sidang putusan. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhi hukuman lima tahun penjara bagi politisi Partai Golkar itu.
Ketua Majelis Hakim Frangki Tambuwun menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi. “Tindak pidana itu dilakukan secara bersama-sama sesuai dakwaan pertama,” jelas hakim.
Karena perbuatannya itu, mantan anggota Komisi V DPR RI itu dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 2 bulan kurungan.
Hukuman yang diberikan kepada Budi lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penutut umum (JPU). Jaksa menuntut agar Budi dijatuhi hukuman 9 tahun penjara dan membayar denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.
Majelis hakim menilai, Budi tidak mendukung pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi. Karena perbuatannya itu, proyek pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara yang rencananya dilaksanakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) batal dilaksanakan. “Perbuatan terdakwa juga meruksa check and balances antara legislatif dan eksekutif,” terang hakim Frangki.
Budi terbukti menerima suap sebesar SGD 305 ribu. Uang itu diterima dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Uang panas tersebut diberikan agar Budi menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Anggaran program aspirasi itu diusulkan melalui Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016 lewat Kementerian PUPR.
Dengan uang suap itu, Budi pun menyepakati bahwa PT Windhu Tunggal Utama yang akan melaksanakan proyek jalan itu. Atas tindakannya itu, Budi dijerat dengan Pasal 12 huruf a Undang-Unang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Mendapat hukuman lima tahun, Budi masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Dia merasa diperlakukan tidak adil. “Yang kami inginkan adalah keadilan. Keadilan saja,” ucap dia usai keluar dari ruang sidang kemarin. Dia menilai putusan itu tidak adil, karena Damayanti Wisnu Putranti hanya divonis 4,5 tahun. Sementara dirinya yang hanya ikut-ikutan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.
Dia tidak keberatan dengan vonis yang dijatuhkan kepada Damayanti. “Kami hanya bicara keadilan,” ucap dia. Menurutnya, yang tidak logis adalah tuntutan baginya lebih berat dan putusan juga lebih berat. “Menegakkan hukum juga harus memperhatikan keadilan. Itu saja,” tegas dia.
Terkait keterlibatan anggota Komisi V yang lain, Budi enggan menjelaskan. Dia beralasan dirinya baru masuk ke Komisi V pada pertengahan September. Jadi, semua putusan yang ada di komisinya, dia tidak mengetahui. Menurutnya, Damayanti yang memberitahukan dirinya tentang program aspirasi. Damayanti juga yang mengurus program itu. Saat ditanya tentang keterlibatan pejabat Kementerian PUPR, Budi menyatakan, dirinya tidak mengetahui siapa saja pejabat eksekutif yang terlibat.
Dalam perkara suap itu, KPK sudah menjerat tujuh orang sebagai tersangka. Selain Budi dan Damayanti, komisi antirasuah juga menjerat dua anak buah Damayanti, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini. Ada juga Andi Taufan Tiro (anggota komisi V), Abdul Khoir, serta Amran H.I Mustary, mantan kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan, pihaknya tidak hanya berhenti pada tujuh orang itu saja, komisinya masih terus mendalami keterlibatan pihak lain. Baik dari komisi V maupun dari Kementerian PUPR. Pemeriksaan terhadap para saksi juga terus dilakukan. “Kalau ada bukti baru yang terungkap di pengadilan, penyidik akan mendalaminya,” kata dia di gedung KPK kemarin. (lum)