Miris… 83 Balita Menderita Gizi Buruk

Ilustrasi NET

eQuator.co.id –  PutussibauRK. Sumber Daya Alam (SDA) Kalbar menyediakan berbagai macam jenis makanan. Sehingga tidak mungkin warganya kelaparan, kecuali pemalas. “Jaminan” tidak kelaparan ini, sayangnya tidak seiring dengan kecukupan asupan gizi. Sehingga masih banyak ditemukan kasus gizi buruk.

Di Kabupaten Kapuas Hulu misalnya, dari 25.151 Bayi di Bawah Lima Tahun (Balita), 83 Balita di antaranya menderita gizi buruk atau sangat kurus. Setidaknya demikian hasil deteksi Dinas Kesehatan (Dinkes) di Bumi Uncak Kapuas ini.

“Data yang dilaporkan Puskesmas tersebut terhitung hingga 1 September 2016,” kata H Harisson, Kepala Dinkes Kabupaten Kapuas Hulu ditemui di ruang kerjanya, Kamis (15/9).

Dari penderita gizi buruk di Kapuas Hulu tersebut, hanya 14 Balita di antaranya yang telah dirawat di Pusat Rehabilitasi Gizi Buruk (PRGB) Dinkes Kapuas Hulu.

“Sepuluh anak di antaranya sudah dinyatakan pulih atau kembali sehat. Sedangkan empat anak lainnya memilih keluar dari perawatan PRGB,” ungkap Harisson.

Dia menambahkan, rata-rata orangtua anak dengan penyakit gizi buruk, memilih mengeluarkan buah hatinya dari PRGB sebelum sembuh, dengan alasan kesibukan serta kondisi ekonomi.

Orangtua anak yang tinggal di kampung-kampung tersebut harus bekerja mencari nafkah dan mengasuh anak-anaknya yang lain. “Penanganan selanjutnya dari anak tersebut diserahkan kepada petugas Puskesmas terdekat dari domisili Balita tersebut,” jelas Harisson.

Tahun lalu, kata Harisson, status gizi Balita di Kapuas Hulu untuk kasus kurus dan sangat kurus (wasting) yang diukur berdasarkan Berat Badan/TInggi Badan (BB/TB) 10,5 persen, melampaui target Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Negarah (RPJMN) 2015 di bawah 15 persen.

Sedangkan kasus pendek dan sangat pendek (stunting) yang diukur berdasarkan Tinggi Badan/Umur (TB/U) 24,3persen, melampui target dalam RPJMN 2015 di bawah 36 persen.

Sementara, kasus gizi kurang dan sangat kurang yang diukur berdasarkan Berat Badan/Umur (BB/U) 22,9 persen, melampui target RPJMN 2015 di bawah 24 persen.

“Kalau saya perhatikan, status gizi Balita Kapuas Hulu dibandingkan dengan target RPJMN secara umum sudah lebih baik,” kata Harisson yang pernah menjadi Direktur RSUD dr Ahmad Diponegro Putussibau ini.

Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kapuas Hulu ini, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Balita di Kabupaten Konservasi ini mengalami gizi buruk.

Di antaranya, jelas Harisson, faktor taraf ekonomi keluarga yang rendah. Sehingga berpengaruh pada asupan gizi anak. Hal tersebut diperparah dengan masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman ibu dalam memberikan makanan kepada anaknya.

“Faktor lainnya, bayi lahir tidak mendapatkan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan tidak mendapatkan ASI (Air Susu Ibu) Ekslusif yaitu pemberian ASI selama enam bulan pertama hidup,” papar Harisson.

Selanjutnya, tambah dia, setelah enam bulan atau berakhirnya periode ASI Eksklusif, anak tidak diberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) yang sesuai.

Selain itu, kesadaran ibu untuk membawa Balita-nya ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) masih sangat rendah, hanya 49 persen setiap bulan. Berarti terdapat 51 persen Balita yang tidak terpantau pertumbuhannya oleh kader dan petugas kesehatan pedesaan.

“Faktor sanitasi atau kesehatan lingkungan yang belum baik, juga berkontribusi terhadap permasalahan gizi Balita di Kabupaten Kapuas Hulu,” jelas Harisson.

Terkait faktor penyebab ini, kata Harisson, ada beberapa intervensi yang dilakukan pemerintah. Di antaranya menerapkan Program Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil kurang energi kronis. Agar bayi yang dilahirkan nanti memiliki berat badan yang cukup.

Selain itu, pemerintah juga mendirikan dan mengembangkan PRGB, menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) ASI Eksklusif, dan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pengenaan Sanksi Administratif Program Pemberian ASI Eksklusif, serta pelatihan konseling Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) bagi petugas dan kader Posyandu Kecamatan.

Selain itu, sambung Harisson, pihaknya juga menyelenggarakan pertemuan penanggulangan masalah gizi yang melibatkan seluruh Camat dan kepala Puskesmas se-Kabupaten Kapuas Hulu.

Kemudian, Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM-MCA-Indonesia) di 7 Kecamatan di Kapuas Hulu.

“Kecamatan yang mendapatkan bantuan program tersebut adalah Kecamatan Putussibau Selatan, Bunut Hulu, Jongkong, Boyan Tanjung, Selimbau, Embaloh Hulu dan Silat Hulu,” rinci Harisson.

Dia menilai, perlu perubahan cara pandang masyarakat dalam mendukung perbaikan gizi. Selain itu, perlu peninjauan objek yang menjadi permasalahan dalam kasus gizi buruk, agar ada jalan keluar secara optimal dan efektif.

Selanjutnya, perlu keselarasan kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan gizi dari sektor terkait. Lantara gizi buruk ini tidak hanya menjadi tanggungjawab Dinkes, melainkan banyak sektor terkait yang berkontribusi terhadap munculnya kasus gizi buruk.

 

Laporan: Andreas

Editor: Mordiadi