eQuator.co.id – Entikong-Kuching-RK. Seorang warga Negara Indonesia (WNI), Subandi, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di perusahaan Firstmark Ltd Papua Nugini di negara bagian Sarawak, Kuching, Malaysia ditipu dan dirampok empat WNI tak dikenal di Terminal Bus Kuching Central, Jumat (26/8) pukul 20.00 waktu Malaysia.
RM10.000 atau sekitar Rp32 juta uang TKI asal Sambas ini dirampas. Modusnya ‘gendam’ (hipnotis) dengan menawarkan barang-barang antik berkhasiat, disertai penodongan senjata tajam (Sajam).
Salah seorang tersangka atas nama Hamka, 44, diringkus jajaran Reskrim Polsek Entikong di dalam bus yang melintasi Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Entikong, Sanggau, Sabtu (27/8). “Ketika kita geledah, tidak ditemukan apapun. Dia tetap kita amankan di Mapolsek Entikong untuk dilakukan pemeriksaan,” kata AKP Kartyana, Kapolsek Entikong, Minggu (28/8) siang.
Sesampainya di Mapolsek, Hamka, warga Jalan Adi Sucipto, Pontianak Tenggara itu masih berkilah tidak melakukan tindak kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Namun, satu jam kemudian Subandi datang ke Mapolsek. Dia mengenali Hamka dan membenarkan bahwa pria tersebut salah satu dari pelaku gendam yang merampas uangnya.
“Menurut pengakuan Hamka, dia pergi ke Malaysia bersama seorang laki-laki berinisial MS. MS dan dua pelaku lainnya sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Kepolisian Malaysia,” tegas Kartyana.
Sementara Subandi mengaku melaporkan kasus perampokan yang dialaminya di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching, Sabtu (27/8) pagi. Perampokan ini diawali dengan modus berpura-pura menawarkan barang antik.
“Saya diberi cuti tahunan pada 25 Agustus oleh perusahaan. Keesokan harinya, saya berangkat ke Bintulu untuk mengambil gaji kepada Mr Cheng, pimpinan perusahaan saya,” katanya di Mapolsek Entikong.
Sore harinya, Subandi hendak pulang ke kampung halaman di Dusun Pasar lama, Kelurahan Parit Baru, Selakau, Sambas melalui Terminal Kuching Central menuju PLBN Terpadu Entikong. Dia tiba di terminal pukul 20.00 waktu Malaysia. Beberapa menit kemudian, bertemu dengan empat WNI yang tak dikenal. Empat pria tersebut menawarkan batu cincin dan logam berwarna emas berlambang burung garuda dan Soekarno kepada Subandi. “Namun saya menolak untuk membeli, karena curiga itu penipuan,” jelasnya.
Karena barang dagangannya ditolak, salah satu dari empat WNI tersebut menodongkan senjata tajam dari belakang. Kemudian memaksa korban membeli batu cincin dan logam berwarna emas tersebut. Karena merasa takut dan panik, Subandi memberikan RM10.000 uang gaji dan titipan temannya. Subandi mengaku tidak sadar telah memberikan uang, kemudian barang antik itu langsung diserahkan kepadanya. Setelah itu keempat pelaku langsung kabur.
Beberapa menit kemudian, Subandi baru sadar dia telah dirampok dan langsung mendatangi KJRI Kuching meminta pertolongan. Subandi membuat keterangan pengaduan, kemudian ditingkatkan menjadi laporan polisi, baik Liaison Officer (LO) Polri di Kuching maupun Polis Di Raja Malaysia (PDRM).
Berdasarkan pengaduan itulah koordinasi semua jajaran pengawasan dan pengamanan di PLBN Terpadu Entikong dilakukan. Termasuk Polsek Entikong. Usai membuat pengaduan di KJRI, Subandi menggunakan mobil carteran mengejar tersangka yang diketahui berangkat menuju Kota Pontianak menggunakan bus Sri Merah.
“Kami mendapat informasi bahwa ada salah satu tersangka perampokan dan penipuan itu naik bus Sri Merah menuju ke Pontianak. Akhirnya dia berhasil kami amankan,” sambung AKP Kartyana.
Polsek Entikong, kata Kartyana, sifatnya hanya memback-up. Setelah mengamankan dan menginterograsi tersangka maupun korban, kembali berkoordinasi ke KJRI Kuching dan Kepolisian Malaysia. “Hamka dan Subandi sudah dijemput oleh perwakilan KJRI dan Kepolisian Malaysia tadi pagi (Minggu),” tegasnya.
Terpisah, Pelaksana Fungsi Konsuler 1 KJRI Kuching, Windu Setiyoso mengatakan, Liaison Officer (LO) Polri di Kuching sudah berkoordinasi dengan anggota Jabatan Siasatan Jenayah Berat (D9) PDRM, untuk bisa menyerahterimakan korban dan tersangka kembali ke Malaysia. Untuk pendampingan transfer dimaksud di Border Sisi Tebedu, maka tersangka dan korban gendam akan dibawa masuk kembali ke Sarawak.
“Korban akan dimintai keterangan ulang secara resmi di Balai Polis Sungai Maong. Sementara tersangka akan ditahan oleh PDRM untuk keperluan penyelidikan dan penyidikan,” ujar Windu kepada Rakyat Kalbar, Minggu (28/8) siang.
Jika korban berkeinginan untuk menginap sementara waktu di Kuching, pihak KJRI telah mempersiapkan Shelter. “Untuk tersangka akan diproses sesuai hukum pidana di Malaysia. Karena tempat terjadinya tindak pidana atau locus delicti di Malaysia. Sementara untuk pelaku lainnya masih dilakukan pengejaran oleh kepolisian kedua negara,” ungkapnya.
Dihantui Gendam
Gendam atau hipnotis dengan modus menawarkan barang antik berkhasiat disertai dengan aksi penodongan lalu perampokan, memang kerap terjadi di negara bagian Sarawak, Malaysia. Terlebih di terminal-terminal bus antarkota di Jiran itu. Targetnya Warga Negara Indonesia (WNI) atau TKI. “Targetnya khusus WNI yang kelihatan banyak bawa uang,” kata Windu Setiyoso, Pelaksana Fungsi Konsuler 1 Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching.
Meski WNI selalu dihantui kejahatan ini, jarang diantara mereka yang mengetahui atau bahkan menjadi korban, melaporkan secara tertulis kepada PDRM ataupun KJRI Kuching.
“Mereka hanya menyampaikan secara lisan kepada orang di sekitarnya. Sehingga sampailah ke telinga KJRI. Hanya ada satu atau dua orang yang berani melapor atau membuat pengaduan ke kita,” katanya.
Windu berharap, siapa saja yang menjadi korban atau mengetahui aksi kejahatan, segera melapor kepada pihak berwenang.
“Penangkapan sindikat gendam atau hipnotis serta perampokan yang sudah malang melintang begitu lama dan memakan banyak korban para WNI ini, tidak lepas dari kecepatan KJRI sebagai first responder, menyampaikan informasi kepada pihak terkait di Indonesia,” ujar Windu.
Permasalahan gendam yang menghantui dan dialami WNI ini juga telah disinggung Konsul Jenderal RI Kuching, Jahar Gultom saat melakukan Courtesy Call (kunjungan kehormatan) kepada Kepala Kepolisian Daerah Sarawak atau Commisioner Ibu Pejabat Polis Kontinjen (IPK) Sarawak yang baru, Datuk Mazlan Tan Sri Mansor, 10 Agustus 2016 lalu.
Menjadi salah satu pokok pembahasan dalam kunjungan itu, bagaimana memberantas sindikat gendam yang sering beroperasi di Terminal Bus Kuching Sentral. Kejahatan terorganisir ini biasanya dilakukan pada saat mendekati hari besar keagamaan, seperti Idul Fitri atau pada saat libur panjang.
Padahal, ujar Windu, di terminal bus antarkota Kuching Sentral tersebut banyak tersebar CCTV. Namun lokasi atau tempat yang sering digunakan oleh sindikat untuk melakukan kejahatan gendam dan menodong korban, biasanya dilakukan di depan toilet atau WC umum terminal yang tidak ada CCTV nya.
“Dalam kunjungan itu, Pak Konjen RI Kuching menyampaikan, sudah banyak WNI yang menjadi korban dan pelakunya diduga WNI juga. Pak Konjen juga meminta bantuan kepada pihak Kepolisian Sarawak untuk membantu memberantas tindak kejahatan gendam,” tegas Windu.
Sebelumnya, lanjut Windu, setiap kali mendekati hari besar keagamaan seperti hari raya Idul Fitri, untuk mengurangi korban gendam, KJRI Kuching seringkali memarkirkan mobil berplat nomor CC (Corps Consulate) di parkiran terminal bus antarkota Kuching Sentral. Tujuannya untuk menekan dan membuat pelaku urung menjalankan aksinya di terminal itu. “Katanya sih agak-agak manjur juga. Tapi bagi saya apa iya harus selalu kita parkir mobil CC di situ,” ujarnya.
Menurut Windu, memberantas kejahatan ini perlu kerjasama yang baik semua pihak. “Jangan lagi ada yang apatis. Kita sesama WNI di negeri orang, harus saling peduli. Jika ada yang mengetahui, segera laporkan ke pihak terkait,” harapnya.
Laporan: Ocsya Ade CP
Editor: Hamka Saptono