DPRD Gagal Selesaikan Kisruh PT Sintang Raya

PERTEMUAN TANPA SOLUSI. Bahas kisruh PT Sintang Raya dihadiri Kapolres Mempawah, Assisten I Setda Pemkab Kubu Raya, Dishutbuntam, DAD maupun masyarakat di kantor DPRD Kubu Raya, Rabu (3/8). SYAMSUL ARIFIN

eQuator.co.id – Sungai Raya-RK. Ternyata DPRD Kubu Raya tidak memiliki kekuatan untuk menyelesaikan kisruh PT Sintang Raya. Warga tetap saja menjadi korbannya.

Penyelesaian kisruh di areal Hak Guna Usaha (HGU) PT Sintang Raya hanya isapan jempol. Solusi yang diharapkan pada rapat yang difasilitasi DPRD Kubu Raya, jauh dari harapan. Seharusnya, pertemuan Rabu (3/8) yang dihadiri dihadiri PT Sintang Raya, Kapolres Mempawah, Assisten I Setda Pemkab Kubu Raya, Dishutbuntam, DAD maupun masyarakat di kantor DPRD, mestinya membuahkan solusi, sehingga warga Kubu Raya tak lagi menjadi korban.

Tiga jam setengah pertemuan berlangsung. Pembicaran hanya seputar persoalan yang pernah dibahas sebelumnya. PT Sintang Raya mengungkap kronologis perizinan dan permasalahan yang dihadapinya. Begitu pula masyarakat menyampaikan tuntutannya.

Wakil Ketua DPRD Kubu Raya, Suprapto kecewa atas hasil pertemuan itu. Dia berharap menghasilkan solusi, namun tidak tercapai.

“Jadi, sebetulnya saya juga bingung. Apa yang dibicarakan tadi, itu sama seperti saat kami menggelar rapat-rapat sebelumnya,” kesalnya.

Legislator Partai Golkar itu berharap, pertemuan yang digagas DPRD dapat meluruskan isu-isu dan pemberitaan yang beredar di lapangan. Namun yang terjadi sebaliknya, mengungkapkan berbagai permasalahan yang sudah sama-sama diketahui. “Misalnya, putusan MA (Mahkamah Agung) harus diluruskan, seperti apa realisasinya. Bagaimana sosialisasinya di lapangan nanti. Tapi butir-butir atau point yang akan dihasilkan tidak ada,” ucap Suprapto.

“Manakala ada sebuah kesepakatan, maka harus ditandatangani oleh perwakilan masing-masing pihak. Kalau dari masyarakat harus diketahui para RT, RW maupun kepala desa,” jelasnya.

Musri, warga Desa Olak-Olak Kubu yang juga Kasi Pemerintahan Desa mengungkapkan, desanya tidak masuk HGU PT Sintang Raya, berdasarkan SK Bupati Nomor 17 tentang tapal batas. “Kami tidak tahu, apakah SK ini masih berlaku atau tidak. Tapi hingga sekarang belum ada pemberitahuan ke kami di pemerintah desa, bahwa SK itu sudah kedaluarsa, sehingga kami tetap mengacu pada SK ini,” tegasnya.

Terkait dengan penyerahan lahan dari PT Cipta Tumbuh Berkembang (CTB) ke PT Sintang Raya seluas 801 hektar, 120 hektar lebih diantaranya masih hak masyarakat. Ironisnya, Musri menyebutkan, pencairan dana Rp840 juta yang disebut PT Sintang Raya telah dibayar kepada masyarakat, hingga sekarang tidak pernah diketahui. “Kami selama ini tidak pernah tahu uang itu untuk apa dan kemana larinya. Karena pemerintahan desa tidak pernah dilibatkan,” jelas Musri.

Termasuk lahan plasma 20 persen yang dijanjikan, hingga sekarang tidak terealisasi. Kalau memang benar lahan itu ada, mungkin diberikan kepada pemiliknya, untuk perkebunan sawit PT Sintang Raya.

Dari 1.624 kepala keluarga (KK) atau 3.975 jiwa warga Desa Olak-Olak Kubu, hanya 300 jiwa yang bekerja di PT Sintang Raya. Bagaimana dengan masyarakat lain yang terkena imbas akibat dari hutan ditebang untuk sawit.

“Seperti CSR tidak jelas. Pembangunan infrastruktur sampai sekarang tidak ada. Silakan bapak-bapak dewan terhormat cek ke lapangan, jika ada infrastruktur yang dibangun PT Sintang Raya,” tegas Musri.

Warga Desa Seruat II, Abdul Madjid menyebutkan, banyak warga sudah menyatakan penolakannya terhadap PT Sintang Raya. “Penolakan itu sudah kami sampaikan sejak 2009. Dan tidak pernah kami serahkan lahan kami ke PT Sintang Raya. Tapi entah bagaimana kok tiba-tiba ada SPT yang menyebutkan sudah diserahkan ke perusahaan. Ini kan aneh,” tuturnya.

Senior Manager Legal dan Perijinan, Humas PT Sintang Raya, Iskandar Zulkarnaen membantah tudingan warga. “20 Persen inti plasma sudah kami jalankan. Seperti di Desa Olak-Olak seluas 429 hektar dengan tunjangan hidup Rp400 ribu per hektar per bulan dari total 1.500 yang sudah dibangun. Rencananya inti plasma seluas tiga ribu hektar,” katanya.

Iskandar juga membantah, jika Desa Olak-Olak Kubu tidak masuk dalam HGU PT Sintang Raya. Menurut dia, itu tudingan lama yang sudah pernah dibahas di Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI. “Bukti-bukti penyerahan lahan ada dengan kami. Dan ukuran kadastral juga sudah dibahas di tingkat bawah,” jelasnya.

Terkait pencairan dana Rp840 juta yang masih teka-teki bagi warga. Iskandar katakan memang Desa Olak-Olak yang tidak mau kooperatif.

 

Laporan: Syamsul Arifin

Editor: Hamka Saptono