Warga Perbatasan Pahlawan NKRI

BELA NEGARA. Wakil Bupati Hairiah membuka kegiatan Pembinaan Bela Negara bagi warga perbatasan di SMKN 1Aruk, Sajingan Besar, Sambas, Rabu (27/7). M. Ridho- Rakyat Kalbar.

eQuator.co.id – Sambas-RK. Lebih dari tiga ratus warga yang berdiam di tapal batas Indonesia, tepatnya Kecamatan Sajingan Besar, Sambas, mendatangi gedung sekolah SMKN 1 setempat, Rabu (27/7) pagi. Usia mereka beragam, laki-laki maupun perempuan. Layaknya masuk ke ruang kelas, daftar hadir diisi terlebih dahulu.

Protokoler dari Kementerian Pertahanan terlihat agak sibuk mengarahkan audiens. Aula dadakan dibuat dengan menggabungkan dua ruang kelas. 250  kursi plus 20 kursi khusus bagi tamu VIP terisi penuh. Memang agak sumpek dan terasa sesak, walhasil beberapa kipas angin pun difungsikan.

Sekitar pukul 08.10 WIB, Rakyat Kalbar sempat memperhatikan sejumlah warga. Wajah segar Yuli, Sopia, dan Itiek terlihat agak malu-malu ketika berdiri di depan pintu aula dadakan itu. Sehari-hari, mereka bekerja menoreh atau menyadap karet.

Hari itu, harus berpakaian rapi. Mereka menyiapkan diri dengan luar biasa. Sampai-sampai Sopia lupa melepas label harga pada sandal barunya. Rambut Yuli dan Sopia pun terlihat seperti baru saja habis keramas. Bedak masih menempel belum merata di pipi tanda mereka menganggap acara di SMKN 1 itu penting sehingga ingin datang tepat waktu.

“Kita diminta datang belajar bela negara karena ada anak kita yang sekolah di sini,” papar Yuli. Sopia dan Itiek mengangguk membenarkan.

Menjelang pukul 9.00 WIB, tamu VIP yang ditunggu ratusan warga pun tiba. Dia adalah orang nomor dua di Pemerintahan Sambas, Hairiah, yang datang dengan mobil bernomor polisi KB 2 P.

Acara dirangkai sederhana saja. Tim siswa dan siswi SMK 1 Sajingan Besar dilibatkan mengisi acara, mulai dari master ceremoni (MC) hingga dirigen yang memimpin paduan suara Indonesia Raya.

Koordinator acara yang juga Kepala Kantor Kementerian Pertahanan wilayah Kalbar, Marsekal Pertama Rakhman Haryadi menyampaikan kata pengantar. “Kegiatan ini bentuk upaya kita untuk menumbuhkembangkan kesadaran bela negara di kalangan generasi muda,” tuturnya.

Sebab, ia melanjutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekarang ini mendapat tantangan nonfisik berupa teknologi, ekonomi, dan pengetahuan. “Membangun kesadaran bela negara berarti membangun watak bangsa, yang artinya kita memiliki jati diri,  bangga menjadi bangsa Indonesia,” tegas Rakhman.

Sementara itu, Wakil Bupati Sambas Hairiah menyatakan, masyarakat yang bermukim di wilayah perbatasan adalah hero (pahlawan). “Wilayah perbatasan sekarang ini dipandang bukan hanya wilayah belakang, tapi terdepan dari NKRI. Karena mereka (warga perbatasan,red) menjaga NKRI, jadi layak disebut pahlawan,” ujarnya.

Menurut dia, Undang-Undang sudah mengamanatkan untuk menjaga ketahanan Negara. “Itu sudah dibuktikan oleh Bapak-Ibu sekalian dengan tetap setia menjadi Warga Negara Republik Indonesia. Sampai tutup mata (kematian menghampiri, red). Betul?,” tanya Hairiah lantang. Koor jawaban “betul” dari ratusan warga di sana menyahut pertanyaan pemimpinnya itu.

Hairiah meyakini, pembinaan bela negara warga perbatasan dapat membakar gelora mereka membela negara untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu, Negara patut berterima kasih kepada masyarakat perbatasan yang masih setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.

“Masyarakat Sajingan Besar telah melaksanakan amanah dari konstitusi dalam mewujudkan hak dan kewajibannya. Juga ikut dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara sehingga perbatasan harus menjadi perhatian penuh pemerintah pusat,” tegas mantan anggota DPD RI itu bersemangat.

Lebih spesifik, ia mengingatkan, ancaman keamanan yang tidak bisa diremehkan melalui penetrasi perbatasan luar biasa efeknya. Antara lain terorisme, Narkoba, dan jaringan perdagangan manusia. Semua itu harus dilawan bersama sebagai bagian dari kecintaan kepada Tanah Air yang membanggakan ini.

“Bela negara ini bisa dilakukan setiap warga negara dari berbagai latar belakang profesi. Bela negara bisa diwujukan dalam kehidupan sehari-hari sesuai peran dan profesi warga negara,” ujarnya.

Hairiah mengajak semua warga negara Indonesia (WNI) belajar dari sejarah perjuangan bangsa demi menatap masa depan. Tantangan dan ancaman terhadap kedaulatan bangsa sifatnya sudah beragam.

Ancaman tidak lagi bersifat konvensional atau fisik semata. Karakter ancaman dapat bersumber dari ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Jadi, kata dia, mengharuskan kita mendefinisikan ulang apa yang dimaksud dengan bela negara.

“Kinerja tenaga medis, guru, dan aparatur birokrasi secara profesional adalah bagian dari bela Negara. Termasuk upaya melawan kemiskinan, keterbelakangan, dan ketertinggalan,” tandas Hairiah.

 

Laporan: Marselina Evy dan Muhammad Ridho

Editor: Mohamad iQbaL