Pakai Duit Sendiri Bangun Kincir Listrik Untuk Warga

Yepi Hilala, dengan hasil karya kincir listrik, dan proses pengoperasiannya.

eQuator.co.id – TERBUKTI, penemu Kincir Listrik Tapadaa, adalah Yepi Hilala. Yang dirintisnya sejak 2012. Dan dalam perkembangannya, kini mampu menghasilkan aliran listrik berkekuatan 3300 Watt, tulus bagi masyarakat disekitarnya.
TEMPAT beroperasinya Kincir Listrik milik dari Yepi Hilala, berlokasi di desa Tapadaa, kecamatan Suwawa Tengah Kabupaten Bone Bolango. Untuk menuju ke tempat ini, diperlukan waktu sekitar 1,5 jam dengan kenderaan bermotor, dari pusat ibukota provinsi Gorontalo. Yang dilanjutkan dengan berjalan kaki, atau menaiki motor trail, tak lebih dari 300 meter, di pinggiran hutan kecil di kawasan tersebut.

Dari kunjungan silaturahmi RADAR Gorontalo bersama organisasi sosial dan lingkungan Pajeksan Yogyakarta itu, Yepi Hilala dan keluarga sangat menerima dengan baik, dan menjelaskan satu persatu ikhwal dari penemuan Kincir Listrik, yang saat ini, banyak diklaim oknum-oknum tak bertanggungjawab.

Ternyata, dari penuturan pria 39 tahun itu, inisiatif dirinya untuk membuat Kincir Listrik tersebut, semata-mata guna memanfatkan begitu banyaknya debit air yang dihasilkan dari sungai yang mengalir di sekitar ladangnya, untuk kebutuhan listrik. “Saya mulai merintisnya disekitar tahun 2012, dengan bahan dan peralatan sederhana, seperti papan, skrup, bout, as, dan pipa, serta menggunakan besi plat, yang fungsinya untuk menggerakan turbin, pada diameter kincir yang berukuran 1,5 meter. Alhamdulillah, saat pertama dioperasikan, mampu menghasilkan tenaga lisrtik, untuk 1 mata lampu 15 watt, dengan tegangan yang dihasilkan baru sekitar 150 volt, hehehe,” kenang pria, alumnus SD Lompotoo ini. “Dari rintisan tersebut, saya mencoba untuk terus mengembangkannya. Dan kini di 2016, sudah mampu menghasilkan energi tegangan listrik hingga 3300 Watt.” imbuh Yepi lagi.

Tidak beda dengan PLN, dari sisi pengoperasiannya sendiri, Yepi turut merancang dan menciptakan pembagian alur pendistribusian listrik ciptaannya. Meski dengan cara manual, yakni dengan sistem memasang dan mencabut aliran kabel, bila ada gangguan pendistribusian aliran listrik dari kincir air ciptaannya. Alhasil, dari hasil karyanya tersebut, Yepi mampu memberi sumbangsih kebutuhan listrik bagi petani ladang dan tambak ikan, pada sekitar 10 Kepala Keluarga yang ada disekitarnya. Bahkan, aliran listriknya, turut dirasakan warga pemukiman di desa terdekat, hingga instansi seperti kantor desa.

Ditanya, akan kontribusi bantuan pemerintah daerah, baik pemerintah kabupaten Bone Bolango, maupun pemerintah provinsi (Pemprov) Gorontalo, akan rintisan usahanya itu, Yepi mengaku, tidak sepeser pun, didapatkannya. “Jika dihitung anggaran untuk pembuatan Kincir Air ini, saya tidak ingat lagi. Mungkin totalnya, sekitar Rp 10 juta. Karena, sistem yang saya gunakan, adalah, bila nanti ada uang, baru saya melanjutkan pekerjaannya. Dengan, dibantu swadaya masyarakat. Belum ada dari pemerintah.” ucap ayah dari 3 anak ini. “Tapi, yah begitulah. Bagi saya, apapun yang bermanfaat dan berguna untuk saya dan keluarga, saya mencoba dulu, untuk melakukannya,” tukas dia.

Sejumlah pihak, kepada RADAR mengungkapkan, mestinya, sejak usaha Yepi dirintis dengan menghasilkan tenaga listrik awal sebesar 150 volt di 20121 lalu, dan dinilai akan berprospek cerah, mestinya mendapat dukungan dari pemerintah, baik kabupaten/kota, provinsi, hingga dari pemerintah pusat. Karena bagaimana pun, menurut Psikolog dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Nunung Suryana Jamin, hasil karya pak Yepi dengan menciptakan tenaga listrik dari Kincir Air ini, erat kaitannya, dan dibutuhkan masyarakat banyak, bukan saja di Indonesia dan Gorontalo. Tapi di belahan dunia manapun, yang ada penduduknya. “Karena bagaimana pun, listrik adalah kebutuhan umum dan wajib, akan perkembangan sebuah daerah. Namun berbeda dengan pak Yepi. Disaat upaya dan ciptaanya bernilai prospek yang cerah, tapi ‘Negara’ seperti tidak memperdulikannya. Buktinya, tidak ada sepeser pun, bantuan dari pemerintah. Ironis kan?” tukas alumnus Master Psikolog UGM Yogyakarta ini. (*)
Ayi Ilham, Radar Gorontalo