eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Sebanyak 60 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal kembali akan dideportasi dari Malaysia melalui pos pemeriksaan lintas batas (PPLB) Entikong, kabupaten Sanggau. Sejak 2016 ini setidaknya sudah ada 371 TKI non prosedural yang dipulangkan paksa oleh Kerajaan Malaysia.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalimantan Barat, Muhammad Ridwan, mengatakan banyak hal yang melatarbelakangi masih saja ditemui warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi TKI ilegal di luarnegeri.
“Seperti, minimnya informasi yang diterima oleh masyarakat khususnya pada kalangan ekonomi ke bawah, terhadap larangan menjadi TKI non prosedural,” katanya saat dihubungi Rakyat Kalbar, Senin (18/4).
Ridwan menjelaskan, selain meminta masyarakat yang memiliki ketertarikan bekerja di luarnegeri untuk mengikuti berbagai persyaratan resmi yang ada, pihaknyapun mengimbau calon TKI untuk mengikuti berbagai pelatihan yang dipusatkan pada balai latihan kerja Disnakertrans Kalbar. “Seperti, pada program pelatihan pembekalan yang berlangsung di balai latihan kerja Entikong,” katanya.
371 TKI ilegal yang dideportasi Malaysia melalui PPLB Entikong hingga April 2016, sebanyak 146 merupakan warga Kalbar. Sedangkan, sebanyak 225 lainnya merupakan warga dari luar Kalbar. Pemulangan paksa ini terbatasnya akses informasi karena yang banyak bekerja di luarnegeri kebanyakan berada di kampung-kampung dan di desa-desa.”Ini juga memang ada keinginan dari para majikan di Malaysia itu bekerjasama dengan para cukong-cukong ilegal itu,”ujar Ridwan.
Menurut Ridwan, 60 orang yang dideportasi, hingga kini pihaknya belum mendapatkan pelaporan mengenai mereka yang meninggal dunia maupun daerah asalnya. Ia tidak pungkiri untuk melacak jumlah TKI non prosedural yang meninggal dunia sangat sulit. “Mengingat keberangkatan mereka yang tidak dilengkapi dengan dokumen resmi sangat menyulitkan bagi pencarian data diri bersangkutan,” ujarnya.
Berbagai langkah yang dilakukan Disnakertrans untuk memberikan penanganan terhadap TKI yang dideportasi tersebut, terutama yang berasal dari Kalbar. “Salah satunya kita berikan pelatihan dan keterampilan. Jadi sebelum mereka dipulangkan ke daerah asalnya kita latih dulu berikan keterampilan supaya dapat kembali bekerja baik disektor informal maupun non formal,” jelas Ridwan.
Untuk meminimalisir WNI bekerja ke negara tetangga secara ilegal, menurutnya nanti di Entikong akan dibentuk yang namanya layanan terpadu satu atap. “Ini untuk memangkas proses panjang birokrasi, jadi tidak terlalu panjang mata rantai birokrasi,” ucapnya.
Dalam waktu dekat ini, sambung dia, mudah-mudahan akan dikeluarkan kebijakan peraturan Gubernur terkait layanan terpadu satu atap. Kebijakan ini pun telah mendapatkan dukungan dari Kementerian. “Jadi kosentrasikan dan fokuskan pelayanan-pelayanan penanganan TKI dalam kaitan pengurusan keberangkatan TKI prosudural,” ujarnya.
Kepada masyarakat yang ingin menjadi TKI diharapkan persyaratan-pesyaratan bekerja keluar negeri betul-betul dipahami. “Jadi keberangkatan TKI itu tidak hanya berbekal passport, namun melengkapi sesuai undang-undang, seperti adanya ada visa kerja dan dokumen lainnya jadi tidak sembarang perginya,” lugas Ridwan.
Sementara itu, Kepala Badan Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kalimantan Barat, Aminuddin mengatakan pemulangan TKI ilegal tersebut yang semulanya akan dilakukan 19 April ini ditunda pada Kamis (21/4). Sejauh ini pihaknya pun belum mengetahui berapa orang yang berasal dari dan luar Kalbar, karena masih menunggu mereka tiba. “Setelah tiba baru kita mengetahui nama-namanya dan sekaligus mendata dari mana saja TKI tersebut berasal,” ungkapnya.
Deportasi yang dilakukan Malaysia, karena TKI ini tidak memiliki dokumen resmi. Selain itu, ada pula TKI yang ditangkap karena melakukan pelanggaran keimigrasian atau melakukan tindak pidana di tempat bekerja. “Terkait hal tersebutlah mereka dideportasi atau dipulangkan paksa,” katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Kalbar, Christiandy Sanjaya sebelumnya mengatakan kepedulian untuk menekan semakin bertambahnya jumlah kedatangan TKI Ilegal bekerja di Malaysia, juga merupakan tanggungjawab pemerintah setempat. Pemerintah Indonesia kerap kali menyampaikan masukan tersebut kepada Malaysia pada pelaksanaan rapat pertemuan sosial-ekonomi Malaysia-Indonesia (sosekmalindo). “Pemerintah Malaysia diminta lebih tegas seperti dengan memberikan penekanan kepada masyarakatnya, untuk tidak mempekerjakan TKI non prosedural,” ungkap Christiandy.
Kadang-kadang Malaysia senang terima yang ilegal.”Karena, dia punya kewajiban untuk membayar pajak dan sebagainya. Kalau ilegalkan dia seolah-olah terlepas. Kemudian, sering kejadian paspornya ditahan. Akhirnya yang kerja ini bisa dieskploitasi,”ujarnya.
Menurutnya meskipun, saat ini minat WNI untuk menjadi TKI Ilegal di Malaysia tinggi berdampak pada perlakuan kasar oleh majikan. Bahkan, banyak diantaranya yang harus pulang tidak bernyawa. Makanya, masyarakat diimbau lebih cerdas untuk memilih bekerja di luar negeri. Mengingat, lowongan kerja di dalam negeripun tidak kalah banyak untuk dimanfaatkan seperti di sektor perkebunan.
“Tidak jarang perusahaan perkebunan di provinsi ini justru mendatangkan para pekerja dari luar Kalbar,” katanya.
sementara itu, tidak sedikit pula TKI Ilegal di Malaysia Timur bekerja di sektor perkebunan dengan upah yang tidak jauh berbeda seperti di dalam negeri. “Bagi mereka yang memilih menjadi TKI pun ditegaskan untuk mengikuti berbagai prosedur legal yang ditetapkan oleh pemerintah kedua negara,” katanya.
Reporter: Isfiansyah
Redaktur: Arman Hairiadi