Salah Eja, Hacker Gagal Curi Dana

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – DHAKA – Jangan pernah menyepelekan ejaan. Setidaknya, itulah pelajaran yang bisa kita petik dari kasus pembobolan Bank Sentral Bangladesh. Gara-gara salah eja, peretas yang awalnya berniat melarikan dana USD 1 miliar (sekitar Rp 13 triliun) hanya bisa memindahkan USD 80 juta (sekitar Rp 1 triliun).

Pembobolan Bank Sentral Bangladesh itu kali pertama diungkap New York Federal Reserve alias Bank Sentral Amerika Serikat (AS). Bulan lalu, Bank Sentral AS yang lebih tenar dengan nama The Fed menerima permohonan izin transfer bertubi-tubi dari Bank Sentral Bangladesh. The Fed menyebut ada lebih dari 30 request yang masuk. Negara tujuan transfer adalah Filipina dan Sri Lanka.

’’Pelaku membobol sistem keamanan Bank Sentral Bangladesh dan menggunakan surat otoritas transfer untuk melancarkan aksinya,’’ kata salah seorang pejabat senior bank tersebut kemarin (11/3). Berbekal surat itu, pelaku lantas memindahkan dana ke Filipina. Total ada empat kali transfer dengan nilai nominal mencapai USD 80 juta (sekitar Rp 1 triliun).

Saat akan melakukan transfer yang kelima, pelaku salah mengeja nama alamat tujuan. Seharusnya, dana USD 20 juta atau setara dengan Rp 260,9 miliar itu pelaku kirim ke Shalika Foundation. Namun, pelaku salah mengeja kata ’’foundation’’. Nama yayasan nonprofit Sri Lanka tersebut menjadi Shalika Fandation. Kesalahan eja itu langsung memancing kecurigaan Deutsche Bank.

Sebagai salah satu bank yang dilewati jalur transaksi, bank Jerman tersebut langsung mengontak Bank Sentral Bangladesh. Bersamaan dengan itu, The Fed juga mengontak Bank Sentral Bangladesh karena menerima terlalu banyak permintaan transfer pada waktu yang sama. Dari komunikasi tersebut, transfer kelima dapat digagalkan. Bank Sentral Bangladesh pun sadar bahwa sistem keamanannya bobol.

Begitu sadar, Bank Sentral Bangladesh langsung bekerja sama dengan banyak pihak untuk mengembalikan dana yang dicuri peretas itu. Aksi tersebut sukses. Peretas pun gagal mencuri dana USD 850 juta (sekitar Rp 11 triliun) dari Bank Sentral Bangladesh. Sayangnya, pemerintah maupun bank yang bersangkutan tidak mau memberikan keterangan secara terperinci tentang kasus itu.

Seorang sumber pemerintah Bangladesh menyatakan, sampai sekarang pihaknya masih berusaha mendapatkan kembali dana yang telah tertransfer ke Filipina. Tapi, pengembalian dana tersebut tidak akan mudah.

Sementara itu, tentang peretas yang diduga berjumlah lebih dari satu, Bangladesh menyatakan tidak bisa melacak jejaknya. ’’Kami sudah memperbaiki sistem keamanan bank kami. Tapi, peluang kami sangat tipis untuk bisa menangkap pelaku,’’ terang sumber pemerintah yang merahasiakan namanya itu. (Reuters/hep/c23/any)