eQuator – SUKADANA-RK. Satpol PP Kabupaten Kayong Utara mememukan sejumlah buku ‘sesat’ dari tangan salah seorang pengikut eks Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara). Buku itu kini berada di tangan Bupati Hildi Hamid.
“Jadi buku itu diamankan dari salah satu orang yang diketahui eks Gafatar mengontrak di salah satu rumah di Sukadana,” jelas Hildi seraya memperlihatkan empat paket buku itu kepada insan pers, di gedung Balai Praja, Kantor Bupati Kayong Utara, Jumat (22/1).
Judul-judul buku yang diamankan tersebut antara lain “Kewajiban Menghormati Hari “Ketujuh” (Sabath)”, “Memahami Makna Kerajaan Allah”, dan “Teologi Abraham Membangun Kesatuan Iman Yahudi, Kristen dan Islam”.
Di buku ke empat yang berjudul “Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan”, ada tulisan “Kebangkitan yang dibenci tapi dirindukan”. Penulis buku itu berbeda-beda. Salah satunya adalah Ahmad Musadeq yang mengaku sebagai Nabi di kalangan Gafatar.
Hildi mengaku sempat membaca buku tersebut sekilas. Dikatakannya, buku itu mengajarkan ideologi yang mengarah pada penyatuan Yahudi, Kristen, dan Islam.
Sebelumnya, saat pertemuan di Balai Praja yang dihadiri Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto, Hildi sempat membawa empat buku tersebut. Ia sengaja membawanya sebagai informasi kepada warga Kayong Utara agar lebih selektif terhadap buku, terutama yang memalingkan akidah.
Kapolda Arief datang ke sana guna memastikan apa yang terjadi di Kayong Utara. “Karena KKU dan Ketapang terbilang cukup banyak warga pendatang (eks Gafatar, Red) ini, sehingga saya sudah koordinasi dengan Pak Bupati harus dijaga semuanya, baik pendatang maupun warga lokal. Jangan sampai ada yang jadi korban,” ucapnya.
Ketika dikonfirmasi soal kabar para pendatang siap dipulangkan namun akan kembali datang, Arief bilang silakan. “Selama semua mengikuti prosedur yang baik dan tidak ada yang aneh-aneh, tidak ganggu kehidupan masyarakat setempat (masyarakat lokal). Kan istilahnya dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung,” ungkap dia.
Masyarakat Kalbar tidak mempersoalkan pendatang, ia meyakini, asal mereka bisa hidup bertoleransi tidak mengisolasi diri yang berujung kecurigaan. Arief juga berharap rekan-rekan media bisa menjaga keseimbangan pemberitaan.
“Jangan sampai berita justru menimbulkan persepsi yang beda-beda dalam benak seseorang. Mungkin Pak Bupati melihat gambar wanita ini cantik, namun menurut saya belum tentu dia cantik, wong dia berjenggot,” selorohnya seraya menunjuk seorang wartawan.
Laporan: Kamiriluddin
Editor: Mohamad iQbaL