Kata orang, pertengkaran dalam rumah tangga adalah bumbu dari kemesraan pasangan suami istri (pasutri). Karenanya, cekcok dan perang mulut sudah biasa dialami para suami istri. Paling-paling dalam, dua hari pertengkaran itu sudah reda.
Tapi hal itu tak berlaku bagi Karin. Marahnya belum akan reda jika belum masak menu spesial campur racun tikus untuk sang suami. Nah loh…
Kebiasaan Karin, 37, yang satu ini entah apa namanya. Sebab bukan sekali dia menciptakan kreasi masakan dengan tambahan bumbu racun tikus. Ya, racun! Benar-benar racun yang biasa dibeli untuk membunuh tikus.
Bagi Karin, racun tikus tak hanya untuk membunuh hewan yang biasa dianggap hama di rumah itu. Namun, juga “hama” di kehidupan rumah tangganya yang tak lain adalah suaminya sendiri, Donjuan, 44. Khususnya waktu dia sedang marah dengan suami keduanya itu.
Hal itu baru disadari Donjuan pada tahun lalu. Sebab tahun itu, intensitas perang mulut antara dia dan Karin terbilang sedang puncak-puncaknya.
“Bisnis saya lagi mandek. Dua tahun lalu, saya dipecat dari pekerjaan sebelum ini. Lalu, usaha sampingan saya memasarkan travel haji juga belum ada untungnya. Ekonomi juga limbung. Istri jadinya ribut melulu,” keluh Donjuan.
Masalah kecil mulai soal belanja, iri dengan tetangga, atau sekadar menaruh baju kotor tidak pada tempatnya, selalu jadi pemicu perang mulut di antara keduanya.
Memang sejak delapan tahun menikah, jika mereka bertengkar, Karin lah yang selalu mengalah. Walaupun dia yang memulai, ketika Donjuan mulai emosi dan tidak terkontrol, Karin yang selalu tahu kapan waktunya dia harus diam dan meredam emosi.
Memang ada acara ngambek, tapi besok paginya sudah senyum-senyum dan mesra lagi. Seperti biasanya, Karin juga menyajikan sarapan dengan masakan kesukaan Donjuan yakni semur ikan mujaer.
“Saya sampai niteni (ingat, Red), setiap habis berantem sama dia, terus dia baikin saya lagi. Saya dimasakkan makanan kesukaan semur mujaer. Tapi ya gitu, saya juga niteni kalau setelah makan masakannya itu, pasti saya langsung sakit. Perut mual, muntah-muntah dan pusing sampai saya masuk rumah sakit,” ulas Donjuan.
Mulanya, Donjuan hanya berfikir jika dia kualat dengan istrinya. Seperti pepatah Jawa, bukan hanya suami yang malati tapi juga istri. Makanya kalau sudah kumat sakitnya, dia lalu minta maaf ke Karin dan berjannji tidak akan mengulangi kesalahannya.
Namun ternyata pelan-pelan seiring dengan intensitas pertengkaran yang mereka alami, penyakit mual dan pusing Donjuan semakin sering menyerang. Bahkan suatu ketika sampai keluar busa dari mulutnya hingga dia dilarikan ke unit gawat darurat (UGD).
Dari sanalah akhirnya Donjuan mengetahui kalau selama ini makanan yang disajikan Karin mengancung racun. “Kata dokter, saya keracunan. Saya diberi tahu langsung oleh dokter karena saat itu anak saya yang mengantar ke rumah sakit,” katanya.
Biasanya, memang dirinya cuma diantar Karin berobat ke puskesmas. Kemudian yang memberitahu kalau selesai periksa adalah Karin yang katanya menirukan nasihat dokter. “Menurut Karin sih, bilangnya cuma karena saya terlalu banyak pikiran hingga lambungnya masalah,” terus dia.
Selang beberapa waktu, Donjuan semakin curiga ketika anaknya cerita kalau dia selalu dilarang ibunya untuk makan masakan kesukaan ayahnya yang dimasak Karin. Anak tersebut adalah anak kandung Donjuan dari istri pertamanya yang sudah meninggal.
Menurut Donjuan, anaknya tersebut bercerita sering menemukan racun tikus di dapur. Namun yang aneh, racun itu justru ada di cobek yang biasa untuk membuat sambal.
“Nggak waras perempuan itu. Jangan-jangan suaminya dulu itu matinya juga karena diracun. Jangan sampai saya juga mati demikian. Jadi mending saya cerai duluan,” pungkas Donjuan saat ditemui di Pengadilan Agama (PA) Surabaya, akhir pekan lalu. (Radar Surabaya/JPG)