Ngobrol Soal Indikasi Penyalahgunaan KILB

Dewan Sanggau Meeting Bersama Bea Cukai Entikong

Jumadi.

eQuator – Sanggau-RK. Keluhan masyarakat terhadap indikasi ketidakadilan dalam penangkapan barang dagang tradisional di daerah perbatasan menjadi isu yang dibahas dalam kunjungan kerja Ketua, Wakil Ketua, beserta Anggota DPRD Sanggau di Entikong, Kamis (7/1).

Ketua DPRD Sanggau, Jumadi mengatakan, kunjungan kerja itu didasari laporan masyarakat. Ia bersama jajarannya menggelar rapat bersama pihak Bea Cukai (BC).

“Jadi dalam rapat ini laporan Bea Cukai justru Kartu Identitas Lintas Batas (KILB), itu yang disalahgunakan masyarakat yang dititipkan oleh pengusaha. Terjadilah semacam penumpukan pembelian barang dari perbatasan,” ujar Jumadi di Kantor Camat Entikong.

Dikatakannya, satu orang warga Entikong ataupun Sekayam yang memiliki KILB tersebut hanya bisa belanja tak lebih dari 600 Ringgit Malaysia (RM). “Kalau masyarakat ikut aturan itu, mungkin tidak ada masalah. Sebenarnya KILB tersebut tidak boleh dititipkan, melainkan orang yang bersangkutan hanya boleh mengunakannya. Kita junjung tinggi regulasi yang telah ditetapkan pemerintah,” paparnya.

Hanya saja, dugaan titip-menitip itu, kata Jumadi, masih perlu dibuktikan. “Seharusnya masyarakat juga hadir di sini (pertemuan di kantor camat,red). Benar ndak mereka nitip? Apa masalah mereka nitip kartu itu, apakah dapat fee? Kita juga harus tahu itu,” tanya dia.

Wakil DPRD Sanggau, Fransiskus Ason mengatakan, Dewan mendapatkan masukan-masukan, terkait masalah maupun kendala yang ada. “Hal tersebut akan dibahas lagi di kementerian,” tuturnya.

Dikonfirmasi, Kasi Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Entikong, Tedy Kusuma Wijaya memaparkan aturan dalam Border Trade Agreement (BTA). Izin perdagangan tradisional hanya untuk dua kecamatan, Entikong dan Sekayam.

“Nah, pedagang di dua kecamatan itu ada yang meyalahgunakan (aturan,red) ini. Mereka bawa barang ke luar bahkan sampai Pontianak. Kalau sudah ke situ, yang tahu persis ya pihak kepolisian, ” ungkapnya.

Ketentuan tersebut ditetapkan dengan dibuatnya KILB, diserahkan langsung kepada masyarakat dengan batasan belanja 600 RM setiap bulannya per pemegang kartu. “Yang boleh memiliki KILB yang berdomisili di Kecamatan Entikong dan Sekayam. Masa berlaku kartunya setahun, selanjutnya bisa diperpanjang lagi, ” beber dia.

Namun, bisa saja dititip dengan pertimbangan yang diambil dari pimpinan BC karena jarak. Misalnya, di Palak Pasang dan Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong.

“Dua kampung itu jaraknya sangat jauh, jadi mereka diberikan kebijakan dari pimpinan untuk belanja. Boleh diwakilkan atau dititip sama satu orang yang belanja ke Malaysia, ” jelas Tedy.

Apabila ada yang belanja melebihi kuota yang ditentukan sesuai yang tertera di KILB, akan dikenakan biaya masuk atas kelebihannya, tapi yang bersifat perdagangan tradisional. “Seperti kebutuhan sehari-hari,” tutupnya.

Laporan: Kiram Akbar

Editor: Hamka Saptono