eQuator – Sukadana-RK. Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) tahun 2015-2025 meluas menjadi 108.043,90 hektar dari 90 ribuan hektar dari pemahaman warga sebelumnya. Para kepala desa (Kades) di KKU yang memilki wilayah TNGP dibikin geger karena baru saja Pemdes dan Pemkab Kayong Utara mengukur peta administrasi desa.
RPJP TNGP tahun 2015-2025 dihelat di Hotel Mahkota Kayong di Sukadana, Selasa (15/12). Dihadiri berbagai stakeholder dari kedua Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara, tempat TNGP berada.
Beberapa peserta yang hadir dalam Penyusunan RPJP 2015-2025 ini dihujani beberapa pendapat dan masukan dari peserta yang hadir. Mulai dari Kepala Desa (Kades) Harapan Mulya M Tarmizi mengatakan, berdasarkan data ada yang dikeluarkan melalui SK 4191/Menhut-IV/KUHP/2014 tentang penetapan kawasan hutan TNGP yang saat ini seluas 108.043,90 hektar. Telah terjadi penambahan luas wilayah TNGP, sehingga perlu dijelaskan oleh pihak TNGP atas dasar apa penambahan luas wilayahnya.
“Kami ingin mengetahui luas spesifik TNGP yang masuk di wilayah Kabupaten Kayong Utara. Keputusan Menteri Kehutanan tahun 2014 ini, telah terjadi penambahan-penambahan. Kami ingin mengetahui pula dasar-dasar penambahan itu. Tentunya akan berdampak kepada masyarakat karena kami sebagai kepala desa tidak mengetahui dasar-dasar penambahan itu,” terang M Tarmizi.
Ia mendesak pihak TNGP untuk dapat memberikan penjelasan terkait hak-hak yang harus didapat masyarakat yang berdomisili di kawasan TNGP. Seperti hak mendapatkan akses jalan yang baik, karena akses jalan ini sangat dibutuhkan masyarakat.
“Apa yang dibuat pihak TNGP terkait hak asasi manusia, melihat dari kebutuhan masyarakat seperti infrastuktur jalan yang berkaitan dengan masyarakat yang sudah sejak dulu sudah tinggal di wilayah yang dikatakan TNGP, barangkali ada solusi-solusinya, ” jelas M Tarmizi.
Kabid Inperentasi dan Pemetaan Dinas Kehutanan Kabupaten Ketapang, Ahmad Zain memberikan pandangannya, setiap kebijakan yang ditetapkan pemerintah pusat, dalam hal ini penetapan kawasan TNGP yang di kawasannya terdapat masyarakat, maka kebijakan itu haruslah memakmurkan masyarakat. Sebagaimana diketahui, sebuah kawasan hutan taman nasional yang dilindungi maka ada aturan-aturan yang telah dibuat, salah satunya yang paling dasar ialah masyarakat dilarang menebang pohon di kawasan TNGP.
“Ilustrasinya begini, ketika pemerintah punya kepentinga nasional terhadap potensi-potensi suatu kawasan, kemudian dengan kepentingan itu pemerintah mengambil alih seluruh area itu (Taman Nasional) untuk kepentingan nasional, dan menutup hak-hak masyarakat, menutup hak-hak untuk kepentingan nasional semestinya harus di imbangi dengan kompensasai,” Kabid inperentasi dan pemetaan Dinas Kehutanan Kabupaten Ketapang Ahmad Zain.
Ia berharap ada program-program yang berbeda yang diberikan pemerintah, sehingga dapat merubah pola pikir masyarakat, yang selama ini masih banyak bertegantungan dengan hasil hutan. Selama ini program-program yang dibuat tidak jarang membuat masyarakat yang menjadi korban, karena aturan-aturan yang dibuat tidak memberikan solusi bagi masyarakat.
“Misalnya dengan opsi, masyarakat yang berada di kawasan taman nasional dikeluarkan di pemukimannya, digantikan dengan pemukiman di luar Taman Nasional. Kalau persawahan di TNGP, mereka diberikan sawah di tempat lain. Harus ada ekonomi yang bersifat tunai, atau menanggung biaya sekolah anaknya, atau lapangan pekerjaan yang disediakan. Itu akan menghindari kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat,” jelasnya.
Ia pun mengharapkan ada batas-batas jelas terkait TNGP, karena sampai saat ini memang belum ada batas-batas fisik yang dapat dilihat secara kasat mata, untuk mengetahui sebuah kawasan hutan yang merupakan kawasan taman nasional.
Konsultan RPJP 2015-2025, Haryanto R Putro sependapat dengan beberapa masukan yang diberikan dari berbagai stakeholder. Menurutnya memang menjadi penting penetapan batas-batas wilayah taman nasional, sehingga baik bagi desa, maupun pihak Balai TNGP.
“Batas-batas administrasi ini harus jelas, batas Taman Nasional ini harus jelas, sehingga kita tahu, sekian persen wilayah desa yang masuk diwilayah Taman Nasional, lalu kalau itu masuk taman nasional apa program pembangunan yang bisa kita sepakati dengan pengelola taman nasional. Supaya bisa mengambil win-win solusi antara masyarakat dan TNGP. Ini yang menjadi harapan disemua titik. Ini akan menjadi penting, untuk menentukan kompensasi,” terang Haryanto R Putro.
Ganti Rugi
Terkait ganti rugi kepada masayarakat yang bertempat tinggal di kawasan TNGP, menurutnya bisa saja dilakukan pemerintah melalui program yang direncanakan pemerintah daerah dengan system ganti rugi. Pembiayaannya melalui APBD atau APBN.
“Kalau untuk ganti rugi, kompensasi itu bisa di bikin programnya. Itu pernah terjadi di beberapa taman nasional lain yang ada yang bikin program seperti itu, masyarakat diberi kompensasi masyarakat keluar. Untuk TNGP, mestinya bisa tetapi harus dikembangkan bersama-sama pemerintah daerah. Misalkan bikin program transmigrasi lokal, disediakan dananya, dananya ini dibiayai mungkin dengan sebagian APBD, atau sebagian dari APBN, sebagian mungkin bisa dibiayai dari pihak ketiga, misalnya ada donatur yang mau bantu, ya bisa juga,” tambahnya.
Kepala Distric Officer Gemawan KKU, Agus Budiman juga menyesalkan karena luasan TNGP bertambah kurang sosialisasi. Dibuktikan Kades Harapan Mulia, Kades Pangkalan Buton, Kades Sedahan Jaya, dan Kades Riam Berasap Jaya mempertanyakan sosialisasi. Apalagi seluruh desa di KKU wajib menyelesaikan peta administrasi desanya sebelum tahun 2015 berakhir, namun sosialisasi perluasan TNGP dilakukannya tidak jelas.
“Mengenai SK tersebut sudah saya coba minta dalam forum RPJP TNGP tahun 2015-2025 itu namun tidak diberikan. Mereka beralasan belum menerima salinan di mana masih di BPKH, beberapa kades di antaranya Kades Harapan Mulya, Riam Berasap Jaya, pangkalan Buton dan Sedahan Jaya juga mempertanyakan tidak adanya sosialisasi sebelumnya. Dan mereka juga mempertanyakan batas wilayah desa dengan TNGP ini terkait dengan perencanaan tata ruang desa,” tutur Agus Budiman yang juga hadir di RPJP TNGP tahun 2015-2025.
Laporan: Kamiriluddin