eQuator.co.id – Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Entikong, Sanggau, kembali memulangkan TKI bermasalah. Salah satunya anak di bawah umur.
Wajahnya lugu. Begitu belia. Namun, kerasnya hidup yang dia jalani membuatnya harus mengalami perjalanan dari Entikong menuju Pontianak hanya membawa dan mengenakan sebuah T-shirt dan celana pendek.
Bernada polos, Sutanta menceritakan kepergiannya dua tahun lalu ke Negeri Jiran. “Waktu saya baru selesai SMP, diajak sama Rendi (teman sekampungnya,red) untuk kerja ke Malaysia,” tuturnya, di halaman kantor Dinas Sosial Kalbar, Jalan Sultan Syahrir, Pontianak, Kamis (18/8) pukul 20.00 WIB.
Pemuda kelahiran 8 Juli 2000 ini menyebut keluarganya membayar Rp7 juta untuk keberangkatannya dari Banten ke Malaysia pada tahun 2014. ”Dulu naik bus dari kampung, terus naik pesawat ke sini (Pontianak,red),” jelasnya. Logatnya sudah Melayu banget.
Dua hari di Pontianak, menunggu paspor jadi, ia diberangkatkan ke Entikong. Tak tampak raut bingung di wajahnya ketika diwawancarai. Hanya sedikit grogi karena dikerumuni banyak orang yang membawa kamera.
Di Malaysia Timur, kata dia, bekerja selama dua tahun di sebuah kedai makan sebagai asisten koki. “Saye dibayar RM 700 perbulan (sekitar Rp2,3 juta dengan kurs sekarang Rp3.277 per RM,red),” ungkapnya.
Uniknya, ketika ditanya sambil lalu apakah dia bisa menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Sutanta langsung menundukkan kepala dan menjawab, “Saya tak bisa, sudah tidak hapal lagi”.
Perlu diingat, menurut Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri Pasal 35, perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI swasta wajib dilakukan terhadap calon TKI yang telah memenuhi persyaratan: a. Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 ( dua puluh satu) tahun.
Terkait hal tersebut, kepolisian sedang mendalami apakah ada indikasi human trafficking di balik kasus TKI di bawah umur ini. “Akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengembangkan temuan ini,” ungkap IPDA Bambang Irawan, yang saat ini bertugas membantu seksi perlindungan BP3TKI Pontianak.
Tambah dia, kasus diproses berdasarkan Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Sementara itu, total TKI yang dipulangkan berjumlah 83 orang. Lebih banyak 20 orang dibanding yang dikembalikan ke Indonesia pada Sabtu (6/8) lalu. Ketika melewati perbatasan, jajaran Polsek Entikong telah melakukan screening terhadap mereka.
“Beberapa permasalahan yang dialami mereka itu ada yang tidak ada paspor dan permit (izin kerja), ada yang gaji atau pekerjaannya tidak sesuai, juga ada yang sakit,” tutur AKP Kartyana, Kapolsek Entikong, via seluler.
Lanjut dia, Kamis (18/8), mereka datang di PPLB Entikong menggunakan dua Bus Borneo dan dua mobil Ben Van Imigresen Bekenu Miri Malaysia. “Sekitar jam 07.00 lah,” jelasnya.
Mereka berangkat dari Entikong ke Pontianak sekitar pukul 11.20 WIB. “Diberangkatkan dari kantor Unit Latihan Kerja Industri (ULKI) Entikong,” tambah mantan Kapolsek Pontianak Selatan itu.
Dari ULKI, disiapkan tiga bus yang membawa para TKI deportasi ini. Bus-bus bernomor polisi KB 7110 A, KB 7505 LA, dan KB 7816 A, itu masing-masing membawa tidak kurang 27 orang.
Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan BP3TKI Pontianak, Andi Rahim, melalui stafnya, Reinhard menyebut, biaya pemulangan mencapai Rp7,5 juta. “BP3TKI mengeluarkan dana pemulangan untuk masing-masing bus itu sebesar 2,5 juta,” bebernya.
Dari total 83 orang tersebut, empat diantaranya perempuan. “Kali ini semua lengkap, ndak ada yang turun di jalan,” ungkap Yuline, Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Kalbar, melalui staf pemulangan TKI, Agustini.
Setelah dilakukan pendataan, ditemukan 25 TKI yang memiliki paspor dan satu surat perjalanan laksana paspor (SPLP). Sedangkan 57 orang lainnya tidak memiliki dokumen perjalanan.
Pada pemulangan kali ini, 47 TKI berasal dari Kalbar, 13 orang dari Sulawesi Selatan, 23 orang lainnya berasal dari berbagai provinsi lain seperti NTB, NTT, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Lampung, dan Banten. (*)
Marselina Evy, Pontianak