52 Hotspot Terpantau di Kalbar

Pemprov Kalbar Gelar Pembekalan Kesiapan Hadapi Karhutla

WASAPADA KARHUTLA Sekda Kalbar, AL Leysandri menghadiri Pembekalan Kesiapan Menghadapi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Wilayah Provinsi Kalbar di Hotel Kapuas Palace, Rabu (26/6). Humas Pemprov Kalbar for Rakyat Kalbar

Bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) merupakan bencana yang menjadi perhatian nasional. Kalbar merupakan salah satu provinsi yang memiliki lahan gambut yang luas, sekitar 1.680.000 hektar. Ketika musim kemarau sangat mudah terbakar, sehingga mengakibatkan bencana asap. Hingga 23 Juni 2019, sebanyak 52 hotspot terpantau di Kalbar.

Rizka Nanda, Pontianak

eQuator.co.id – “Dengan adanya anggota Satgas Gabungan Karhutla TNI yang berjumlah 1.000 orang, saya berharap karhutla di Kalbar tahun ini dapat terkendali,” harap Sekda Kalbar, AL Leysandri ketika menghadiri Pembekalan Kesiapan Menghadapi Karhutla di Wilayah Provinsi Kalbar, Rabu (26/6) di Hotel Kapuas Palace.

Penanganan karhutla yang menitikberatkan pada aspek pencegahan dan kasiapsiagaan, diharapkan semakin baik, karena pemerintah pusat dan pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dapat memerankan fungsinya masing-masing dengan baik, terarah, terkoordinasi dan terpadu, mulai sejak penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana sampai penanganan dampaknya.

Sebagai bahan evaluasi, mantan Sekda Sanggau itu mengatakan, berdasarkan pantauan Satelit NOAA 19 (National Oceanic and Atmospheric Administration) pada tahun 2018 di Provinsi Kalbar jumlah hotspot yang terpantau sebanyak 1.569 hotspot. Paling banyak terdapat di Kabupaten Ketapang sebanyak 299 hotspot, Kabupaten Sintang sebanyak 266 hotspot dan Kabupaten Kubu Raya sebanyak 132 titik. “Tahun 2019, sampai tanggal 23 Juni 2019 terdeteksi 52 hotspot di seluruh Kalbar,” ujarnya mengutip laman sipongi.menlhk.go.id.

Di tempat yang sama, Staf Ahli Kepala BNPB, Mayjen TNI (Purn) Komarudin Simanjuntak mengatakan, karhutla merusak ekosistem hutan di Indonesia. Kerusakan ekosistem tersebut dapat berdampak pada kepunahan satwa dan musnahnya keanekaragaman hayati. Hilangnya potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem dapat berdampak dan berpotensi untuk menimbulkan ancaman bahaya tertentu, yaitu dengan adanya emisi gas rumah kaca, berkurangnya carbon, perubahan kuantitas kerapatan dan kualitas tutupan lahan (jenis tanaman), perubahan jenis, pola, dan distribusi tutupan lahan (Iahan terbangun, lahan pertanian, lahan perkebunan dan lain-lain, peningkatan polusi di permukaan tanah dan air, peningkatan polusi di tubuh air dan air tanah, kehilangan keragaman flora dan fauna, kehilangan habitat flora dan fauna. “Karhutla akan sangat sulit dipadamkan dan akan sangat efektif pemadamannya bilamana pada saat musim penghujan,” katanya membacakan amanat Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo.

Karakeristik lahan gambut sangatlah unik, kedalamannya mencapai hingga lebih 20 meter. Penyiraman melalui helikopter, rekayasa teknologi modifikasi cuaca dan hujan buatan hanya bersifat sementara. Pemadaman yang paling efektif adalah bilamana terjadi curah hujan yang lebat secara alami. Oleh karenanya tugas kita semua menjaga agar jangan sampai ada kebakaran, jangan sampai ada yang terbakar, jangan sampai ada yang membakar,” ajak Komarudin.

Kemudian, mantan Danjen Kopassus juga menegaskan, inilah pentingnya membumikan konsep Kenali Ancamannya, Siapkan Strateginya.” Antisipasi tersebut dapat dilakukan melalul pencegahan dengan tiga pendekatan, Pertama, pendekatan kesejahteraan. Kedua, pedekatan lingkungan hidup. Ketiga, pendekatan hukum.

Pendekatan kesejahteraan, erat kaitannya dengan upaya untuk mengelola kondisi sosial ekonomi masyarakat. Mengajak masyarakat di sekitar untuk berpartispasi mengelola lingkungan dan hutannya, mengimbau para pengelola yang memiliki hak pengelolaan yang berbasis hutan dan lahan, untuk membina dan membantu masyarakat di sekitar.

Pendekatan lingkungan hidup, adalah upaya untuk memastikan pemanfaatan ruang, dalam hal ini hutan dan lahan dikelola secara lestari, serta menjaga ekosistem secara alami.

Adapun pendekatan hukum, pemerintah dalam hal ini selaku regulator, memiliki kewenangan yang terkait dengan penegakan hukum, namun upaya ini harus semua unsur terlibat dan terkait satus sama lainnya. “Ketiga pendekatan tersebut, menjadi upaya saling terkait yang harus dilakukan secara simultan. Sesuai dengan PP Nomor 21 Tahun 2008, penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan maka menjamin untuk terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan terkoodinasi,” ujarnya.

Dikatakannya, BNPB telah mendapat dukungan dari Panglima TNI dan Kapolri untuk menyiapkan dukungan oleh Panglima TNI dan Kapolri, menyiapkan pasukan TNI/Polri tidak kurang dari 3.000 personel, baik untuk pencegahan maupun untuk operasi pemadaman serta penindakan hukum.

Pelibatan pasukan ini juga berfungsi memberikan pendampingan kepada masyarakat tentang bagaimana mengelola hutan dan lahan pada saat musim kemarau untuk pencegahan, serta memberikan pemahaman kesiapsiagaan dalam menghadapi kebakaran hutan dan lahan sebagai perwujudan masyarakat Indonesia dengan budaya gotong-royongnya.

Dimulainya gerakan ini, dia mengimbau dan mengajak kepada semua pihak untuk ikut partisipasi mendukung program pencegahan karhutla. Diperlukan suatu sinergitas bersama untuk membangun ketangguhan dan mewujudkan mekanisme yang komprehensif dalam melindungi alam. “Mari bersama-sama mengelola dan menjaga lingkungan yang kelak kita wariskan kepada generasi penerus bangsa,” imbuhnya.

 

Edotor: Yuni Kurniyanto