eQuator.co.id – Layanan internet kini sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Khususnya untuk keperluan pembelajaran dan administrasi sekolah. Sayangnya sampai sekarang masih ada 48.065 unit sekolah belum teraliri internet. Solusi ekstrim berupa pembuatan satelit khusus sedang dikaji.
Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) Kemendikbud Ari Santoso menuturkan penyebab sekolah-sekolah itu belum terjangkau internet. ’’Diantaranya karena 15.063 unit sekolah diantaranya belum dialiri listrik. Bagaimana bisa ada akses internet, jika listrik saja belum ada,’’ jelasnya kemarin.
Penyebab berikutnya adalah sekolah itu ada di lokasi yang terpencil. Kemudian juga ada di daerah lembah pegunungan. Sinyal internet yang dipancarkan melalui tower BTS (base transceiver station) tidak bisa menjangkau. Jalan satu-satunya yang paling efektif adalah pemanfaatan internet berbasis satelit.
Sayangnya internet berbasis satelit itu ongkosnya sangat mahal. Untuk kecepatan 2 Mbps saja dibutuhkan biaya Rp 13 juta/bulan/sekolah. Angka itu tidak efektif, karena ada sekolah yang jumlah siswanya sedikit. Sehingga sekarang Dewan TIK Nasional (Wantiknas) sedang mengkaji pembuatan satelit sendiri yang khusus untuk pemancar data.
Ari mengatakan sudah berkonsultasi terkait penggunaan satelit khusus itu. Ternyata dihitung-hitung ongkosnya tidak terlalu mahal. Yakni sekitar USD 2 (Rp 26 ribu)/siswa/tahun. ’’Diambilkan dari dana BOS masih mencukupi,’’ tuturnya. Namun Ari mengatakan pembuatan satelit khusus untuk akses internet itu butuh wakti sekitar empat tahun.
Ari menuturkan banyak sekali pemanfaatan internet di sekolah. Diantaranya adalah untuk mengakses layanan dan sumber belajar. Kemudian juga untuk kepentingan administrasi seperti update data pokok pendidikan (Dapodik). Dia menuturkan ada operator Dapodik yang harus ke dinas pendidikan kabupaten atau sewa warnet di kota untuk update data.
Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah menuturkan perluasan akses internet memang penting. Bisa diupayakan dengan jaringan kabel atau satelit. ’’Mana yang lebih terjangkau, silahkan dipilih,’’ tuturnya.
Namun dia mengingatkan supaya pemerintah tidak melupakan urusan budaya memanfaatkan internet. Baginya selama ini kampanye budaya menggunakan internet secara positif untuk kalangan siswa, guru, dan tenaga kependidikan lainnya belum digarap maksimal. ’’Jangan sampai akhir pekan penggunaan data tinggi, karena untuk download film,’’ tuturnya.
Ferdi berharap kampanye menggunakan akses internet di sekolah dengan bijak dilaksanakan secara terus menerus. Sebab baginya membangun budaya itu butuh waktu yang lama. Dia menuturkan DPR siap membantu kampanye budaya menggunakan internet itu. (wan)