LHOKSEUMAWE – Sebanyak 30 persen dari pelaku LGBT di Kota Lhokseumawe terdeteksi mengidap HIV-AIDS. Pemerintah dan unsur terkait didesak segera melakukan penanganan bijak untuk memutus mata rantai penyebaran virus mematikan tersebut, sekaligus melakukan tindakan agar para pelaku seks menyimpang tersebut bisa kembali hidup normal.
“Ada 300 lebih pelaku LGBT di kota ini , 30 persen diantaranya pengidap HIV-AIDS. Mereka terjangkit akibat perilaku seks menyimpang. Terutama golongan Gay dan Waria,” ungkap Chaidir, Direktur Yayasan Permata Atjeh Peduli (YPAP) di Lhokseumawe, Selasa (1/3).
Menurut Chaidir, dalam hal ini Pemerintah Kota maupun Aceh didesak untuk tidak melakukan tindakan intimidasi secara fisik maupun mental terhadap para LGBT, karena dikhawatirkan komunitas tersebut akan semakin menutup diri. Bila itu terjadi, imbasnya semakin sulit bagi pihak manapun untuk memutus mata rantai penyebaran HIV di kota tersebut.
“Mereka harus diberi ruang khusus agar bisa kembali hidup normal, seperti pendekatan secara kekeluargaan, diberi penyuluhan tentang bahaya seks bebas dan perilaku seks menyimpang lainnya secara kontinyu. Kami di YPAP sudah melakukan itu sejak 2012, dan hasilnya banyak dari mereka yang sudah bisa hidup normal dan kembali ke lingkungan keluarga yang lebih sehat,” terang Chaidir.
Ia juga menambahkan, pendekatan agama juga salah cara ampuh untuk mengubah perilaku para LGBT. Apalagi Islam sangat menentang perilaku sek yang tidak sesuai Syariat. “Kami di YPAP sangat yakin perilaku LGBT bisa berubah bila pemerintah dan pihak terkait lainnya serius menanganinya dengan cara-cara yang sudah pernah kami lakukan,” tambahnya.
Ada Pejabat, Karyawan Perusahaan Besar dan PNS
YPAP juga menyampaikan data dari survey yang dilakukan secara mendalam ke komunitas LGBT yang ada di Lhokseumawe sejak 2012, bahwa tidak hanya elemen sipil biasa yang menikmati perilaku seks menyimpang. Bahkan ada yang dari golongan pejabat, PNS, karyawan Bank dan perusahaan serta golongan pelajar dan mahasiswa.
“ini adalah fakta yang kami dapatkan setelah melakukan penelitian dari kelompok tersebut. Ada pejabat juga disana, karyawan bank dan kaum intelektual. Oleh sebab itu, perlu penangan serius dan tidak bisa secara kasar. Mereka harus dirangkul kemudian barus diberikan pendidikan akan berubah,” pungkas Chaidir. (sjm/min)