16,5 Persen Perceraian Karena Selingkuh

Khairunnisa. Ari Sandy

eQuator – Mempawah. Selain tidak harmonis, tidak tanggung jawab, cemburu, cacat biologis dan poligami tidak sehat, ternyata gangguan pihak ketiga atau selingkuh menempati peringkat kedua penyebab pasangan suami-istri (Pasutri) bercerai. Pengadilan Agama (PA) Mempawah mencatat, sebanyak 73 pasutri dari 444 pasutri bercerai akibat selingkuh pada tahun 2013.
“16,5 persen cerai karena selingkuh pada tahun 2013,” ucap Panitera Muda (Panmud) Hukum PA Mempawah, Khairunnisa, Senin (23/11).

Wanita lulusan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini menjelaskan, tahun 2014 tingkat perselingkuhan menurun menjadi 12,7 persen. Meski hanya 63 pasutri, tapi tetap menempati peringkat kedua dari enam faktor penyebab cerai dari total perkara perceraian sebanyak 497 pasutrri. “Tahun 2015 kembali meningkat. Sudah 84 pasangan yang cerai karena perselingkuhan. Dipersentasikan sekitar 17,6 persen dari total keseluruhan 479 perkara,” ungkapnya.

Khairunnisa menjelaskan, data-data perceraian itu sesuai dengan putusan PA Mempawah yang telah secara resmi perpisahan pasangan-pasangan tersebut di mata hukum. Ditegaskannya, di luar data yang diperoleh PA Mempawah saat ini, masih banyak perkara yang belum dimasukkan dalam database, karena belum berkekuatan hukum berupa vonis. “Data yang ada dari perkara yang sudah diputus, namun jumlah perkara yang sedang berjalan hingga sekarang masih banyak,” bebernya,
Dia menjelaskan, fakta di persidangan juga memperkuat selingkuh menjadi salah satu faktor penyebab perceraian. “Dari permohonan izin poligami yang masuk, hanya 1 perkara dari 1.000 perkara yang ditangani pada tahun 2015,” jelasnya.

Lebih mengejutkan lagi, perkara perceraiannya belum diputuskan oleh PA Mempawah, namun ada yang sudah menikah dengan pasangan selingkuhnya masing-masing. Dia mencontohkan, para istri yang suaminya telah menjatuhkan talak secara lisan menganggap sudah bercerai. Padahal menurut undang-undang yang berlaku, perceraian hanya sah jika diucapkan di muka sidang pengadilan. “Di pengadilan lah adanya pembedaan antara cerai dan cerai gugat,” jelasnya.
Dia memaparkan, cerai talak untuk perceraian yang diajukan oleh suami, sedangkan cerai gugat adalah cerai yang diajukan oleh istri. “Saat ini ribuan perkara telah masuk. Setelah melalui proses persidangan, barulah didapatkan hasil putusan yang sah menurut UU yang berlaku,” terangnya.

 

Reporter: Ari Sandy

Redaktur: Yuni Kurniyanto

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.