Mau Pakai Ambulans, Harus Bayar Rp300 ribu Dimuka

Hati Besi Perawat di Puskesmas Lingga

MEJENG SAJA. Ambulans milik pemerintah daerah terparkir di depan Puskesmas Lingga, Kabupaten Kubu Raya, Sabtu (20/2). Sayangnya, mobil yang dibeli dari pembayaran pajak rakyat itu kini terkesan dikomersilkan. Deska Irnansyafara/Rakyat Kalbar

Malang nasib Arif Darmawan. Korban tabrak lari di kawasan Desa Lintang Batang, Kabupaten Kubu Raya, itu hanya bisa ditolong seadanya di Puskesmas setempat. Ketika dirujuk ke rumah sakit terdekat pun, pihak keluarga harus membayar uang muka ambulans Rp300 ribu tunai. Tak boleh negosiasi.

 

Deska Irnansyafara, Kubu Raya

 

Sabtu (20/2), dua perawat dan satu bidan yang bertugas di Puskesmas Lingga, Desa Lingga, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, sampai hati terhadap pemuda berusia 17 tahun itu. Tubuh siswa kelas II SMTI Pontianak tersebut penuh luka lecet dan luka robek sehingga membutuhkan pertolongan pertama dan penanganan cepat.

Namun, pihak Puskesmas Lingga tak dapat berbuat banyak menangani Arif. Alasannya, alat medis dan obat di sana terbatas. Pihak keluarga kemudian disarankan membawa Arif ke RSUD dr. Soedarso di Pontianak.

Hanya saja, luka Arif parah dan pihak keluarga tak memiliki kendaraan memadai. Ayahnya, bernama Abubakar, memohon agar anak pertamanya itu bisa dibawa menggunakan ambulans yang mejeng di depan Puskesmas.

Alangkah terkejutnya Abubakar, pihak Puskesmas meminta bayaran sebesar Rp300 ribu sekali jalan.

“Kalau mau pakai ambulans harus bayar Pak. Pembayaran itu termasuk surat rujukan. Kalau tidak, bawa sendiri saja,” tutur selembe (santai) seorang perawat bernama Hendra kepada Abubakar di depan wartawan Rakyat Kalbar.

Sang Ayah lantas tergamam mendengar kata-kata itu. “Kalau saya bayar di Pontianak, bisa ndak?” tanya Abubakar. Perawat lainnya, Edo Purwanto, berceletuk, “Tidak bisa pak, harus dibayar dimuka”.

Perawat Hendra pun kembali bertanya, “Jadi mau dibawa pakai ambulans ndak pak?”. Jawab Abubakar, “Tolong kebijaksanaan pihak Puskesmas, pembayaran ambulans di Pontianak”.

Namun, dua perawat itu tetap bersikukuh Abubakar harus bayar dimuka sebesar Rp300 ribu. “Bayarnya sama supir,” ujar perawat Hendra.

Karena datang ke Puskesmas dalam keadaan terburu-buru mendengar anaknya kecelakaan, tentu Abubakar tak membawa duit sebesar itu. Ujung-ujungnya, bapak dua anak tersebut menghubungi kerabat di Pontianak supaya Arif yang tengah terluka bisa dijemput di Puskesmas Lingga.

“Kami pakai kendaraan sendiri saja,” tutur Abubakar dengan nada lemas kepada perawat berhati besi itu.

Perawat Hendra cepat menimpali, “Kalau bawa sendiri, Bapak tanda tangan surat penolakan atas tindakan kami di sini (Puskesmas Lingga,red). Surat rujukan tidak bisa dibawa. Kalau mau pakai surat rujukan, Bapak harus pakai ambulans”.

Awak koran ini akhirnya bertanya, apa pasal surat rujukan wajib include dengan sewa ambulans? “Soalnya kita yang ngurusnya ke sana (RSUD dr. Soedarso,red). Dan harus bayar kalau menggunakan ambulans,” tukas Hendra.

Karena belum mendapat penjelasan gamblang, pertanyaan kembali diajukan: apakah selama ini jika ada korban kecelakaan yang membutuhkan pertolongan pertama harus bayar terlebih dahulu?

“Ambulans itu bayar sendiri, biarpun pertolongan pertama. Di sini memang kayak gitu,” cetus Hendra.

Ketika disinggung apakah wajib bayar ongkos ambulans itu merupakan peraturan Puskesmas atau kebijakan kepala puskesmas, Hendra tiba-tiba enggan menjelaskan. “Saya kurang tahu kalau soal itu,” kata dia.

Di meja administrasi, seorang bidan berhijab mengatakan, jika Arif memiliki Kartu BPJS, ongkos ambulans bisa bebas. “Kalau ada BPJS, mungkin bisa diklaim supaya gratis,” ujarnya.

Lucunya, Hendra menyanggah omongan itu. “BPJS tidak bisa menanggung biaya korban kecelakaan ini. Hanya perawatan saja,” ucap dia sambil memandang wajah Sang Bidan.

Sang Bidan cepat menimpali. Kata dia, “Kalau luka-luka biasa sih gratis. Kalau kecelakaan, Jasa Raharja yang menanggungnya”.

Tak mau berbelit-belit, Abubakar enggan berdebat. Sejam lebih menunggu, luka di tubuh Arif terus mengucurkan darah. Akhirnya kerabat yang dihubungi dari Pontianak pun tiba. Infus Arif kemudian dibuka untuk dibawa ke RSUD dr. Soedarso oleh rekan Abubakar, Santo dan Budiman, yang membawa mobil pinjaman.

“Biaya penanganan Rp106 ribu Pak,” potong Hendra mendatangi Abubakar yang sudah bersiap pergi.

Di tagihan yang sampai ke tangan Abubakar tertera biaya penanganan Rp50 ribu, administrasi Rp6 ribu, dan biaya lain-lain (tak jelas) Rp50 ribu. Padahal, Arif hanya diinfus saja, luka di sekujur tubuhnya tak dibersihkan.

Sesampainya di RSUD dr. Soedarso, Arif langsung dilarikan ke UGD. Ia langsung ditangani, tak ada pembayaran. Abubakar cukup menunjukkan kartu BPJS milik Arif. (*)