10 Kg Sabu-sabu Lolos Pintu Resmi

Tiga WN Malaysia, Satu WNI Diciduk, Dua DPO

SEPULUH KILO BARANG HARAM. Kepala BNNP Kalbar, Brigjen Pol Nasrullah (pegang mikropon), saat rilis pengungkapan penyelundupan sepuluh paket atau 10 kilogram sabu-sabu di kantornya, Jalan Parit Haji Husin II, Pontianak, Jumat (26/1). Di meja terlihat 10 paket narkotika tersebut, dan di sebelah kiri tampak empat tersangka mengenakan seragam biru tahanan. Ambrosius Junius-RK

eQuator.co.idPONTIANAK-RK. Rabu (24/1) jelang waktu Isya, Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) Kalbar menciduk tiga warga Malaysia dan seorang WNI di Hotel Surya Alam, Jalan Trans Kalimantan, Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya. Mereka membawa sabu-sabu 10 kilogram.

“Mobil tersebut melintasi border Entikong, dapat melewati pemeriksaan Bea Cukai karena kotak yang berisi sabu dikamuflase seolah-seolah berisi botol shampo,” tutur Kepala BNNP Kalbar, Brigjen Pol Nasrullah, saat merilis kasus ini di kantornya, Jalan Parit Haji Husin II, Pontianak, Jumat (26/1) siang.

Menurut dia, pengungkapan tersebut berkat kerja sama banyak pihak, diantaranya Polda serta TNI di Kalbar. Dan, meski lolos dari pemeriksaan Bea Cukai (BC) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) terpadu di Entikong, Kabupaten  Sanggau, Nasrullah masih berbaik hati menyebut BC ikut membantu terungkapnya kasus tersebut.

Tiga tersangka warga Malaysia penyelundup sabu-sabu 10 Kg ini berinisial ZL, LS, SF. Seorang WNI yang terlibat berinisial DV.

Awalnya, mobil bernomor polisi Malaysia berangkat ke Indonesia, Rabu (24/1) pukul 11.30 waktu setempat. ZL, LS, dan SF bersama seorang warga negara Malaysia lainnya yang disandikan polisi sebagai Charlie Papa (CP) membawa sabu-sabu itu dalam kardus berwarna cokelat bertuliskan ARMONI Natural Body Shampo. Masing-masing paket sabu-sabu dibungkus perkilogram sehingga terdapat 10 paket di kotak itu dan ditaruh di bagasi.

CP kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian Indonesia. “Mereka berangkat  empat orang. Satunya nggak ketangkap, CP yang bawa mobil itu,” ujar Nasrullah.

Lolos dari pemeriksaan di PLBN Entikong, Sanggau, empat warga negara Malaysia itu sampai di wilayah Ambawang, sekitar pukul 18.50. SF langsung menuju resepsionis memesan kamar. LS membayar kamar tersebut, kemudian menuju kamar 11 di lantai 3.

Sedangkan CP menurunkan kardus berisi sabu-sabu dan meletakannya di dekat ZL yang berdiri di di belakang truk yang terparkir di depan hotel tersebut. CP memarkirkan kendaraannya agak jauh dari hotel sambil memantau situasi. Atas perintah LS, ZL menunggu di jembatan yang berada tak jauh dari tempat CP meletakkan kotak tersebut serta menunggu DV yang akan mengambil kotak itu.

Tak berapa lama, datanglah DV menggunakan Yamaha Mio hitam menghampiri ZL. ZL langsung menyerahkan sebuah kotak. Setelah itu ZL kembali ke Hotel, sedangkan DV bersiap meninggalkan tempat serah terima.

Saat itulah, petugas BNNP Kalbar yang telah mendapat intel (informasi) langsung menyergap kedua ZL dan DV. “Mereka punya peran masing-masing. ZL dan DV disergap setelah serah terima barang itu,” papar Nasrullah.

Dalam interogasi singkat, ZL mengaku kedua temannya masih berada di kamar hotel. Petugas pun langsung mengamankan SF dan LS. Namun, CP tidak tertangkap.

“Di dalam kamar, setelah dicek, mereka berdua ada, ditangkap tidak ada perlawanan,” ujar Nasrullah.

Dikatakannya, selain CP, bos penerima sabu dari pihak Indonesia kini juga dalam pengejaran. DV diyakini hanya seorang kurir. Setakat ini, kendaraan para pembawa sabu-sabu yang berplat Malaysia sedang dikomunikasikan dengan petugas di pintu perbatasan Malaysia. Untuk diketahui siapa pemiliknya.

“Menurut informasi, CP ini ada istrinya di wilayah Pontianak. Tapi kita belum tau, karena di antara mereka ini tidak bisa (mau) menunjukkan tempat, foto orangnya kayak apa,” ungkapnya.

Imbuh Nasrullah, “Kita ketahui para pelaku kejahatan ini tentunya ada kecenderungan melindungi rekannya. Itu menjadi tanggung jawab aparat dalam pengungkapan selanjutnya”.

Ia menyayangkan usia para pelaku yang baru menginjak sekitar 19 tahun. Sebab, dalam usia belia seperti itu tetap saja perbuatan mereka merusak kehidupan bangsa ini. Sudah sepatutnya mendapatkan hukuman setimpal.

“Tidak salah kalau hukumnya mati. Bayangkan saja, 10 kilogram ini bisa merusak 50 ribu orang,” tegas Nasrullah.

Ditambahkannya, tiga WN Malaysia yang ditangkap mengklaim baru pertama kali menginjakkan kaki di Pontianak. “Mereka mengaku diajak, yang paling tau si CP. Yang pasti barang ini dibawa dari Kuching,” bebernya.

LS dan CP sudah mengetahui bahwa kardus yang mereka bawa berisi sabu-sabu. Sedangkan ZL dan SF baru diberitahu setelah melawati gerbang resmi Entikong. Nasrullah menerangkan, untuk pengembangan kasus sampai ke negeri jiran tidak memungkinkan. Yang bisa dilakukan pihaknya kini adalah antisipasi kasus serupa.

“Kita berharap pemerintah pusat melengkapi peralatan memadai untuk bisa memantau barang yang melintas di pintu perbatasan,” tukasnya.

Jika memeriksa kendaraan satu persatu dengan teliti secara manual, ia meyakini sulit dan akan mengakibatkan antrean panjang. Yang akhirnya akan mengganggu warga dan pengendara yang melintas. Sedangkan jika terlalu cepat, ada yang terabaikan dan akhirnya lolos pemeriksaan seperti kasus yang satu ini.

“Kita lebih banyak ke manualnya daripada menggunakan perlatan yang canggih, khususnya pengawasan terhadap kendaraan,” beber Nasrullah.

Jika menggunakan alat canggih, menurut dia, idealnya, ketika ada barang yang dicurigai, petugas sudah tahu posisinya. Sehingga tidak perlu membongkar setiap titik kendaraan tersebut. Hanya titik tertentu saja yang diperiksa.

“Saat ini kalau dibongkar, dibongkar semua, jadi cukup panjang prosesnya,” ucapnya.

Kemudian, dijelaskannya, jumlah personel BNNP juga jauh dari kata cukup. Jika anggotanya membantu petugas dalam pengawasan di pintu perbatasan dalam waktu lama, berarti akan menghabiskan waktu di wilayah itu. Alhasil, pekerjaan pokok si petugas di BNNP akan terbengkalai.

Dengan keterbatasan anggota ini, BNNP harus membangun sinergisitas. “BNNP dengan kekuatan segini bisa bekerja sendiri? Itu omong kosong,” ucap Nasrullah.

Lantas, apakah lolosnya sabu-sabu sampai ke Pontianak ini ada oknum petugas di perbatasan yang ikut bermain? “Untuk sementara kita tidak ada kecurigaan ke sana,” tampiknya.

Namun, dijelaskannya, ada pola kejahatan “saling kenal”. Misalnya, ada seseorang yang sering keluar masuk Malaysia, kemudian sudah kenal dengan petugasnya. Nah, karena kenal, mungkin tidak terlalu ketat diperiksa. Akhirnya, ya dimanfaatkan lah “saling kenal” tersebut.

“Makanya harus konsisten, kalau memang harus diperiksa ya diperiksa, walau itu teman atau bahkan keluarga,” pinta Nasrullah.

Maraknya narkotika masuk Kalbar, ia menganalisa, disebabkan masih adanya pengguna. Dijelaskan Nasrullah, hasil penelitian 2015, sekitar 65 ribu warga Kalbar merupakan pengguna.

“Selama para pencandu secara bebas menggunakannya, tentu dia akan mencari barang itu. Oleh karena itu berapa pun barang masuk, akan ditelan habis mereka,” terangnya.

Soal razia yang digelar pihaknya di tempat hiburan malam, baik itu razia Polda maupun BNNP, dari 70 orang pengunjung, 30 orang positif. Atau sekitar 40 persen.

“Tetapi ada juga yang menggunakan di luar, dia ke situ sudah mulai fly,” beber Nasrullah lagi.

Lanjutnya, razia pun kadang bocor, pengunjung yang ditemui orang yang sama dan positif. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna tersebut tidak memiliki kesadaran untuk pulih.

Kemudian, aturan terkait proses rehabilitasi juga kerap dimanfaatkan para pengguna. “Aturan kita kan begitu, kalau pengedar masuk sampai ke sidang, untuk pengguna direhab. Nah, upaya menyelamatkan pengguna malah disalahgunakan oleh mereka,” pungkasnya.

Di sisi lain, Kepala Seksi Narkotika dan Barang Larangan, Kanwil BC Kalbar, Agung Widi menyatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan kantor Bea Cukai Entikong. “Untuk lebih meningkatkan pengawasan,” ujarnya kepada sejumlah wartawan, di Kantor BNNP, Jumat (26/1).

Dikatakan Agung, penyebab lolosnya barang haram tersebut adalah peralatan mereka yang tak memadai. “Kalau petugas saya jamin tidak ada yang bermain, tapi untuk peralatan masih sangat minim,” tukasnya.

Peralatan X-Ray untuk menscan mobil, kata dia, pengoperasiannya diperkirakan Mei mendatang. Kanwil Bea Cukai juga hanya memiliki enam ekor anjing pelacak, padahal harus menjaga beberapa pintu perbatasan resmi. Yakni Nanga Badau, Entikong, Jagoi Babang, dan Aruk. Selain di wilayah itu, anjing pelacak digunakan pula di Bandara Supadio dan Pelabuhan.

“X Ray sudah ada tetapi belum beroperasi karena ada kendala tempat dan masih diujicoba oleh pengadanya. Jika telah berfungsi, akan lebih detail lagi, kita tidak perlu bongkar semuanya. Fokus ke titik tertentu saja. Kalau selama ini, mobil yang kita curigai kita bongkar, habis memakan waktu cukup lama,” pungkas Agung.

 

Laporan: Ambrosius Junius

Editor: Mohamad iQbaL