Diyakini, setiap pasangan tak pernah menginginkan perpisahan. Namun, tak bisa dipungkiri selalu saja ada masalah dalam rumah tangga, yang berujung banyak pasangan memilih menyerah dengan pernikahannya.
Maulidi Murni, Pontianak
eQuator.co.id – Di lingkup Pemerintahan Kota Pontianak, hingga September tahun ini, Wali Kota Sutarmidji mendapat sepuluh ajuan cerai dalam rumah tangga anak buahnya. Ada satu yang enggan ia teken.
Ditemui di ruangan kerjanya Senin (2/10), Sutarmidji menyebut wajar jika usia rata-rata aparatur sipil negara (ASN) yang mengajukan cerai di atas 30 tahun. Satu surat permohonan cerai yang tidak dia acc datang dari seorang aparat perempuan berusia 57 tahun. Sedangkan suaminya berumur 60-an.
Dari sepuluh izin cerai yang ia tandatangani, delapan diantaranya diajukan pihak perempuan. “Dari sepuluh itu, didominasi guru, bisa 60-70 persen,” ungkap pemilik akun Twitter @BangMidji ini.
Tidak tahu persis penyebabnya, ia menduga besar kemungkinan perceraian tersebut diakibatkan ketidakseimbangan penghasilan. “Guru sekarang kan penghasilannya besar, kalau dibandingkan PNS (ASN) jauh besarnya, kita tidak tahu kenapa lebih banyak guru yang minta bercerai,” tutur Wali Kota Pontianak dua periode itu.
Menurut Midji, pihaknya sudah melakukan pembinaan. Baik dari sisi agama maupun lainnya, agar perceraian tidak terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak.
“Tapi memang mungkin jodohnya di situ, atau salah pilih jodoh, bisa saja,” ucapnya.
Demi keutuhan rumah tangga, ia berpesan kepada jajaran ASN Pontianak untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. “Dan tentu saja lebih arif ketika berkomunikasi dengan pasangan,” pinta Midji.
Berdasarkan data Badan Kepegawaian, dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pontianak, cerai dengan pasangan masing-masing dari ASN setempat diajukan delapan perempuan dan dua laki-laki. Angka perceraian ini, sebelumnya didominasi aparat sipil yang bekerja di bidang pendidikan. Sekarang sudah mulai menyebar ke dinas-dinas lain.
“Dari 10 ini, terbanyak dari bidang (pegawai) pendidikan, yaitu empat. Yang lainnya dari berbagai dinas, seperti kesehatan ada 2, dari dinas lainnya ada 2, dan ada dari UPT lain,” jelas Kepala BKPSDM Pontianak, Kharil Anwar.
Namun, ia menyatakan, dibandingkan tahun 2016, tahun ini angka ASN Pontianak yang menyerah dengan pernikahannya menurun. Tahun lalu, Khairil mencatat 17 kasus perceraian.
Sedangkan pemicu dari perceraian tersebut kebanyakan karena pasangan sudah tidak cocok. “Jadi, alasan mengapa bercerai, selalu dijawab tidak harmonis,” tuturnya.
Yang kedua, masalah di media sosial. Menurut Khairil, jika disalahgunakan akan menjadi masalah.
“Itu mungkin mempermudahkan orang bermasalah, jadi hati-hati dalam penggunaannya. Dan yang lainnya adalah masalah ekonomi, mungkin keinginan (kebutuhan rumah tangga,red) besar,” jelasnya.
Rentang umur ASN Pontianak yang menggugat cerai beragam. Ada yang lahir di atas tahun 1970, bahkan ada yang lahir di tahun 1981, 1984, dan 1986.
Proses pengajuan cerai ASN itu, lanjut Khairil, tidak mudah. Pertama, atasan instansi Si ASN bekerja harus melakukan mediasi perdana.
“Atasan memanggil dan mempertemukan kedua belah pihak untuk memberikan wejangan,” ucapnya.
Jika mediasi tersebut tak mempan, hal ini dilaporkan ke wali kota melalui BPKSDM. “Kita mediasi lagi, mengingatkan lagi, apapun masalahnya. Jika tidak bisa, baru kita ijinkan mereka, itu melalui Kementerian Agama,” tandas Khairil. (*)
Editor: Mohamad iQbaL