eQuator.co.id – JAKARTA–RK. Masalah keamanan perbankan kembali terjadi. Kemarin (12/3), puluhan nasabah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) melaporkan kehilangan uang secara tiba-tiba. Mereka adalah nasabah dari BRI Unit Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, Jatim. Uang mereka hilang dari rekening mulai Rp 500 ribu hingga jutaan. Di samping itu, beberapa nasabah di daerah lain yang juga mengaku mendapatkan notifikasi permintaan data perbankan lainnya.
Direktur Digital BRI Indra Utoyo mengatakan, kasus kehilangan uang nasabah sedang diselidiki oleh perseroan. Menurutnya, hal tersebut diduga akibat kejahatan perbankan yakni skimming yang dilakukan oleh sindikat internasional. Modusnya yakni dengan menggandakan kartu ATM nasabah.
“Atas kejadian tersebut, kami sedang melakukan investigasi, baik dari sisi jumlah korban maupun jumlah kerugian yang muncul. Jika memang nasabah BRI terbukti menjadi korban skimming, maka BRI akan mengganti uang nasabah tersebut,” ujarnya kemarin (12/3).
Selain itu, BRI juga sudah menonaktifkan fitur untuk transaksi di luar negeri atas kartu yang terindikasi skimming. Secara umum, lanjut Indra, skimming merupakan kejahatan yang terjadi di dunia perbankan dan bukan hanya BRI. “Kejahatan seperti ini umumnya terorganisir,” sambungnya.
Tindakan pencegahan BRI untuk transaksi luar negeri khususnya ditujukan pada beberapa negara Eropa yang menjadi sarang kejahatan skimming. Transaksi yang ditutup sejauh ini adalah layanan debit. Hal itu dilakukan perseroan sambil terus memonitor munculnya pola skimming baru dari negara lainnya. “Terkait skimming, sejauh ini kami terus berkoordinasi dengan bank lain dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk meningkatkan pencegahannya,” tambah mantan direktur PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) itu.
Terkait masalah ini, Indra mengimbau agar tidak panik serta ikut aktif mencegah terjadinya skimming. Caranya yakni dengan memperhatikan seksama slot tempat memasukkan kartu automated teller machine (ATM), apakah ada yang mencurigakan atau tidak. Nasabah perlu menutup tangan pada saat mengetik nomor PIN di keypad mesin ATM agar tidak terbaca kamera tersembunyi.
Kemudian jika menggunakan aplikasi mobile banking BRI, nasabah dapat menggunakan menu untuk menonaktifkan kartu ATM jika tidak digunakan. Nasabah juga perlu mengaktifkan notifikasi transaksi via SMS atau e-mail. “Sehingga jika ada transaksi anomali segera diketahui dan dilaporkan ke BRI,” tambah Indra.
Masalah skimming ini bukan yang pertama bagi BRI. Tahun 2016 hal serupa juga terjadi pada puluhan nasabah BRI di Mataramm NTB dan Bali yang mengaku uangnya hilang secara tiba-tiba. Meski pada akhirnya, BRI mengganti semua uang nasabah yang hilang.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Boedi Armanto mengatakan pihaknya masih menyelidiki apakah benar terjadi skimming pada ATM nasabah BRI. “Nanti akan diselidiki oleh tim IT dari OJK. Setelah itu ada evaluasi, kemudian akan disampaikan rekomendasi,” katanya. Sejauh ini OJK belum berencana memberikan sanksi khusus kepada BRI.
Pasalnya, menurut Boedi, skimming adalah modus lama kejahatan perbankan dan dapat terjadi pada semua bank. Namun serangan kejahatan pun modusnya semakin beragam. Bisa menyerang sistem di perbankannya, merchant mitra kartunya, atau faktor nasabah yang teledor tidak menjaga rahasia data-datanya.
“Nah itu kan perlu dikaji lagi apa yang menjadi sebabnya, kalau memang skimming alatnya yang kayak gimana. Kalau sekarang sih ya kami meminta kepada BRI agar mengedukasi nasabahnya dulu agar tidak menjaga nomor PIN, nomor kartu dan lain-lain yang sifatnya rahasia,” sambungnya.
Sementara itu Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menjelaskan, terkait kasus dugaan pembobolan bank dengan notifikasi itu masih coba dipastikan oleh kepolisian. Kepolisian berupaya merespon dengan cepat, namun perlu untuk memastikan kebenaran terjadinya pembobolan. ”Kami cek dulu itu notifikasi benar atau tidak,” terangnya.
Namun, bila berkaca pada kasus pembobolan bank yang ditangani sebelumnya. Dia mengatakan, biasanya pembobolan dilakukan dengan melakukan peretasan terlebih dahulu. Kalau pada kasus di Singapura itu email dari pemilik rekening dibobol dan peretas mengirim email perintah palsu ke bank. ”Tujuannya agar bank mengirim uang ke rekening yang dimiliki peretas,” paparnya. (Jawa Pos/JPG)