Wajib Publikasikan Peta Digital Hutan

ANGKAT JEMPOL. Aktivis Greenpeace memegang simbol jempol kepada KIP usai sidang putusan gugatan informasi Greenpeace Indonesia melawan Kementerian LH dan Kehutanan di kantor KIP, Jakarta, Senin (24/10). Miftahulhayat-Jawa Pos

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Penelusuran tindak kejahatan di sektor lingkungan dan kehutanan bakal menemui titik terang. Komisi Informasi Pusat (KIP) telah meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mempublikasikan data tutupan lahan hingga sebaran izin konsesi hutan maupun pelepasan kawasan untuk perkebunan dalam format shapefile (peta digital).

Data kehutanan berbasis spasial (titik koordinat) itu sebelumnya dirahasiakan oleh KLHK. Padahal, data digital itu penting untuk menelusuri informasi lokasi hutan yang sedang dibuka, lokasi kebakaran dan pemilik hutan yang terbakar, serta tumpang tindih area gambut dengan lahan masyarakat atau konsesi. Selama ini, yang dipublikasikan KLHK hanya peta dalam bentuk JPEG atau PDF.

Publish data tersebut merupakan putusan KIP terhadap sengketa informasi antara Greenpeace Indonesia selaku pemohon dan KLHK sebagai termohon. Ada tujuh data yang dimohonkan untuk dipublikasi. Enam diantaranya merupakan data dalam format shapefile.

Yakni peta tutupan lahan tahun 2012-2013, izin-peta konsesi hutan tanaman industri (HTI) dan hak pengusahaan hutan (HPH), izin-peta pelepasan kawasan perkebunan sawit, serta izin-peta pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. Data lain yang diminta adalah laporan hasil produksi provinsi sumber daya hutan dan dana reboisasi (PSDH DR).

Sengketa itu kemarin (24/10) diputuskan ketua majelis komisioner KIP Dyah Aryani P didukung anggota majelis Evy Trisulo. Ketua majelis dalam amar putusannya mengatakan, informasi geospasial atau peta dalam format shapefile terbuka untuk publik. Sebab, data tersebut dinilai tidak memenuhi unsur informasi yang dikecualikan sesuai pasal 17 UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Dengan demikian, KLHK wajib memberikan informasi tersebut kepada Greenpeace selaku pemohon. ”KIP juga membatalkan pengujian konsekuensi yang diajukan termohon,” ujar ketua majelis komisioner Dyah Aryani di kantor KIP Jakarta. Satu diantara tiga anggota majelis komisioner, John Fresly kemarin justru mengeluarkan dissenting opinion (pendapat berbeda). Dia menganggap informasi dalam format shapefile riskan untuk dipublikasikan.

Juru kampanye Greenpeace Indonesia Kiki Taufik mengatakan, putusan KIP sejalan dengan komitmen pemerintah meratifikasi Persetujuan Paris (Paris Agreement) beberapa waktu lalu. Keterbukaan informasi tersebut juga menjadi pintu masuk aparat penegak hukum, khususnya KPK, dalam mengejar pelaku tindak kejahatan lingkungan. ”Ada kemungkinan data itu dirahasiakan selama ini karena untuk melindungi korporasi,” paparnya.

Kiki menyatakan, data-data itu nantinya akan digunakan untuk membantu pemerintah memantau perubahan tutupan hutan, dan titik api serta kebakaran hutan yang diduga kuat melibatkan korporasi. Data tersebut juga menjadi dasar pemantauan pelaksanaan Inpres Nomor 8/2015 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer serta lahan gambut.

”Kalau sampai putusan ini disikapi dengan banding, berarti komitmen pemerintah (melindungi dan melestarikan kawasan hutan) patut dipertanyakan,” ungkapnya.

Kepala Biro Humas KLHK Novrizal Tahar yang mewakili termohon dalam sengketa informasi tersebut memilih irit berkomentar. Pihaknya masih menunggu salinan hasil putusan tersebut sebelum melakukan langkah berikutnya. ”Kami akan menunggu salinan putusannya, tiga hari lagi kata majelis (salinan putusan, Red) akan dikirim ke kami,” ujarnya. (Jawa Pos/JPG)