-ads-
Home Headline Usut Penyebab Meninggalnya Riyan

Usut Penyebab Meninggalnya Riyan

KPPAD dan BEM Untan Desak Polda Kalbar

AKSI DAMAI Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Tanjungpura, Pontianak gelar aksi damai kemanusiaan dan berdoa bersama di Taman Digulis, Universitas Tanjungpura, Senin (27/5). Tri Yulio Hartaza Putra/Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Diduga menjadi salah satu korban penembakan dalam kericuhan 22 Mei di Mapolsek Pontianak Timur, penyebab meninggalnya Riyan Saputra, 15, harus diusut tuntas. Desakan itu disampaikan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalbar dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Tanjungpura (Untan).

“Kami mengharapkan pihak kepolisian dalam hal ini Kapolda Kalbar, untuk memenuhi rasa keadilan keluarga. Mohon agar apa yang menimpa adinda RS (Riyan Saputra, red) untuk ditelusuri atau diselidiki,” kata Komisioner KPPAD Kalbar, Alik R Rosyad saat menggelar press conference di Kantor KPPAD Provinsi Kalbar, Senin (27/5) sore.

PRESS CONFERENCE
Tumbur Manalu (kiri) dan Alik R Rosyad (kanan) saat press conference di Kantor Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalimantan Barat, Jalan Daeng Abdul Hadi, Kota Pontianak, Senin (27/5) sore, menyikapi keterlibatan anak dalam kericuhan 22 Mei 2019. Andi Ridwansyah-RK/Rakyat Kalbar

Alik mengatakan, usai mengetahui peristiwa nahas yang menyebabkan meninggalnya RS, pihaknya langsung mendatangi rumah keluarga RS, Sabtu (25/5). Kedatangan KPPAD tak lain guna menyampaikan bela sungkawa dan mendengarkan secara langsung  keterangan dari pihak keluarga, mengenai kronologis kejadian yang menimpa RS.

-ads-

Dalam kunjunganya ke rumah keluarga korban tersebut, KPPAD mendapatkan keterangan dari pihak keluarga, bahwa RS mengalami luka di bagian perut sebelah kiri ketika terjadi kericuhan tanggal 22 Mei lalu.

Sebelum menghembuskan napas terakhir, RS sempat dibawa pihak keluarga ke Rumah Sakit Yarsi, guna mendapatkan pertolongan pertama, sebelum akhirnya dipindahkan ke RSUD Soedarso, dan menghembuskan napas terakhir, Jumat (24/5) dini hari.

Dalam kasus yang menimpa RS, KPPAD menekankan perlunya upaya penyelidikan, guna membuka secara terang penyebab kematian RS, apakah korban meninggalkannya karena sesuatu atau apa. “Untuk itu kita minta pihak kepolisian mengungkap secepatnya, agar tidak menjadi pertanyaan bagi pihak keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Tentu ini yang menjadi keluarga tidak ikhlas, apabila ada tangan lain yang menyebabkan ananda RS ini meninggal dunia,” pintanya.

Dia menegaskan, apabila dalam proses penyelidikan itu, didapatkan penyebab meninggalnya RS karena adanya kelalaian atau ketidak segajaan dan apapun itu, KPPAD meminta ada tindakan hukum terhadap pelaku yang sudah menyebabkan meninggalnya RS.

Dalam kapasitasnya, KPPAD merupakan lembaga pemberi perlindungan dan pengawasan terhadap anak. KPPAD hanya bisa mendorong, agar proses hukum dapat berjalan. “Kira hanya bisa mendorong proses hukum, apabila ditemukan pelaku yang menyebabkan meninggalnya RS ini dapat diproses hukum,” tegasnya.

Menurut Alik, dalam kasus ini, pihak kepolisian yang lebih tahu. Untuk itu, KPPAD mempercayakan kasus ini kepada aparat penegak hukum. “Kita harap bapak Kapolda bisa menginstruksikan jajarannya untuk mengivestigasi apa sebenarnya penyebab meninggalnya ananda RS, karena tentu ada penyebabnya,”paparnya.

Secara kelembangaan, Alik melanjutkan, KPPAD Provinsi Kalbar sangat  menyayangkan terjadinya kericuhan 22 Mei dan  melibatkan banyak anak-anak. Sehingga ada anak yang mengalami  luka, dan satu diantaranya meninggal dunia. “Ada yang meninggal dunia yakni RS, kemudian ada lima anak yang megalami  luka-luka, yakni SA, An, Ra, Gs, dan SyH,” jelansya.

Selain luka-luka dan meninggal dunia, dalam kejadian itu ada 16 anak lainya yang turut diamankan Polda Kalbar, meskipun pada akhirnya mereka kembali dipulangkan ke rumah orangtuanya masing-masing.

Untuk itu, KPPAD mengimbau semua pihak tanpa terkecuali, guna membawa anak pada zona yang aman. “Kita juga mengimbau masyarakat, keluarga dan aparat, apabila melihat anak-anak di lingkungan dan disekitar kerusuhan atau kegiatan apapun yang menyebabkan bahaya, bisa mengemankan anak-anak tersebut pada zona yang aman,” imbaunya.

Selain menghindarkan anak menjadi korban, langkah tersebut kata Alik, juga dapat mengeliminir anak tidak terprovokasi dan menjadi pelaku.

Dia mengatakan, dalam penanganan kasus kericuhan 22 Mei ini, KPPAD Provinsi Kalbar juga bersinergi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), karena kejadian ini tidak hanya terjadi di Kalbar, tetapi di beberapa daerah, terutama di Jakarta. Untuk senantiasa mengupayakan ada proses hukum dan penyelesaian terhadap anak-anak yang menjadi korban luka maupun meninggal dunia.

KPPAD berharap, pemerintah daerah bisa memberikan trauma healing dan pendampingan pemulihan psikologis kepada korban. “Kepada pemerintah daerah, kita berharap bisa memfasilitasi untuk melakukan trauma healing dan pendampingan pemulihan psikologis kepada anak-anak yang menjadi pelaku, korban, maupun yang melihat. Sehingga tidak mengalami trauma terkait kejadian yang dialami, maupun yang dilihat,” ungkapnya.

Terakhir, KPPAD meminta dukungan semua stakeholder perlindungan anak, terutama keluarga agar memberikan perhatian dan pengawasan lebih kepada anak-anaknya, agar tidak terlibat pada kerusuhan dan kejadian lain yang menimbulkan potensi bahaya.

Desakan serupa juga disuarakan puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak. Mereka menggelar aksi damai di Taman Digulis Untan, Senin (27/5) sore.

Aksi ini merupakan buntutan dari kericuhan yang terjadi pada tanggal 22 Mei hingga 23 Mei, dimana puluhan massa yang mengatasnamakan diri sebagai massa Kedaulatan Rakyat bentrok dengan aparat kepolisian.

Dalam aksi damai para mahasiswa tersebut, satu persatu perwakilan fakultas menyampaikan tuntutannya. Satu diantaranya adalah BEM FKIP Untan yang disampaikan Bidang Kajian Aksi dan Propaganda, Syarifah Alika Umariah.

Kata Alika, ini merupakan aksi kemanusiaan, mengingat adanya kasus yang terjadi beberapa hari lalu. Masiswa menuntut agar seluruh pihak berwenang mengusut tuntas kasus kericuhan di sekitar persimpangan Jalan tanjung Raya hingga tuntas. “Kita tahu bahwa pemicu kasus yang terjadi adalah kurang tanggapnya pemerintah dalam mengurus kecurangan dan meninggalnya anggota KPPS dalam Pemilu 2019,” ungkapnya.

Mengenai peristiwa yang terjadi pada 22 Mei lalu, Alika mengklaim, meskipun adanya pengerusakan fasilitas umum oleh massa, namun hal tersebut diakibatkan petugas yang semula memblokade jalan. Sehingga masyarakat berang dan memanas. “Kita juga pahami bersama, bahwa tidak akan ada asap jika tidak ada api,” katanya.

Berangkat dari kenyataan tersebut, mahasiswa menyatakan sikap, turut prihatin terhadap pemilu yang banyak memakan korban jiwa. Mereka meminta pemerintah untuk bertanggungjawab dan memberikan bantuan kepada keluarga korban.

Selain itu, mahasiswa mengecam tindakan aparat yang represif terhadap massa aksi, tim medis, serta relawan yang sedang bertugas. Turut berduka cita atas korban-korban yang berjatuhan pada aksi 22 Mei hingga 23 Mei 2019.

Mahasiswa meminta agar seluruh pihak berwenang mengusut tuntas dan menindak tegas para ‘pemain’ kerusuhan sehingga terjadi perusakan fasilitas umum. “Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat bersikap tenang, dan tidak terprovokasi terhadap informasi yang beredar di media apapun,” imbaunya.

Dia meminta pemerintah menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan mengemukakan pendapat setiap warga negara Indonesia, sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) sesuai pasal 28E ayat 3 UUD 1945.

 

Laporan: Andi Ridwansyah, Tri Yulio HP

Editor: Yuni Kurniyanto

Exit mobile version