UMKM Kunci Pertumbuhan Ekonomi

Titik Temu: Setiap Masalah Ada Solusi

DISKUSI EKONOMI. Para peserta acara Titik Temu Semua Ada Solusi, Sabtu (6/2). Fikri Akbar-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Memasuki bulan kedua 2016, kondisi perekonomian nasional dan Kalbar khususnya belum menggembirakan. Pertumbuhan perkonomian terkesan jalan ditempat.

Mirisnya, melesunya perekonomian berimbas pada investasi. Beberapa perusahaan besar satu-persatu berpamitan pindah “alamat” ke negara tetangga sesama Asia.

Kondisi ini semakin genting diera perdagangan terbuka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Satu sisi, memang kebutuhan kalangan konsumtif dimanjakan dengan berbagai tawaran berbeda, dengan pilihan mutu produk berkualitas dari produsen global.

Disi lain, produsen lokal, terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terus berjuang, karena terhimpit persaingan harga, mutu komoditas, sarana pendukung maupun akses modal. Belum lagi beberapa kebijakan pemerintah terkait ekonomi dinilai serba “tanggung”. Dunia usaha di level kecil dan menengah pun terpojok. Basis kekuatan ekonomi Indonesia sulit melesat tumbuh.

Ini menjadi tantangan yang harus dijawab pemerintah maupun pelaku usaha. Meskipun pemerintah saat ini sedang gencar menggulirkan apa yang dibutuhkan untuk mendukung perekonomian. Salah satunya paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Buktinya, kebijakan itu belum dirasakan pelaku usaha.

Permasalahan dan tantangan perkonomian itu dikupas pada diskusi Titik Temu: Setiap Masalah Ada Solusi yang diselenggarakan di Ballroom Khatulistiwa Transera Hotel Pontianak Jalan Gadjah Mada, Sabtu (6/2) malam. Diskusi ini digelar lanjutan dari pembahasan sebelumnya yang digelar 23 Desember 2015 di Aston Hotel Pontianak.

Acara ini dipersembahkan Harian Rakyat Kalbar, eQuator.co.id, Pontianak Televisi (PonTv), BPD HIPMI Kalbar dan didukung Transera Hotel (Aston Hotel Group).

Diskusi ini menghadirkan narasumber berkompeten, diantaranya Wakil Wali Kota Pontianak, Ir. H. Edy Rusdi Kamtono, MT, Sekda Kubu Raya, Drs. H Odang Prasetyo, M.Si, Paulo perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalbar, Rossi dan Hafidh, Anggota Komisi II DPRD Kalbar, H. Ujang Sukandar, SP, MM, Ketum HIPMI Kalbar, Nedy Achmad, perwakilan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalbar, Rudy Zar.

Hadir juga Perwakilan Perum Bulog, Dedy Aprilyadi, perwakilan PT Pertamina, Arif dan A Ubaidillah, Asita Kalbar, Nugroho Hendray Eka Saputra, Kepala Dispora Kalbar, Syawal Bondorekso, perwakilan Bank Mandiri, Mansyur dan Robby Wahyu Fahlevi, serta Ketua Jurusan Perbankan Syariah IAIN Pontianak, Rasiam Bintang.

Tak hanya mengulas dan membedah permasalahan, para narasumber turut menjawab tantangan dan hambatan perekonomian yang dihadapi, melalui solusi cerdas serta bermanfaat.

Hadir pula pada diskusi Titik Temu, General Manager Transera Hotel Pontianak, Patris, Ketua Bidang Koperasi UKM Tenaga Kerja dan Olahraga, Ario Sabrang, Sekretaris Umum BPD HIPMI Kalbar, Muhammad Qadhafy, Anggota BPD HIPMI Kalbar Ryan Idram. Kemudian, Febriandi dari BPC HIPMI Pontianak, Charles dan F Meviyanto dari Dispora Kalbar, Ryan Adhyatma dan Zamzam Q dari FKP Kalbar.

Seperti diketahui, Titik Temu: Setiap Masalah Ada Solusi konsepnya membedah berbagai persoalan kekinian yang terjadi di masyarakat. Baik yang berhubungan dengan realitas sosial, kebijakan ekonomi, pembangunan, tata pemerintahan, budaya, politik dan lain sebagainya. Bahkan menyentuh persoalan sensitif dan strategis lainnya—yang jarang sekali muncul ke publik—kemudian mencari opsi jalan keluar dari setiap problem yang dihadapi.

Narasumber dan audien yang dihadirkan memiliki latar belakang profesi dan keilmuan. Mulai dari kalangan pemerintah, politisi, perbankan, himpunan pengusaha makro dan mikro, hinga pengamat kebijakan publik dan ekonomi, instansi vertikal, perwakilan BUMN, Kadin dan para aktivis yang konsentrasi pada potensi SDM dan SDA Kalbar.

Diskusi dipandu presenter yang juga ekonom Universitas Tanjungpura (Untan), Muhammad Fahmi dan diseting oleh program manager dari Rakyat Kalbar, Muhammad Rizal Edwin. Selain terbit di harian ini, ulasan para narasumber juga akan ditayangkan di PonTv pada 16 Februari mendatang.

Bangunkan “Raksasa Tidur”

Ekonom Untan, Muhammad Fahmi yang juga presenter Titik Temu percaya kekuatan ekonomi Kalbar sesungguhnya terletak pada para pelaku usaha arus bawah, bergerak di sektor UMKM. Bahkan 90 persen pergerakan ekonomi di Indonesia maupun di negara-negara dunia dan ASEAN ditopang UMKM.

Tapi mengapa dengan jumlah yang sangat besar itu, sektor UMKM tidak mampu mendominasi pasar dan ekonomi?

“Karena mereka memiliki kendala dan permasalahan yang sama. Mental, managerial, keuangan, produksi serta pemasaran,” kata Fahmi saat berbincang dengan Rakyat Kalbar usai acara Titik Temu: Setiap Masalah Ada Solusi di Transera Hotel Pontianak, Sabtu (6/2) malam.

Dosen Fakultas Ekonomi Untan yang juga Staf Ahli Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama Untan ini mengatakan, sebagai civitas akademik dan praktisi, hal ini pula yang coba didorongnya ke depan. Dengan memberikan pendampingan terukur kepada para pelaku UMKM di seantero Kalbar, melalui Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Kalbar dan Association Bussiness Development Services Indonesia (ABDSI). “UMKM memiliki kelemahan-kelemahan, maka dari itu kelemahan itu ditutup, dieliminir dengan cara didampingi oleh konsultan di PLUT atau ABDSI,” kata Fahmi yang ditunjuk sebagai Ketua PLUT Kalbar dan Ketua VI ABDSI Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik ini.

Selain itu, pendampingan yang dilakukan ini bertujuan untuk menaikkan kelas usaha UMKM. Dari mikro menjadi kecil, dari kecil menjadi menengah, dari menengah bisa menjadi besar.

“UMKM naik kelas namanya. Kita punya tag line menaikkan satu juta UMKM naik kelas tahun ini. Tidak hanya di Indonesia, seluruh dunia melakukan ini. Bahkan beberapa negara-negara ASEAN melakukannya dengan lebih intens lagi. Kita juga berharap diberi muatan lebih profesional. Di samping mereka juga dapat fokus dengan pengembangan usaha yang dijalankannya, karena ada beberapa pengusaha mikro yang hari ini mereka jual voucher, besoknya sudah jual makanan, lusa beda lagi,” terangnya.

Hanya saja, soal kuota pembagian satu juta UMKM tersebut, dilakukan secara proporsional. Mengingat UMKM Kalbar tidak sebanyak di Jawa. Untuk Kalbar mendapat jatah pendampingan 14 ribu UMKM, dengan target seribu UMKM untuk masing-masing kabupaten atau kotanya.

“Dari Kementerian Koperasi sangat intens memberikan pendampingan ini. Mei nanti ada temu pendamping seluruh Indonesia, para pendamping akan diberikan penguatan dan informasi berkaitan dengan pendampingan terukur ini,” papar Fahmi.

Secara teknis, Fahmi menjelaskan, perbedaan antara PLUT dan ABDSI yang sama-sama berfungsi memberikan pendampingan kepada UMKM. PLUT, diibaratkan seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) bagi pelaku UMKM. “Apabila dia bermasalah dalam usahanya dia datang ke sana, ketemu dengan dokternya, konsultannya, mereka konsultasi bagaimana mengembangkan usahanya, bagaimana mengakses perbankan atau pembiayaaan, bagaimana pasar dan lain-lain,” jelasnya.

Sementara ABDSI dianalogikannya sebagai dokter-dokter praktek yang membuka klinik. Dan dokter-dokter ini pun kerap kali diperbantukan di RSUD, untuk menangani pasien. Secara kedudukannya ABDSI merupakan mitra pemerintah yang bersinergi dengan Kementerian Koperasi dan UKM yang memiliki koordinasi dengan beberapa kementerian lain dan BAPPENAS. Sedangkan PLUT, adalah program pemerintah yang berada langsung di bawah Kementerian Koperasi dan UKM.

“Selain konsultasi, bentuk pembinaan juga dapat berupa bimtek, seminar, dan lainnya. Untuk ABDSI kita punya koordinatornya masing-masing 14 kabupaten dan kota,” pungkas Fahmi.

Pembinaan yang dilakukan ini juga akan mengarah kepada pembentukan badan koperasi mandiri yang dilakukan oleh para UMKM. Di sini jelas hubungannya, kata Fahmi, karena “naik kelas” itu bukan hanya pada sisi omset dan asset, tapi juga status kelembagaan hukum. Seperti yang tadinya tak punya lapak permanen atau PKL, kemudian dengan perkembangan usahanya dia diberi Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK). “Katakanlah ada 20 pengusaha UMKM yang sama-sama berusaha, kita harapkan mereka menggabungkan diri menjadi badan usaha, namanya koperasi. Kalau mereka sudah menjadi koperasi, koperasi produksi, kita harapkan lebih mudah pemerintah untuk mengembangkan, memfasilitasi mereka untuk menjadi usaha lebih besar lagi,” paparnya.

Pendampingan yang diberikan, juga menyangkut pada hal-hal teknis dalam melakukan pengajuan pinjaman ke bank. Contoh kecil, mengantarkan para pedagang yang mungkin tidak pernah “mengenal” bank, tidak pernah mengakses kredit dan permodalan.

“Bagaimana mengisi form, membuat proposal pengajuan dan segala macam, karena tidak semua kawan-kawan UKM kita faham demikian. Ke pasar misalnya, kita juga akan melakukan temu bisnis, antara usaha ritel seperti Indomaret, Alfamart. Kita fasilitasi bagaimana nanti produk kawan-kawan di UKMM ini bisa masuk ke toko ritel tersebut, artinya dengan syarat-syarat tertentu. Jangan pula packingnya sembarangan, dan lain-lain. Demikian juga ke pasar luar, ada beberapa teman UMKM kita yang sudah ekspor,” tutur Fahmi.

Tak hanya itu, kedepan PLUT dan ABDSI juga akan merancang pembuatan MoU dengan pihak perbankan, agar UMKM-UMKM yang berada di bawah pembinaan program pemerintah ini dapat menjadi prioritas. Utamanya dalam hal mengakses modal.

“Kalau BRI sudah (ada kerjasama) dari kementerian langsung, kita harap bank-bank lain juga membuka diri. Kita sudah jajaki ini. Jadi seandainya kita bawa teman-teman ini ke bank untuk akses KUR, orang bank juga sudah faham, oh kami pendamping yang mengantar. Karena sebenarnya ini juga meringankan tugas bank dalam menganalisa UMKM, membuat laporan sederhana UMKM supaya mudah dianalisis dengan memperdayakan dunia kampus,” jelas Fahmi.

Dengan bantuan kampus, mahasiswa yang memang memiliki skill dan pengetahuan dibidang ini, bisa membantu para UMKM memperbaiki laporan keuangan UMKM. Sehingga laporan keuangan itu bisa masuk ke proposal, dan akhirnya proposal bisa diterima masuk ke bank.

“Namun sejauh ini biarlah perbankan melalui mekanismenya sendiri dalam menelusuri dan segala macam, akan tetapi kami tidak menutup diri. Kalau perbankan mau menfaatkan kami untuk betul-betul bermitra dengan satu MoU, kami siap membuka diri,” katanya.

Kembali pada niatan awal—apabila cita-cita memajukan UMKM yang seolah seperti membangunkan “raksasa” tidur ini berhasil, maka perekonomian Kalbar, Indonesia umumnya, dalam masa sepuluh atau dua puluh tahun ke depan, diyakini bisa duduk sejajar dengan negara-negara maju lainnya. “Tentunya hal ini perlu dukungan dan keterlibatan banyak pihak. Kedepan kita harapkan semakin banyak yang berkeinginan terjun menguatkan UMKM ini. Dengan demikian, maka target penguatan ekonomi di 2016 ini, optimis kita,” tegas Fahmi.

Laporan: Fikri Akbar

Editor: Arman Hairiadi