-ads-
Home Headline Ulama Datang, Polisi plus TNI pun Sibuk

Ulama Datang, Polisi plus TNI pun Sibuk

ALOT. Negosiasi antara pengurus FPI Kalbar dengan polisi di kawasan Jembatan Kapuas II Kubu Raya berlangsung lama, Jumat (5/5). IMAN SANTOSA

eQuator.co.id – Kubu Raya-RK. Bukan teroris, bukan pula musuh negara, kedatangan ulama yang mengurus Front Pembela Islam (FPI) pusat ke Kalbar, Jumat (5/5), bisa-bisanya menyibukkan aparat keamanan. Polisi dan TNI memperketat penjagaan di Kubu Raya dan Kota Pontianak hanya gara-gara kedatangan Ustad Sobri Lubis dan Ustad Bachtiar Nasir.

Salah satu kawasan yang dijaga ketat, tak lain tak bukan, adalah Bandara Internasional Supadio, Kubu Raya. Akses masuk ke Bandara dipelototi ratusan gabungan aparat keamanan.

Menggenggam erat senjata laras panjang, anggota polisi dan TNI  berpencar ke berbagai sudut Supadio. Dari pintu masuk hingga pintu keluar. Tak seperti biasanya, pengendara yang akan memasuki Bandara dicegat dan diminta untuk menurunkan kaca mobil masing-masing. Area dalam Bandara pun tak luput dari pengawasan puluhan aparat keamanan berseragam maupun berpakaian sipil.

-ads-

“Dari siang, sudah banyak anggota (aparat keamanan). Katanya ada anggota FPI mau datang. Itu aja yang kami tau,” ungkap Fitria, salah seorang pengunjung Bandara Supadio.

Di gerbang “Selamat Jalan” di akses masuk Bandara, seorang pengendara Avanza hitam, Wahyu, yang mengantar keluarganya mengaku kaget dengan penjagaan super ketat itu. “Ya kaget lah. Tak pernah-pernah dilakukan pemeriksaan. Tapi  saat ini malah minta dibuka kacanya,” ungkapnya.

Tak cukup itu saja, aparat gabungan juga berpatroli. Persimpangan Kubu Raya ikut dijaga. Kegiatan tersebut diawali dengan apel pagi bersama di sejumlah Polsek dan Koramil.

“Ini dalam rangka menyikapi adanya pelaksanaan tabligh akbar di Masjid Al-Falah Mempawah. Dengan mendatangkan anggota FPI,” ujar Kapolsek Kubu, Iptu Suharjo.

Imbuh dia,  “Kita, dalam pelaksanaan patroli gabungan ini, merencanakan akan dilaksanakan seterusnya. Supaya memberikan rasa aman dan nyaman di masyarakat. Terutama di wilayah hukum Polsek Kubu ini”.

MASSA FPI TERTAHAN

Sementara itu, pengurus FPI dan Laskar Pembela Islam (LPI) Kalbar sempat bersitegang dengan pihak kepolisian sore kemarin (5/5). Pasalnya, rencana mereka menjemput Ketua DPP FPI, Ust. Sobri Lubis, serta ketua Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), Ust. Bachtiar Nasir, di Bandara Supadio tidak ditolerir kepolisian.

Kedua ulama itu rencananya akan menghadiri pelantikan pengurus DPC FPI Sungai Raya di kawasan Sakura Blits, Jalan Adisucipto, Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Para pengurus FPI dan LPI Kalbar yang bergerak dari kawasan Tanjung Raya I hendak konvoi menuju Supadio guna menyambut kedatangan dua tokoh Islam Indonesia tersebut.

Pengamanan di Kota Pontianak sendiri cukup wah. Lain dari biasanya. Sejak siang, kepolisian didukung TNI telah berkonsentrasi di halaman Hotel Garuda. Semakin sore, jumlah personil kepolisian dan TNI yang bersiaga di perempatan tersebut kian banyak.

Sebagian aparat keamanan tampak bersenjata lengkap. Beberapa kendaraan berat seperti mobil watercannon serta mobil pembawa kawat berduri tampak disiagakan di sekitar perempatan. Sekitar pukul setengah lima, jumlah kendaraan berat yang nongkrong di sana bertambah.

Kendaraan lapis baja itu kemudian memblokade arus lalulintas yang hendak menuju ke arah Jembatan Kapuas. Hal ini mengundang tanda tanya masyarakat di sekitar perempatan, jadi tontonan.

Tak lama, pameran kendaraan berat tersebut dihentikan, mereka bergeser menuju perempatan simpang empat Desa Kapur. Pengurus sejumlah Ormas Islam yang berencana menjemput ulama di Bandara Supadio tampaknya memilih tak melewati Jembatan Kapuas I, melainkan menempuh rute melalui Jembatan Kapuas II.

Personil kepolisian dan TNI melakukan blokade di sana. Tak ayal kemacetan panjang terjadi. Mobil-mobil yang tertahan sebagian berusaha memutar arah ketika mengetahui jalan tak bisa dilewati. Anggota FPI dan LPI Kalbar pun turun dari kendaraan, meminta pihak kepolisian mengizinkan mereka untuk melintas.

Habib Muhammad Iskandar turun langsung untuk bernegosiasi dengan kepolisian yang diwakili Kasat Sabhara Polresta Pontianak , Kompol Albert Manurung, dan Kapolsek Sungai Ambawang, AKP Hardik. Ketua FPI Kalbar itu menegaskan bahwa rencana penjemputan telah ia sampaikan kepada Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Iwan Imam Susilo, dan diizinkan.

“Bagaimana ini, masa tamu kita datang tidak ada orang yang menjemputnya,” keluhnya. Ia kemudian mencoba menelpon seluler Iwan, namun tidak mendapat jawaban.

Menjelang malam, suasana sedikit memanas karena negosiasi tidak menemukan solusi. Jelang waktu salat Magrib, hujan lebat turun sehingga anggota-anggota Ormas Islam membubarkan diri untuk beribadah. Mereka memilih bergerak menuju tempat acara di Sakura Blits. Hingga waktu Isya tiba, aparat kepolisian masih terus berjaga di simpang empat lampu merah jalan Adisucipto serta di sekitar lokasi acara.

Sebelumnya, Kapolda Brigjen Pol Erwin Triwanto menyatakan akan mempelajari setiap permasalahan di Kalbar. Rencana kedatangan ulama ke Kalbar, kata dia, tak masalah sepanjang ulama itu tidak memprovokasi . Yang sering memprovokasi kerukunan umat beragama, menurutnya, akan ditolak.

“Sudah sepakat besok (kemarin), kita sudah berikan masukan ke panitia dan berikan solusi yang intinya ulama memang yang bukan provokatif,” ujarnya di pendopo rumah dinas Gubernur Kalbar, Kamis (4/5) malam.

Di tempat yang sama, Gubernur Cornelis menegaskan tidak ada ruang bagi intoleransi untuk berkembang, karena Kalbar aman dan damai meski selama ini hidup dalam perbedaan suku dan agama. Untuk itu, sebagai pembina politik dalam negeri, dirinya menegaskan tidak akan menerima aliran radikal yang menyebabkan intoleransi.

“Intoleransi ini sudah menjadi ancaman nasional, dan kita serius mengatasinya. Saya ini disumpah untuk menegakkan ideologi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, dan NKRI. Itu wajib kita bela, bagi mereka yang menganut paham radikal sebaiknya hengkang dari Kalbar, hengkang dari Indonesia,“ tegas Cornelis.

Untuk membendung intoleransi, menurut dia, ulama-ulama dari kalangan NU dan Muhammadiyah banyak yang bagus, banyak yang tahu tentang Indonesia. Karena Indonesia itu berisi beragam suku bangsa dan budaya.

“Kenapa kita mesti mendatangkan mereka (ulama) dari luar yang tidak paham Indonesia? Kita mau hidup tenang, kita mau hidup nyaman, tenteram, bersaudara sebangsa dan setanah air, walau dalam perbedaan,” terangnya.

Ia menjelaskan, sasaran paham radikal di Indonesia terjadi pada daerah terpencil yang berpengetahuan kurang, pengetahuan agamanya juga lemah. Menyikapi akan adanya Satgas Antiradikalisasi, untuk di Kalbar, pemerintah berupaya membina dan memberi pemahaman pada masyarakat agar jangan sampai terjebak paham radikal. Sebab, masyarakat di Kalbar ini majemuk.

“Coba kita saling menghargai, menghormati, jangan saling mengkafirkan, saling menjelek-jelekkan. Kalau datang hanya untuk menjelek-jelekkan orang, mencaci maki orang, menciptakan rasa permusuhan, menyebarkan rasa kebencian, sebaiknya ndak usah,” tutur Cornelis.

Imbuh dia, “Saya sebagai pemerintah ya bertanggung jawab, saya akan bertanggung jawab sekuat tenaga saya bersama dengan jajaran Forkopimda, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda. Tidak bisa hanya pemerintah sendiri”.

Dikatakan Cornelis, warga Kalbar harus berani mengatakan tidak kepada intoleransi. “Sesuai dengan sila pertama Pancasila, saya selaku gubernur wajib mempertahankan dan melaksanakan itu bersama masyarakat Kalbar dan aparat keamanan. Kita tidak mau rusuh, tidak mau ribut, urusan agama itu pribadi-pribadi kita. Dan ingat, kita orang pribumi ini banyak yang pintar, baik dari NU dan Muhammadiyah banyak,” tandasnya.

 

Laporan: Syamsul Arifin, Iman Santosa, Rizka Nanda

Editor: Mohamad iQbaL

Exit mobile version