Ulah Ayah Tiri, Siswi SMP Mengandung 7 Bulan

Korban Bungkam karena Diancam Dibunuh

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – Kubu Raya-RK. Bunga (bukan nama sebenarnya), saat ini sedang bersiap untuk menjalani proses persalinan anak pertamanya. Siswi SMP yang tinggal di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya itu sedang hamil usia kandungan tujuh bulan.

Gadis yang berusia genap 14 tahun pada Oktober ini menjadi korban persetubuhan hingga hamil. Pelakunya Yt, tak lain adalah ayah tirinya. Kini, kasusnya sedang ditangani Polresta Pontianak.

Informasi yang dihimpun di lapangan, Yt ditangkap anggota Unit Reskrim dan Bhabinkamtibmas Polsek Rasau Jaya, Selasa 16 Juli 2019. Penangkapan yang dipimpin Kanit Reskrim, Ipda Hasan Abdullah tersebut setelah adanya informasi dari warga kepada Bhabinkamtibmas setempat. Dalam informasi itu, warga menyebutkan bahwa ada seorang anak di bawah umur yang dihamili ayah tirinya.

Informasi tersebut kemudian diteruskan ke Unit Reskrim. Hasan yang saat itu sedang melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Rasau Jaya bersama anggota lainnya, langsung melakukan penyelidikan terhadap Yt. Akhirnya buruh harian lepas itu dapat diamankan dan dibawa Mapolsek untuk diperiksa.

Sementara korban yang baru saja naik kelas dua SMP itu dibawa ke Puskesmas Rasau Jaya. Hasil pemeriksaan medis, Bunga hamil usia tujuh bulan. Bunga juga diketahui diancam akan dibunuh ketika membongkar kebusukan ini. Makanya, perbuatan bejat ini cukup lama baru terbongkar.

Yt yang tadinya diamankan di Mapolsek, langsung dibawa ke Unit PPA Sat Reskrim Polresta Pontianak untuk diperiksa lebih lanjut. Kapolsek Rasau Jaya, Iptu Sihar Binardi Siagian membenarkan adanya penangkapan ini. “Sudah dilimpahkan ke Polresta Pontianak,” ujarnya singkat saat dihubungi Rakyat Kalbar, Kamis (18/7) siang.

Meski demikian, Siagian belum dapat menerangkan kronologis penangkapan. Sementara itu, belum ada keterangan resmi dari Polresta Pontianak. Kasat Reskrim pun belum dapat dikonfirmasi, hingga berita ini dibuat.

Mendengar peristiwa memilukan ini, Ketua Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN) Kalbar, Devi Tiomana, mendorong aparat penegak hukum memberikan hukuman seberat-beratnya terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Apalagi, pelakunya adalah orang terdekat korban.

“Harusnya pelaku ini, sudah tidak ada ampunan sebenarnya. Saya mengharapkan pelaksanaan hukuman mati terhadap pelaku kejahatan seksual anak ini. Regulasinya sudah sangat jelas. Kenapa ini tidak dilaksanakan,” tutur Devi, melalui sambungan telepon, Kamis (18/7).

Devi mengatakan, Kejahatan seksual terhadap anak di Kalbar terus saja berulang. Kasus itu paling banyak terungkap di Kabupaten Kubu Raya.

“Setahun ini ni, Kubu Raya itu paling banyak. Baik itu, di Batu Ampar, Teluk Pakedai, Sungai Kakap, Sungai Raya, Rasau Jaya Sungai Ambawang. Luar biasa,” kesalnya.

Fenomena itu menandakan, kata dia, ada nilai-nilai sosial yang salah di tengah masyarakat. Mirisnya, acapkali pelaku cabul terhadap anak itu adalah orang-orang terdekat di dalam keluarga. Yang harusnya memberikan perlindungan. Namun justru menjadi predator.

“Sehingga anak-anak ini menjadi tidak terlindungi kan,” ujarnya.

Kedepan, Devi mendorong masing-masing pemerintah Kabupaten membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang ketahanan keluarga. Dengan Perda itu, diharapkan, semua masalah dalam keluarga bisa dilindungi secara sistematis. Termasuk mencegah kasus pencabulan melalui program-program sosial.

“Mungkin nanti Pemda bisa membuat program untuk mengurangi kasus kejahan seksual terhadap anak. Khususnya kasus di dalam rumah keluarga itu sendiri,” harapnya.

Dikatakannya, Perda ketahanan keluarga memang tidak populer. Bahkan masih asing didengar. Padahal, perannya sangat penting.

Sebenarnya pumn, kata dia, Kalbar sudah punya Perda tersebut. Hanya saja, Perda itu berlaku di tataran provinsi saja. Sehingga tidak implementatif diterapkan di kabupaten/kota.

“Karena itu, harusnya Kabupaten/Kota punya (Perda ketahanan keluarga) itu sendiri-sendiri,” pesannya.

Kembali ke pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur, Devi menegaskan, undang-undang sudah memfasilitasi.  Bahkan, sudah ada ancaman hukuman kebiri. Bagi pelaku cabul orang terdekat dalam keluarga.

“Sebenarnya regulasinya sudah ada,”sebutnya. “Kalau pelakunya keluarga terdekat, seperti ayah kandung, ada hukuman pemberatan. Bisa dikebiri hingga hukuman mati,” tambahnya.

Hanya saja, implementasi regulasi pemberatan hukuman bagi pelaku cabul itu, sampai saat ini belum pernah dilaksanakan. Bahkan, penerapan hukuman kebiri masih menjadi polemik.

“Siapa yang akan mengeksekusinya. IDI (Ikatan Dokter Indonesia) kan menolak,” sesal Devi.

Kemudian, kelemahan selanjutnya, di tingkat penyidikan, aparat penegak hukum juga lemah dalam menetapkan pasal-pasal pemberatan terhadap pelaku cabul tersebut. “Harusnya di tingkat penyidikan, aparat berhak menetapkan pasal-pasal pemberatan itu, sebagai dasar untuk penuntutan di kejaksaan. Sehingga hakim akan mempertimbangkan dalam putusan nanti,” ucapnya.

Namun terlepas dari itu semua, Devi berharap, aparat penegak hukum tak ragu dalam memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku cabul. Apalgi kasus cabul yang pelakunya adalah ayah kandung korban.

“Kejahatan seksual terhadap anak itu, adalah kejahatan luar biasa. Sebab dampaknya sangat luar biasa bagi korban. Karena itu, saya lebih setuju, itu penjahat-penjahat seksual, khusunya yang pelakunya orang tua korban dihukum mati saja,”pungkasnya.

Laporan: Tri Yulio HP, Abdul Halikurrahman

Editor: Ocsya Ade CP