AJ Tetap Bertugas sebagai Jaksa, Ijin Pemeriksaan dari Kejagung Tak Turun-turun

Cari Keadilan, Kirim Surat ke Presiden

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Mengapa kasus pelecehan seksual pilih kasih bila menyangkut aparat hukum? Contohnya AJ, oknum jaksa, yang diduga mencabuli anak lelakinya berusia 4 tahun 6 bulan di tahun 2018 lalu, terus bergulir bagai bola salju.

Baik mantan istri AJ, maupun mantan mertuanya, Karsono, merasa kasus yang menimpa cucunya bagai dianaktirikan alias jalan di tempat. Bahkan, upaya keluarga korban tiada henti hingga mengirim surat kepada Presiden RI. Karena izin dari Kejaksaan Agung untuk memproses AJ tak kunjung turun.

Setelah pertemuan antara penyidik Polda Kalbar, Kajati, dan keluarga yang difasilitasi Ombudsman, Jumat (23/8) lalu, ada angin segar. “Kasusnya memang belum ada progres, namun setelah pertemuan beberapa waktu lalu perkembangannya agak baguslah,” tutur Karsono kepada Rakyat Kalbar, belum lama ini.

Sebagai orangtua MA, dan kakek korban, Karsono terus berupaya mencari keadilan atas kasus ini. Bahkan ia mengaku berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo. Ia berharap, kasus ini terus berproses dan terduga pelaku yang tak lain aparat penegak hukum bisa disidik.

“Walau aparat penegak hukum pun tidak harus kebal hukum,” ujarnya. Yang memprihatinkan, sudah setahun ini anak dan cucunya berada di Jakarta. Dalam perlindungan  LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar, Panja Edi Setiawan, memastikan bahwa pihaknya tidak melindungi AJ. “Pak Kajati secara institusi tidak melindungi AJ, kita tidak memandang si AJ, dia tidak penting, kalau memang dia pelakunya, proses!” tegasnya kepada Rakyat Kalbar, Kamis (29/8) lalu.

Ia mengatakan, dalam rapat beberapa waktu lalu, Kajati secara tegas telah mengingatkan agar jaksa P16 atau jaksa peneliti tetap melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan. Teliti berkas perkara, baik secara formil dan materil.

“Jika memang itu terbukti dan alat bukti mendukung. naikkan, naikkan (berkasnya perkaranya,red),” tutur Panja.

Kalau berkas perkara itu belum cukup bukti, maka kasih petunjuk kepada penyidiknya. “Bila perlu undang para penyidik dan kita ekpose apa kekurangan yang harus dipenuhi,” jelasnya, mengutip pesan Kajati Kalbar, Baginda Polin Lumban Gaol.

Panja mengatakan, berkas AJ yang tak kunjung P21 tersebut lantaran alat bukti dalam kasus itu masih belum dipenuhi penyidik. Sehingga pihak kejaksaan belum dapat menaikkan kasus tersebut ke ranah penuntutan.

“Jadi murni alat buktinya masih kurang, perlu diingat pembuktian di perkara ini, pembuktian yang menggunakan hukum acara Kuhap, dan bukan menggunakan UU KDRT, kalau KDRT satu saksi cukup untuk divisum,” paparnya.

Sehingga, perlu ada saksi yang melihat. Jika hanya satu saksi, maka harus ada alat bukti lain, misalnya bukti surat dan perbuatan yang mengarah pada pelaku.

“Sementara dalam kasus ini, menurut jaksa peneliti itu belum tergambar dalam berkas perkara sehingga dikembalikan,” tukas Panja.

Dia membenarkan adanya pertemuan antara penyidik Polda dan Kajati yang difasilitasi Ombudsman Perwakilan Kalbar. “Iya, pada kesempatan itu kita buka semuanya,” jelasnya.

Dalam pertemuan itu, Ombudsman menanyakan apa masalah jaksa tidak menaikkan kasus tersebut. “Saat itu kita sampaikan bahwa kita tidak punya masalah, murni kita balikin karena masalah formil,” cerita Panja.

Secara UU, ia menjelaskan, kejaksaan tidak berkewajiban secara terbuka menerangkan itu. Namun, kata Panja, dalam pertemuan tersebut dibuka semuanya.

“Akhir cerita saya tidak tau, apa hasil kesimpulan dari pertemuan itu, yang jelas kita tidak ada masalah, ketika petunjuk formil dan materil terpenuhi, selesai, itu aja,” ucapnya.

Dia pun mengaku, AJ masih aktif menjalankan kewajibannya sebagai jaksa. “Izin dari Kejagung untuk kasus ini juga belum turun, saya tidak tau penyidik kepolisian sudah mengajukan ke Kejagung atau belum,” pungkas Panja.

Bola Salju

Dimintai pendapatnya, pakar hukum dari Universitas Tarumanagara Jakarta, Heri Firmansyah, menilai perkara oknum Jaksa AJ harus dibuat terang dengan mengedepankan kepastian hukum. Untuk status terduga pelaku.

“Sehingga hal ini jika memang tidak benar, dan tidak terbukti, menjadi hal baik bagi si terduga pelaku. Dan juga tidak menimbulkan persepsi negatif dari publik,” tegasnya kepada Rakyat Kalbar saat dihubungi via WhatsApp, belum lama ini.

“(Selain itu, red) bergulirnya perkara ini, tentu menjadi snow ball (bola salju) bagi penegakan perkara hukum lainnya,” pungkasnya.

 

Laporan: Andi Ridwansyah

Editor: Mohamad iQbaL