eQuator.co.id – JAKARTA –RK. Penggunaan uang hasil pengelolaan atau nilai manfaat dana haji untuk subsidi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dinilai terlalu besar. Tahun ini jumlahnya mencapai Rp7 triliun. Akibatnya menguras uang hasil pengelolaan yang ada di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Sebagaimana sudah ditetapkan tahun ini rata-rata ongkos haji dipatok Rp35,2 juta per jamaah. Padahal biaya riil haji mencapai hampir Rp70 jutaper jamaah. Dengan demikian total subsidi biaya haji (indirect cost) yang diambil dari BPKH mencapai Rp7 triliun.
Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Agus Priyanto menuturkan, besarnya subsidi untuk biaya haji tersebut, maka uang hasil pengelolaan di BPKH sudah habis. Dia mengatakan angka subsidi biaya haji yang mencapai Rp35 juta per jamaah tersebut terlalu besar.
Dia menghitung dengan setoran awal Rp25 juta dan masa tunggu rata-rata 10 tahun, idealnya uang hasil pengelolaan hanya sekitar Rp15 juta saja. ’’Ini hasil perhitungan saya jika orang menyimpan dana Rp25 juta di bank syariah,’’ tuturnya, Sabtu (6/4).
Menurut Agus kondisi uang nilai manfaat di BPKH yang habis cukup rawan. Misalnya jika nanti mendadak Arab Saudi memberikan tambahan kuota haji sebesar 10 ribu jamaah. Kondisi rawan karena BPKH sudah tidak punya uang lagi untuk subsidi. Sebab uang yang ada di BPKH tinggal simpanan pokok setoran awal BPIH.
Potensi kerawanan juga bisa terjadi ketika kurs dolar terhadap rupiah mendadak naik. Sebab sudah tidak ada lagi uang yang cukup besar untuk cadangan menambal selisih kurs. Dia berharap BPKH memperbaiki sistem pendanaan haji. Salah satu caranya adalah pemberian subsidi disesuaikan dengan masa tunggu masing-masing jamaah. Jadi antara satu jamaah dengan jamaah lain berbeda-beda subsidinya. Skema ini dinilai Agus lebih adil.
Sementara yang sekarang menurutnya kurang adil karena dipukul rata. Antara jamaah yang sudah antri belasan tahun atau hanya sekitar lima tahun, mendapatkan dana subsidi yang sama. Dia khawatir skema pemberian subsidi dana haji yang dipukul rata tersebut mempengaruhi kemabruran ibadah haji. ’’Sebab ada jamaah yang disubsidi dari hasil pengelolaan dana haji jamaah lainnya,’’ tuturnya.
Kepala BPKH Anggito Abimanyu kurang sepakat jika uang nilai manfaat atau hasil pengelolaan dana haji dikatakan habis. ’’Nilai manfaat selalu habis di akhir tahun,’’ katanya. Namun dia menegaskan uang nilai manfaat itu habis bukan karena seluruhnya digunakan untuk subsidi atau membayar indirect cost BPIH 2019.
Anggito menjelaskan uang nilai manfaat selalu habis di akhir tahun karena disalurkan untuk beberapa aspek. Selain untuk subsidi dana haji, juga dikembalikan lagi melalui virtual account calon jamaah haji (CJH) yang masih di antrian. Kemudian hasil pengelolaan dana haji juga digunakan untuk dana kemaslahatan umat dan biaya operasional BPKH.
Terkait dengan potensi kerawanan jika Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji, Anggito menuturkan ada beberapa skema solusi. Seperti menggunakan direct cost atau suntikan APBN.
Hingga Februari 2019 lalu dana haji yang dikelola oleh BPKH mencapai Rp113 triliun. Dana tersebut dihimpun dari setoran awal BPIH sebesar Rp25 juta per jamaah. Sementara total jamaah yang masuk dalam antrian haji mencapai 4,1 juta jiwa. Jumlah tersebut hampir menyamai penduduk Singapura yang berjumlah 5 jutaan jiwa. (Jawapos/JPG)