eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Perkembangan pesat industri keuangan digital saat ini membuka peluang-peluang usaha baru. Kendati demikian, simpanan uang elektronik di dompet digital belum mendapat jaminan dari lembaga penjamin, misalnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Kepala Divisi Kesekretariatan LPS, Fuad Zaen mengatakan, saat ini sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, LPS hanya menjamin dana nasabah di perbankan yang berbentuk tabungan, deposito, giro dan sertifikat deposito.
“Saldo yang dijamin LPS dalam simpanan perbankan itu paling banyak sebesar Rp2 miliar,” ujarnya, kemarin.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Michael Jeno mengatakan, LPS perlu mengambil peran di era keuangan digital saat ini.
Dimana LPS sebagai salah satu lembaga yang dibentuk pemerintah melalui undang-undang memiliki peran baik langsung maupun tidak langsung. Guna mendukung semua komponen masyarakat di Indonesia dan sub sektor industri perbankan nasional.
“Ini agar mampu bertumbuh kembang secara dinamis saat ini, khususnya dalam era ekonomi digital sebagaimana yang kita kenal saat ini,” sebutnya.
Terlebih saat ini, di tengah memasuki arus global dan era dunia digital secara tidak langsung segala hal memungkinkan dapat dikendalikan dari bermacam tempat melalui jaringan internet dengan gawai.
“Tentu ini juga tidak dapat dipungkiri akan semakin memudahkan mobilitas manusia dalam berkegiatan sehari-hari termasuk dalam dunia bisnis khususnya dalam bidang ekonomi kreatif. Sehingga fenomena ini semakin mengukuhkan dunia menuju arah ekonomi digital,” paparnya.
Bahkan ia juga memandang, kondisi demikian tentu juga peluang yang begitu menantang ini, telah mengantarkan Indonesia ke pintu persaingan ekonomi. Berbagai negara mulai mencanangkan untuk fokus menggarap potensi pada ekonomi digital salah satunya juga dilakukan oleh Indonesia.
“Pemerintah sendiri telah mencanangkan target pada 2020, nilai bisnis ekonomi digital Indonesia mencapai USD 130 miliar atau setara Rp1.730 triliun. Terlebih, survei APJII pada 2016 yang mengungkapkan pengguna internet Indonesia ada 132,7 juta akan terus mengalami peningkatan seiring masih banyaknya masyarakat dan daerah yang akan dipenuhi kebutuhan layanan internetnya,” tuturnya.
Dengan begitu, tentu sudah tak bisa dihindari ketika setiap produk-produk lokal yang ada di seluruh wilayah Indonesia harus mampu bersaing di tingkat global.
“Ini juga agar produk yang dihasilkan masyarakat memiliki daya saing, tentunya hal ini menjadi bagian penting, bahwa pasar online menjadi solusi guna memudahkan dan memperkenalkan produk kreatif mereka kepada konsumen baik nasional maupun dalam kancah internasional,” paparnya.
“Termasuk potensi berubahnya skema perbankan, yang memungkinkan terbentuknya liberalisasi sektor jasa keuangan dan aliran modal secara lebih bebas,” tandasnya.
Laporan: Nova Sari
Editor: Andriadi Perdana Putra