eQuator.co.id – Tidak semua orang bisa melakukannya, apalagi jika mengalami kekurangan fisik. Meski tunanetra, M. Alwi Rosyidi (52 tahun menorehkan banyak prestasi, bahkan pernah masuk 10 besar qori terbaik lomba Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Nasional pada 2000 dan 2006. Bagaimana Pejuangannya?
“ Bismillahirrohmanirrohim” bacaaan pembuka ayat Suci Al-Quran lantang terdengar dari Masjid Raya Taqwa Palembang. Dengan penuh penghayatan pria berjubah biru langit itu terus membaya ayat-demi ayat yang didengarkan langsung oleh puluhan jemaah masjid kemarin (11/6). Dialah M Alwi Rosyidi (52) mantan Qori Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Tunanetra tingkat Nasional 2000 dan 2006 yang mengabdikan dirinya sebagai bilal masjid.
Saat wartawan Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group) mendekatinya untuk diwawancara, pelan-pelan ayah empat anak itu dengan dibantu seorang petugas masjid lain pindah posisi tempat duduk. ”Alhamdulillah mengisi waktu selama Ramadan saya terus mngulangi bacaan,”ucapnya.
Keterbatasan fisik karena tidak bisa melihat sejak usia empat tahun tidak membuatnya lemah. Bahkan hal ini menjadi sebuah kelebihan karena ia bisa masuk 10 besar finalis dalam perlombaan qori MTQ tingkat Nasional. Sebenarnya kegemarannya membaca Al-Quran dengan berirama sudah dilakuakn sejak kecil, karena waktu kecil dia juga sempat melihat bulan purnam dan matahari terbenam, tapi akibat sakit yang dideritanya akhirnya dia harus kehilangan penglihatan hingga saat ini.
Sebelum menjadi qori, ia banyak belajar mengaji dengan seorang guru KH Abdurrahman hingga tiga tahun. Kemudian untuk mengasah kemampuannya pria yang sempat bercita-cita menjadi tentara itu akhirnya mondok di Pondok Pesantren Al-Furqon Bogor selama tiga tahun.
“Belajar penyempurnaan hingga tajwid dan iramanya,”kenangnya.
Sistem pembelajaran yang dilakukannya yakni mendengar. Saat gurunya membaca Al-Quran ia akan mengulangi bacaan tersebut hingga hafal. Begitulah setiap hari yang dilakukannya hingga saat ini boleh dikatakan sudah hafal 30 juz. Tidak mudah untuk belajar membaca Al-Quran berirama karena harus dilakukan dengan perasaan hati serta menyatu dengan bacaan sehingga akan lahir suara yang bagus.
Apalagi syarat menjadi qori itu tidak mudah yakni napasnya harus panjang, suara bagus dan fasih mengucapkannya dan yang tak kalah penting gaya seni dan nada suaranya serta cengkokannya harus khas. Setiap qori maupun qoriah pasti memiliki syarat ini.
Masih kata Alwi, kemudian dia pulang ke Palembang dan bergabung di remaja masjid Raya Taqwa dan Masjid Al-Ghozali. Karena berada dilingkungan organisasi iapun akhirnya ditawari temannya untuk mengikuti lomba MTQ tingka kota maupun provinsi, tapi waktu itu hanya berhasil di tingkat kota saja. Lalu selanjutnya ketika ada Lomba MTQ tingkat Provinsis di Muara Enim dan tingkat Nasional di Bandar Lampung pada tahun 2000 akhirnya ia masuk 10 besar.
Karena ingin memberikan kesempatan kepada yang lain, ia sempat vakum mengikuti lomba. Nah karena banyak desakan dari teman-temannya kemudian pada 2006 kembali mencoba dan bisa berhasil hingga k tingkat Nasional yang digelar di Kendari berhasil kembali masuk 10 besar.” tapi sudah 10 tahun ini saya tidak mau lagi ikut karena sudah banyak bibit baru yang lebih bagus mereak memiliki kesempatan besar untuk maju,” terangnya.
Prestasi yang ditorehkannya ini membawanya banyak mendapat kebahagiaan salah satunya pada 2015 lalu bersama istri tercinta Siti Muti’ah akhirnya diberangkatkan umroh oleh Gubernur Sumsel H Alex Noerdin, dan ada pada 2032 mendatang ia akan diberangkatkan haji oleh seseorang yang sudah menolongnya. Inilah berkah terindah yang tidak pernah henti disyukurinya.
Prinsip Alwi yang sudah 30 tahun menjadi muazim Masjid Raya Taqwa itu, jika setiap kesempatan harus ambil bagian dalam kegiatan tersebut, tidak ada regenerasi. Untuk itu banyak orang yang memintanya untuk diajarkan mengaji dengan catatan mereka yang belajar memang sudah bisa membaca Alquran sehingga dengan mudah ia bisa mengajarkannya. Dari kegigihannya mengajar banyak qori baru yang ditelurkannya bahkan sudah prnah mengikuti lomba di tingkat kota, ada juga mereka yang sudah bekerja.
Meski pandai mengaji, tapi tidak ada satupun anaknya yang menuruni jejaknya sebagai qori. Tapi ia tetap memberikan semangat kepada anak-anaknya untuk terus belajar. Selama Ramadan sebagai muazim ia juga cukup banyak memiliki aktifitas misalnya menjadi bilal saat tarawih, mengaji hingga muazim setiap harinya. “Saya lalui dengan sangat indah semua in,”imbuhnya.
Ia berharap kedepan akan banyak bibit qori baru, kalau hafizh sudah banyak sekali dengan sistem menghafal Alquran, tapi qori itu cukup sulit karena mereka harus memenuhi persyaratan yang sudah disebutkan sehingga bisa membawakan bacaan Alquran yang indah. (*/Sumatera Ekspres/JPG)