eQuator – Menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak bawah umur atau pedofilia, Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulystianto meminta statement berbagai pihak tak menganggus psikologis penyidik yang sudah menangani kasus dengan benar.
Kapolda Arief berjanji berkomitmen dan berintegritas dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Termasuk kasus pedofilia dengan tersangka TLB alias Al, 61 yang sedang ditangani Polda saat ini. “Dalam pemberitaan, kita harapkan kepada teman-teman media untuk menjaga pskilogis anak, orangtua dan penyidik. Karena penyidik yang sudah bekerja dengan baik masih dicurigai yang enggak-enggak,” tegas Kapolda Arief saat jumpa pers, Senin (9/11).
Kapolda juga menegaskan, pihak-pihak lainnya tidak memberikan pendapat yang tidak berdasar. Sehingga dapat menyakitkan korban dan orangtua korban. “Seolah menilai polisi tidak berpihak kepada mereka (korban dan orangtua korban). Jangan tidak tahu masalah, tapi mengeluarkan statement,” tegasnya.
Diakui Brigjen Pol Arief, selama menjabat Kapolda Kalbar, bahkan sebelum menjabat, dirinya tidak pernah memberikan toleransi kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak. “Pelaku-pelaku ini merusak anak. Ini komitmen dan janji moral serta integritas saya. Selama ini pelaku kejahatan ekploitasi terhadap anak, maupun prostitusi dan kekerasan seksual, tidak pernah mendapatkan toleransi. Melainkan memberikan hukuman seberat-beratnya, guna memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan tersebut,” tegas Kapolda Arief.
Mengenai tersangka TLB alias Al yang telah melakukan kekerasan seksual, diduga terhadap lebih dari enam anak-anak, akan diproses hokum sebagaimana mestinya. Kapolda Arief mengaku tidak kenal dengan TLB yang katanya rekanan Dit Lantas Polda Kalbar. Sampai saat ini pria paruh baya itu masih ditahan di Mapolda Kalbar.
“Jangankan orang lain, anggota saya sendiri yang melakukan kejahatan, tidak ada ampunnya. Apalagi penjahat kejahatan terhadap anak,” ungkap Kapolda Arief.
Hasil penyidikan yang dilakukan Polda Kalbar terhadap TLB alias Al, mulai dari tiga korban yang diketahui, kini sudah bertambah menjadi tujuh anak. “Sehingga saya mohon kepada semua pihak mana pun, masyarakat, media dan LSM untuk mengawal proses hukum ini,” ungkapnya.
Lanjutnya, penangnan kasus fedofilia yang dilakukan TLB ini sendiri, Kapolda Arief sudah melakukan rakor dengan Pemkot Pontianak untuk penanganan kasus tersebut. Hasil Rakor itu menghasilkan beberapa kesimpulan. “Dalam bidang penegakan hukum, Polda Kalbar akan menerapkan hukuman yang seberat-beratnya. Saya sudah perintahkan Dir Reskrimum untuk sebisa mungkin displit perkara TLB ini. Yakni dengan tujuh korban dijadikan tujuh berkas perkara. Kalau ancaman maksimal 15 tahun, kalikan tujuh saja. Jika hakim menghukum maksimal, berarti hukuman untuk TLB adalah 105 tahun penjara,” paparnya.
Sedangkan penanganan rehabilitasi terhadpa anak, Kapolda Arief mengatakan, Polda dan Pemkot Pontianak sudah bergerak. “Kami dengan Pemkot Pontianak tidak pernah berkoar-koar ini dan itu. Karena apa yang kami kerjakan ini berkaitan dengan anak-anak, dan memikirkan pskilogis anak-anak. Di mana Pemkot sendiri memiliki visi menjadikan kota yang ramah terhadap anak,” tambahnya.
Menangani anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual, Polda juga selalu berkoordinasi dengan KPAID dan Pemkot serta Himpunan Psikologis Anak Indonesia di Kalbar. Sehingga eksploitasi, kekerasan terhadap anak memerlukan penanganan khusus.
“Dari tujuh korban ini, enam diantaranya dipegang-pegang saja barangnya, yang satu akan diupayakan dilakukan anal sek atau sodomi. Sebelum terjadi proses itu (cabul) kenapa anak-anak bisa terpengaruh. Anak-anak sering lewat di rumah pelaku. Dipanggil oleh pelaku, diajak melihat percetakan, dibawa masuk ke dalam ruangan dan dipegang-digepang. Agar tak bercerita, dikasih uang Rp2 ribu oleh pelaku,” jelas Kapolda Arief.
“Jangan sampai anak-anak anak ini gak ada uang, mencari uang dengan cara seperti itu, hanya karena ketagihan main di tempat game. Peran orangtua dan masyarakat dalam hal ini sangat penting. Karena kami juga tidak bisa mengawasi anak-anak ini. Sehingga tadi saya sarankan, dibentuk posko yang bisa digunakan untuk penanganan terhadap korban,” sambung Kapolda Arief.
Di tempat yang sama, Wakil Walikota Pontianak, Ir H Edi Rusdi Kamtono MT memberikan apresiasi kepada Polda Kalbar dan Polresta Pontianak. Langkah yang diambil Pemkot ke depan, mengantisipasi kekerasan terhadap anak, secara intensif melakukan operasi atau razia di tempat-tempat yang diduga menjadi pemicunya, termasuk Warnet. “Kemudian tempat-tempat yang lepas dari pantauan anak (THM dan hotel),” jelas Edi.
Saat ini Pemkot sudah ada menangani rehabilitasi terhadap korban kekerasan seksual terhadap anak. “Korban yang rehabilitasi kita damping psikolog dan pantau terus menerus. Agar tidak trauma dan bisa normal sedia kala. Kita mengimbau masyarakat, khususnya kepada orangtua, mulai memerhatikan anak-anaknya. Kita juga berharap masyarakat dan media juga bisa melaporkan, apabila ada ditemukan tempat mencurigakan (TKP) kekerasan seksual terhadpa anak,” ujar Edi.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalbar, Alik Rosyad menekankan, kepolisian dan KPAID sudah mendatangi rumah korban untuk menangani kasus ini. “Perlu kami sampaikan, mengenai tersangka TLB, kami sudah mendatangi keluarga korban termasuk korbannya sendiri. Ini bukti konkrit yang sudah kita lakukan, tanpa perlu gembar-gembor. Karena lebih tepat seperti ini, untuk penanganan kasus anak (tanpa gembar gembor),” tegas Alik.
Mengenai ancaman hukuman, Alik menegaskan, kejahatan seksual ini ancaman hukumannya minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun penjara. “Sedangkan jika pelakunya adalah orangtua, tenaga penididik dan pengasuh, bisa ditambah sepertiga lagi dari ancaman hukuman yang ada,” kata Alik.
Laporan: Achmad Mundzirin, Ocsya Ade CP
Editor: Hamka Saptono