Tiga Tersangka Terancam Pidana 3 Tahun 6 Bulan

Masalah Lama Diungkit, Pelaku Aniaya Korban

TERDUGA PELAKU Tujuh terduga pelaku menceritakan penganiayaan yang dilakukan terhadap AU, salah satu siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Pontianak, Rabu (10/4) sekira pukul 18.00 WIB di Mapolresta Pontianak. Andi Ridwansyah/Rakyat Kalbar.

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kepolisian Resort Pontianak menetapkan tiga tersangka penganiayaan terhadap AU, pelajar salah satu sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Pontianak.

“Hasil penyelidikan terakhir kita, akhirnya menetapkan tiga orang tersangka yakni FZ alias LL (17), kemudian TR alias AR (17), serta yang ketiga NB alias EC (17),” kata Kapolresta Pontianak Kota Kombes Pol Muhammad Anwar Nasir kepada awak media di Mapolresta Pontianak, Rabu (10/4) sekira pukul 18.00 WIB.

Dia menuturkan, ketiganya ditetapkan tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan berdasarkan keterangan mereka. Dimana mereka mengaku telah melakukan penganiayaan, tetapi tidak secara bersama-sama, mengeroyok seperti itu,” katanya.
Muhammad Anwar Nasir melanjutkan, aksi ketiganya pun tidak bersama-sama. “Yang melakukan pertama tersangka satunya, kemudian lanjut lagi tersangka kedua, kemudian ketiga,” paparnya.

Ketiga tersangka, kata Kapolres, dijerat dengan pasal 80 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidananya 3 tahun 6 bulan. “Kategori penganiayaan ringan yang dikeluarkan hari ini (kemarin, red) oleh rumah sakit,” jelasnya.

Dengan ancaman tersebut, sesuai dengan sistem peradilan anak, maka dibawah tujuh tahun dilakukan diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana). Anwar melanjutkan, dalam pemeriksaan tadi sudah dilakukan pendampingan dengan orangtua, kemudian Lapas dan KPPAD. “Itu kita terus bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak, karena korban dan tersangka sama-sama anak,” imbuhnya.

Anwar menegaskan, hasil visum menyatakan tidak ada permukaan sobek maupun memar dibagian kelamin korban. “Kemudian dari pengakuan korban, tidak ada menerangkan adanya pemukulan di organ vital. Dari lima saksi yang juga diperiksa, juga tidak ada perlakuan penganiayaan terhadap organ vital korban,” ungkapnya.

Fakta yang ada, ketiga tersangka, salah satunya ada yang menjambak rambut, ada juga yang mendorong sampai terjatuh, ada pula satu tersangka lain sempat memiting, dan memukul sambil melempar sandal. “Itu ada dilakukan, tapi hasil visumnya seperti yang tadi, sehingga kasus ini kita proses sesuai dengan fakta yang ada,” terangnya.

Anwar meyakini tidak ada tersangka lain dalam kasus ini. “Sepertinya tidak ada lagi,” ucapnya.

Anwar mengaku, pihaknya sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi kejadian. “Sudah ada olah TKP. Sesuai dengan arahan Ditreskrimum Polda Kalbar, kita mungkin akan melakukan rekonstruksi agar ada kesesuaian,” katanya.

Tahap pertama, kata Anwar, pihaknya akan memakai peran pengganti, karena semuanya anak-anak. “Bagaimana pun juga mereka adalah anak-anak, sehingga kita harus menjaga privasinya,” tegasnya.

Motif penganiayaan ini, kata dia, yakni rasa dendam dan kesal tersangka terhadap korban. “Korban suka nyindir-nyindir, masalah tadi, ada yang masalah pacarnya satu, yang kedua salah satu tersangka ini, yang notabene ibunya sudah meninggal dunia, tapi selalu diungkit-ungkit pernah meminjam uang, padahal sudah dibayar, kenapa masih diungkit-ungkit,” paparnya.

Dari kasus ini, barang bukti dari tangan para pelaku yang disita petugas adalah HP, sandal yang dipakai untuk melempar.
Kombes Pol Anwar menegaskan, apa yang viral di medsos tidak semuanya benar dengan kenyataannya. “Isu yang menyebar kan bahwa anak ini satu orang dianiaya oleh 12 orang, dan ada perlakuan terhadap organ vital, tapi fakta yang ada, tidak ada 12 orang, yang ada hanya tiga. Kedua, tidak ada perlakuan pada organ vital seperti itu, dan itu bukan berasal dari keterangan korban,” paparnya lagi.

Anwar mengaku, kasus ini menjadi atensi Polresta Pontianak, Polda Kalbar dan Mabes Polri. “Dari Mabes Polri juga tadi telah menyampaikan dan Dir Cyber juga memonitor dan mengaksestensi langsung penanganan kasus ini, khusus di Cyber, mulai dari masuk, kenapa bisa menjadi tanding topik,” terangnya.

Dirinya mengingatkan, para netizen untuk dapat berhati-hati dan bijaksana dalam bermedia sosial. “Sebegitu dahsyat gak. Sebagaimana dahsyatnya di media sosial dengan faktanya tadi, “paparnya.

Anwar menegaskan, kasus ini viral juga ada unsur netizen. Dimana kata dia, pelaku sempat membuat marah netizen, karena memposting sebuah foto selfi ketika diamankan di Polsek. “Yang membuat netizen marah, para pelaku ini terlihat santai seperti tidak melakukan apa-apa (perbuatan salah, red),” katanya.

Dia mengimbau para netizen, harus arif dan bijaksana. Apabila mendapatkan informasi sepihak, agar tidak terlalu terburu-buru untuk menyebar luaskan. “Tunggu pihak yang lain yang berkompeten dalam hal masalah, misalnya pengaduan, dari kepolisian atau media, karena itu kan merupakan dari media sosial yang disampaikan orang pribadi,” terangnya.
Sebelumnya, pagi hari ketika konferensi pers bersama awak media di Hotel Kapuas Palace, Rabu (10/4), Kapolresta membeberkan hasil visum dari siswi SMP korban penganiayaan. Hasil visum tersebut dikeluarkan oleh rumah sakit tanggal 10 April 2019.

Kapolresta menyebutkan dari hasil visum tersebut, bahwa untuk bagian kondisi kepala tidak ada bengkak atau benjolan. Sedangkan mata tidak ada memar lalu penglihatan normal. “Kemudian THT nyeri tekan lokasi nasal anterior tidak ditemukan darah kemudian bagian dada tampak semetris tidak ada memar atau bengkak, jantung dan paru dalam batas normal,” ungkapnya.

Anwar melanjutkan, kemudian bagian perut datar tidak ditemukan memar dan bekas luka tidak ditemukan. Selanjutnya pada organ dalam abdomen tidak ada pembesaran. Sedangkan organ vital tidak ada nampak luka robek atau memar. Bahkan dibagian ini, Anwar mengulangi menyebutkannya. “Saya ulangi selaput dara atau haimen tidak ada tampak luka robek atau memar,” ujar Anwar mengulangi.

Tidak hanya itu, dari hasil visum itu pada bagian kulit tidak ada memar lebam maupun bekas luka. “Hasil diagnosa dan terapi pasien seperti berikut diagnosa awal depresi pasca trauma, pengobatan RL tetes permenit,” ujarnya.

Lebih lanjut, Anwar juga menjelaskan sebelumnya penanganan perkara awal yang dilakukan di Polsek Pontianak Selatan, kemudian ditarik ke Polresta Pontianak. Dimana kejadian pada tanggal 29 Maret 2019 hari Jumat lalu dilaporkan ke Polsek Pontianak Selatan, berupa pengaduan pada jam 00.30 WIB, atau sudah masuk hari Jumat tanggal 5 April 2019. “Kemudian subuh harinya sekitar jam 05.00, Kanit Lidik Polsek Pontianak Selatan langsung menindaklanjuti dengan mendatangi calon tersangka.

Dari para wali sepakat nantinya pada jam 13.00 siang baru ke Polsek. Kemudian, ketika di Polsek dilakukan interogasi terhadap calon tersangka pada hari Jumat, seminggu setelah kejadian,” urainya.

Sambung Kapolresta, setelah itu ada upaya mediasi, karena dari keluarga pelaku mendekati korban untuk dilakukan mediasi pada jam 16.00 WIB, namun upaya tersebut buntu. “Kemudian saya memonitor kasus ini dan media sosial, sehingga kasus ini menurut saya adalah atensi publik, sehingga saya tarik ke Polresta Pontianak, ditangani oleh Sat Reskrim Unit PPA. Karena di Polsek tidak ada unit PPA, pada hari Seninnya tanggal 8 April,” ucapnya.

Kapolresta mengatakan, kemudian pihak kepolisian memangil kembali orangtua dari korban AU untuk membuat laporan polisi, karena sebelumnya masih pengaduan. Kemudian, tanggal 8 April memanggil dan melakukan BAP terhadap pelapor, yaitu ibu dari korban.

BERBINCANG
Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono berbincang dengan orangtua AU di salah satu rumah sakit swasta Pontianak, Rabu (10/4). Abdul Halikurrahman/Rakyat Kalbar

Selanjutnya tanggal 8 April, juga membuat permintaan visum rekam medik, karena kejadian sudah terjadi pada seminggu lalu, pada tanggal 29 Maret ke Rumah Sakit Mitra Medika, tempat korban cek up. Kemudian, tanggal 9 April 2019 dilakukan interogasi tambahan terhadap Rumah Sakit Promedika.

Agar tak bias, Kapolresta juga menjelaskan, kronologis kejadian perkara ini. Menurutnya, permasalah berawal antara korban dan pelaku sindir-menyindir tentang mantan pacar pelaku, karena salah satu mantan pacar pelaku adalah pacar dari sepupu korban, dan juga salah satu orangtua pelaku pernah meminjam uang kepada korban sejumlah Rp500 ribu, tapi sudah dikembalikan. Namun, korban masih suka mengungkit – ungkit, sehingga pelaku merasa tersinggung. Kemudian, salah satu pelaku mengirim SMS kepada korban untuk janjian ketemu di belakang Paviliun Informa.

Kemudian, kejadian pada 29 Maret 2019 pukul 14.30, tepatnya hari Jumat di belakang Paviliun Informa Jalan Sulawesi, Kelurahan Akcaya, Kecamatan Pontianak Selatan. Awalnya, korban dijemput saksi, yakni DA dan PP dengan alasan menyelesaikan masalah antara korban dan pelaku. Kemudian, korban berboncengan tiga ke lokasi tersebut menuju Jalan Sulawesi di belakang Paviliun Informal. “Ternyata di lokasi tersebut sudah ada TR, EC ,dan LL dan beberapa rekan lainnya, yang korban tidak mengetahui jumlahnya, keseluruhannya sekitar 10 orang yang sedang menunggu,” sebut Anwar.

Selanjutnya, TR lalu menanyakan kepada korban, dengan kalimat “Kau ada ngomong apa”. Tiba-tiba dari arah belakang EC menyiram kepala korban, lalu korban membalas dengan menjambak rambut EC. “Kemudian EC menendang belakang korban sampai terjatuh. Sempat akan berdiri, namun dibalas lagi dengan memukul membalas kepada EC. Kemudian EC kembali memukul ke arah wajah dan kepala korban, sehingga mengakibatkan korban terjatuh lagi,” urainya.

Tambah Anwar, “Selanjutnya EC menginjak perut serta membenturkan kepala korban ke aspal, sambil menjambak pada posisi korban dibawah dan berhasil berdiri,” bebernya.
Ketika itu, korban melarikan diri bersama PP menuju jalan dekat Taman Akcaya yang jaraknya kurang lebih 300 meter dari lokasi kejadian, di pinggir jalan yakni di jalan umum.
Ketika itu TR, LL, dan EC mengejar korban dan mencegat. Kemudian, korban turun dari sepeda motor. Selanjutnya, TR memperlihatkan chat miliknya sambil memiting leher korban. Kemudian memukul kepala korban berkali-kali, sampai korban terduduk. Kemudian LL datang dan langsung menendang wajah, serta menampar menggunakan sandal ke arah wajah.

Selanjutnya, EC pada saat posisi korban jatuh telentang menekan kelamin korban, sehingga korban merasa nyeri di bagian kelamin. Pada saat ada warga lewat, para pelaku langsung pergi. “Akibat yang dialami, korban mengalami sakit di bagian kepala dan badan,” ucapnya.

Atas kejadian tersebut, masalah ini diceritakan kepada kakak iparnya. Kemudian, diceritakan ke ibu korban. Selanjutnya dari 10 saksi tersebut, yang sudah dilakukan interogasi ada lima orang saksi.

Kapolresta mengatakan, keterangan ini sementara dari korban, karena pemeriksaan masih terus berjalan. Dan menurutnya, hasil visum juga sudah menjawab. Tinggal mensinkronkan antara keterangan korban dan pelaku. “Sehingga kesesuaian ini untuk kronologis yang sebenarnya,” kata dia.

Untuk kondisi korban, dari kunjungan yang dilakukan Anwar, bahwa sudah mulai membaik, hanya saja masih trauma. “Hingga saat ini korban masih tidak berani bertemu dengan pelaku. Itu traumatik yang dialami korban. Itu keterangan dari korban yang saat saya tadi ke rumah sakit,” aku dia.

Untuk penanganan terhadap pelaku, karena diketahui semuanya adalah anak-anak, jadi pasal yang diterapkan adalah pasal 81 UU Perlindungan Anak ayat 1, yakni penganiayaan ringan. Dimana ancaman hukumannya 3 tahun 6 bulan atau dibawah tujuh tahun, sehingga tentunya tidak bisa dilakukan penahanan atau tepatnya dilakukan diversi. Sehingga dilakukan koordinasi dengan KPPAD.

Dia juga menyampaikan, bahwa penanganan saat ini sudah lima yang di-BAP yakni korban, ibu korban dan tiga pelaku. BAP awal dan akan dilaksanakan BAP tambahan. Setelah kemarin dilakukan BAP awal terhadap korban tanggal 6 April, kemudian korban masuk rumah sakit. “Hingga saat ini kita masih menunggu korban untuk BAP tambahan,” ucapnya.

Beredarnya isu bahwa adalah salah satu pelaku merupakan anak pejabat. Atau ada keterlibatan orang penting dalam kasus ini. Anwar menegaskan itu dilakukan secara yuridis formal. “Diluar itu sama sekali tidak ada keterlibatan siapa – siapa. Tidak ada sama sekali. Karena sudah disampaikan tadi motifnya, karena ada masalah uang dan mantan pacar.

Tidak ada hubungan dengan yang lain-lain,” pungkasnya di di Hotel Kapuas Palace.
Sementara itu, Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono, Rabu (10/4) turun langsung menjenguk kondisi AU. Namun, sayangnya awak media tak diperkenankan untuk ikut masuk melakukan peliputan. Karena pertimbangan korban adalah anak dibawah umur.

Menurut Didi, kondisi fisik AU saat ini mulai berangsur pulih. Namun, psikisnya belum stabil seratus persen. Korban masih mengalami traumatik. “Untuk itulah, kewajiban kita adalah memberikan motivasi dan kembali mendorong semangat korban,” kata Didi diwawancarai wartawan usai menjenguk AU.

Didi memastikan, proses hukum perkara tersebut akan ditangani pihaknya secara profesional. Karena pelaku yang terlibat dalam aksi pengeroyokan itu masih dibawah umur, maka kata dia, penangannya tentu memperhatikan undang-undang perlindungan anak. “Ada namanya restoratif dan diversi. Tapi, tetap kita lakukan penegakan hukum. Untuk memberikan efek jera. Ini merupakan perbuatan tindak pidana dengan pelakunya anak-anak,” katanya.

Didi mengatakan, saat ini penanganan kasus penganiayaan tersebut tengah diproses oleh Satreskrim Polresta Pontianak. Sementara ada tiga orang yang sedang dijadwalkan akan dilakukan pemeriksaan.

Tiga orang tersebut diduga kuat terlibat dalam aksi penganiayaan terhadap AU. “Hari ini, akan kita lakukan pemeriksaan,” imbuhnya.
Didi menambahkan, informasi yang beredar di media sosial, terkait dengan adanya pelakukan kekerasan di organ intim korban, yang dilakukan oleh para pelaku, hal itu tidak lah benar.

Pernyataan tersebut pun diperkuat oleh keterangan dari Kepala Bidang Dokter Kesehatan (Dokes) Polda Kalbar, Kombes Pol dr Sucipto. “Untuk berita yang beredar dimedia sosial, bahwa AU itu area sesintifnya mendapat penganiayaan, hasil pemeriksaan dokter, itu tidak benar. Hasil pemeriksaan dokter, organ intim korban masih utuh. Tidak ada robekan. Tidak ada trauma fisik di area sensitif itu,” pungkasnya.

Kuasa hukum korban, Veti Rahmawardani meminta aparat penegak hukum menindak tegas seluruh pelaku, yang telah menganiaya AU. “Kita akan tuntut keadilan untuk AU,” pungkasnya.

Pendampingan KPPAD
Komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Alik Rosyad menuturkan, KPPAD sebagaimana amanat UU, dan SK Gubernur dan Perda sesuai dengan tupokasinya akan melakukan pendampingan terhadap korban dan pelaku, termasuk saksi kalau ada. “Karena baik korban dan pelaku adalah anak, sehingga mereka mendapatkan hak yang sama untuk mendapatkan pendampingan,” katanya.

Khusus pada korban sendiri, KPPAD telah memberikan pendampingan bantuan konseling atau trauma healing pada korban guna pemulihan trauma. “Sudah kita lakukan hari pertama korban membuat laporan, hari Jumat lalu di kantor kami,” katanya.

Setelah ini, apabila ada terduga pelaku yang juga mengalami depresi dan tekanan jiwa atau mental, pihaknya pun akan memberikan pendampingan yang sama.
KPPAD pun telah menjenguk korban AU di rumah sakit. Terhadap proses hukum terduga pelaku, pihaknya pun menyerahkan kasus ini kepada pihak kepolisian. “Kami hanya memastikan bahwa prosesnya benar, dan tidak menyelahi ketentuan,” ungkapnya.

Alik mengungkapkan, pihak Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK) pun telah menghubungi KPPAD Kalbar. Namun, pihaknya akan melakukan komunikasi kembali apakah, LPSK diperlukan untuk korban dan terduga pelaku. “Karena mendengar apa yang di sampaikan terduga pelaku tadi mereka juga mendapatkan teror dan ancaman dari orang yang tidak dikenal, nanti kami akan kordonasikan dengan LPSK,” paparnya lagi.

Dia berharap terduga pelaku dan korban tetap bisa mendapatkan haknya, yakni mengenyam pendidikan, dan itu juga sudah kita komunikasi kan kepada sekolah-sekolah dari siswa ini, sehingga tidak mengganggu proses belajar mereka. “Tetapi ada juga beberapa siswa terduga pelaku yang sudah libur, sehingga tidak berpengaruh lagi terhadap proses belajar mengajar,” terangnya.

Dirinya berujar apa yang terjadi hari ini bukan hal yang pertama kali, baik di Kota Pontianak dan Kalimantan Barat. “Ini bukan yang pertama. Namun Ini menjadi luar biasa karena pengaruh sosmed, yang hari ini tidak biasa dibendung,” paparnya.

Kejadian-kejadian seperti ini sebenarnya ada, dan cukup memerihatinkan, untuk itu yang diperlukan saat ini adalah, literasi penggunaan media sosial, karena kita mendengar tadi apa yang disampaikan terduga pelaku semua berawal dari percakapan-percakapan di sosial media. “Sehingga anak-anak perlu diajarkan untuk bijak bersosmed,” ujarnya.

Dia pun meminta teman-teman netizhen bijak memanfaatkan media sosial. “Seperti yang tadi disampaikan. Ternyata apa yang telah di-blow up, dan diviralkan ternyata tak tau apa-apa. Ini kan kasihan, sama saja kita membunuh karakter adik-adik,” pungkasnya.

Laporan: Andi Ridwansyah, Abdul Halikurrahman, Maulidi Murni
Editor: Yuni Kurniyanto