Hingga Juni 2017, jumlah pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia mencapai 255.527 orang. 72,4 persen penularan HIV disebabkan karena aktivitas seksual. Pada 2017, Jakarta memiliki rangking pertama urutan tertinggi dibandingkan dengan provinsi di Indonesia yang terkena HIV. Seorang ibu rumah tangga divonis mengidap HIV, ditularkan dari almarhum suami yang merupakan pecandu narkoba.
AZUBA, Jakarta
eQuator.co.id – TUBUHNYA terlihat gemuk dan tidak layu. Dengan tinggi kurang lebih 150 sentimeter, perempuan ini memiliki berat badan kurang lebih 60 kilogram. Tidak seperti orang sakit. Dia bercerita penuh semangat dan menginspirasi, seolah-olah tidak ada kisah duka dialaminya.
“Ini tahun kedelapan (positif HIV), saya tidak percaya saya masih hidup. Hidup dengan HIV itu tidak pernah mudah, jika saya ceritakan ini 8 tahun lalu, maka saya akan menangis sambil merangkak,” kata perempuan 31 tahun itu sambil tersenyum.
Ibu satu anak yang biasa disapa Ayu itu divonis positif HIV ketika usia pernikahan sudah 3 tahun bersama almarhum suaminya. Suaminya yang dulunya pecandu narkoba, terlebih dulu divonis positif oleh dokter.
Kenyataan pahit menambah kehidupannya. Ia harus rela ditinggal pergi suaminya menghadap Yang Maha Kuasa pada 2009. Beruntung, dukungan dari keluarga besarnya membuat dia tegar meski melewati proses panjang.
Proses menerima penyakit HIV di dalam hidup Ayu tidaklah mudah. Ayu bukanlah pengguna narkoba. Hanya saja ia adalah istri yang terjangkit penularan via kegiatan seksual dengan suaminya. Menghadapi kenyataan status positif HIV diceritakan Ayu sangatlah berat. Tapi dia terus belajar memaafkan diri sendiri, agar bisa berjuang hidup dengan lebih ikhlas.
“Tanpa HIV pun manusia pasti berjuang agar tetap hidup. Jadi saya tetap berjuang karena sudah banyak yang saya hadapi,” tuturnya.
Perjuangan Ayu agar bisa hidup sehat, salah satunya dengan melakukan terapi Antiretroviral (ARV). Ia meyakini, karena semakin cepat minum obat, maka membaiknya sistem kekebalan tubuh akan lebih cepat. Apalagi, kondisinya masih dalam tahap fit sebelum masuk masa AIDS.
“Saya punya super sistem kekebalan tubuh yang baik, punya keluarga yang baik dan terapi ARV yang baik, serta minum obat rutin. Ini sangat penting,” katanya.
Menurut Ayu, ciri-ciri HIV yang dirasakannya pada awal masanya adalah mengalami penurunan berat badan secara drastis. Saat itu berat badannya turun menjadi 35 kilogram, ada jamur di lidah dan sering mengalami diare.
“Sebenarnya ciri-cirinya hampir sama dengan orang yang sakit biasa, karena semua orang bisa sariawan, jadi satu-satunya cara positif atau negatif, ya cepat-cepat memeriksakan diri,” ucapnya.
Beruntungnya, Ayu bisa menikah lagi pada 2014. Ayu berkeinginan menikah dengan orang yang sehat. Akhirnya dipertemukan Tuhan dengan orang yang negatif HIV, yang saat itu dipertemukan dalam pekerjaan yang sama. Ayu Memutuskan untuk menikah lagi, karena marasa harus memiliki teman hidup.
Saat suami Ayu hendak meminangnya, Ayu tidak mau menerima begitu saja, karena dia sadar akan keberadaannya. Karena kondisi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) banyak hal yang tidak terduga, karena tiap bulan harus ke rumah sakit mengambil obat, pemeriksaan rutin, dan biaya tidak terduga apabila sistem kekebalan tubuh menurun drastis, namun suaminya dengan senang hati menerima Ayu apa adanya.
“Beruntungnya saya, dia (suami Ayu) paham tentang HIV. Jadi dia kenal saya sudah sebagai perempuan yang positif HIV,” ucapnya.
Tantangan lainnya kerap dirasakannya. Masih ada stigma dan didiskriminasi tidak menyenangkan terhadap ODHA.
Menurut dia, itu dikarenakan ada masyarakat yang tidak paham. Akhirnya dia memutuskan agar HIV punya wajah, supaya tidak menstigma ODHA. Sejak itu dia mulai terbuka tentang ODHA, meski membutuhkan waktu beberapa lama untuk itu. Dia mulai mencari kelompok dukungan ODHA di Jakarta, selain keluarga yang memberikannya semangat untuk menjalani hidup.
Akhirnya dia mulai aktif di Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) pada 2011. Meski sekarang sudah pindah dari Jakarta, dia tetap berkontribusi membuka wawasan masyarakat tentang ODHA, melalui blognya. Di blog pribadinya itu, masyarakat boleh menanyakan apapun dan meminta saran kepada dirinya tentang HIV AIDS. (Kalteng Pos/JPG)