Temenggung Batang Mentebah Ditahan

Dituding Memimpin Pencurian Sarang Walet di Bukit Lipis

ilustrasi. net

eQuator – Putussibau-RK. SYD, Temenggung Batang Mentebah diamankan pihak Mapolres Kapuas Hulu lantaran dianggap sebagai pemimpin pencurian sarang burung wallet di Bukit Lipis Kecamatan Bunut Hulu. Temenggung ditangkap bersama dua rekannya di Desa Mentebah Kecamatan, Minggu (8/11) lalu di Desa Mentebah.

Penangkapan Temenggung ini menambah daftar jumlah tersangka dalam perkara sengketa Bukit Lipis menjadi 10 orang. Sementara barang bukti yang diamankan sekitar 340 kilo gram sarang burung walet dan dua senjata api (senpi) rakitan jenis pistol beserta empat pelor.

“Untuk tersangka dari tahap pertama dan kedua jumlahnya sembilan orang ditambah Nt, kasus pengrusakan itu termasuk juga karena dia juga ada kaitan dengan kasus ini. Sementara untuk yang di DPO satu orang berinisial JJ, karena sudah jelas peran dia apa,” kata Kapolres Kapuas Hulu AKBP Sudarmin SIK melalui Kasat Reskrim, AKP Siswadi, Senin (16/11) di Mapolres Kapuas Hulu.

Diceritakannya, untuk kronologis permasalahan  yang terjadi di bukit lipis bermula dari dua pemegang saham sarang Walet di Bukit Lipis. Pertama pada bulan Agustus dari pemegang saham 12 membuat laporan dengan dasar keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1609 Tahun 2012 yang memutuskan bahwa sarangwWalet yang ada di Bukit Lipis dimenangkan oleh kelompok atas nama Nursiyah dan kawan-kawannya. “Awalnya mereka berjumlah 12 orang pemilik saham tersebut kemudian pecah sehingga mereka berbagi. Karena pecahnya mereka ini akhirnya gua Bukit Lipis itu dikuasai oleh Temanggung Batang Mentebah,” jelasnya.

Dalam proses pengelolaannya, kata Kasat, Temenggung tersebut mengelola mengatasnamakan masyarakat. Namun kenyataan di lapangan sarang walet tersebut dikelola oleh kelompoknya. Sementara yang memiliki kewengan mengelola sarang walet di Bukit Lipis tersebut sesuai keputusan MA adalah pemilik saham 12. “Dari pihak Temanggung ini tidak mau bekerjasama akhirnya mereka tetap memanen terus sarang walet tersebut, akhirnya dari pihak saham melaporkan kejadian ini pertama pada 23 Agustus 2015,” terangnya.

Setelah mendapat laporan pihak kepolisian langsung menangani kasus tersebut dan berhasil menggagalkan penjualan hasil sarang walet yang akan dibawa ke pontianak. “Penangkapan di Simpang Silat, sekitar 120 kilogram sarang walet yang dibawa oleh saudara An bersama temannya yang berjumlah lima orang. Selain dikenakan tindak pidana pencurian yang bersangkutan juga dikenakan Undang-Undang Darurat karena diketemukan senjata tajam (Sajam) didalam mobil pada saat penangkapan. Berawal dari pengembangan kasus tersebut akhirnya diketahuilah siapa pemeran yang menyuruh melakukan pencurian tersebut yakni Temanggung Batang Mentebah tersebut,” pungkas Kasat.

Selanjutnya pada bulan September 2015 selama 40 sampai 60 hari mereka kembali melakukan pemanenan. Sehingga pada tanggal 4 november 2015 pihak saham melaporkan kembali atas pencurian tersebut dengan jumlah karyawannya mencapai puluhan orang. Pada tanggal 8 November 2015, Temenggung itu bersama Ah yang berperan mendanai logistik dilakukan penangkapan. Pada saat itu juga petugas pergi ke Desa Nanga Dua untuk mencari JJ, salah satu kelompok mereka yang berperan mengkoordinir di lapangan. Dirumah JJ dilakukan penggerbekan dan ditemukan dua pucuk senjata api rakitan tanpa dilengkapi izin kepemilikan beserta empat pelor dan satu karung sarang burung walet seberat sekitar 20 kilogram.”Menurut keterangan tersangka lain memang JJ inilah yang mengkoordinir di lapangan. Dia asli orang Melawi dan istrinya orang Desa Nanga Dua,” ucap Kasat.

Ditaksir total kerugian akibat kasus pencurian ini mencapai Rp1,6 milyar dengan rincian dua kali pemanenan sekitar 800 kilogram dikalikan dengan harga perkilogramnya Rp2 juta. “Tadi malam sekitar Pukul 21.30 kami bergabung dengan Polsek Bunut Hulu mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa sarang hasil kejahatan ini akan dibawa turun dari hulu dengan mobil. Sehingga dilakukan pencegahan di Simpang Nanga Suruk,” jelasnya.

Saat pencegatan tersebutpolisi berhasil mengamankan sebanyak 9 karung sarang burung walet dengan berat sekitar 180 kilogram dengan taksiran satu karung beratnya 20 kilogram. Pada saat dilakukan penangkapan mobil tersebut dibawa oleh oknum TNI yang melakukan pengawalan. Dari pencegatan tersebut juga ada satu orang warga sipili lainnya atas, warga Siantan yang ikut dalam mobil tersebut.

“Tadi malam Kapolres juga melakukan koordinasi dengan Dandim dan Danpom TNI AD, yang kita proses disini saudara Mr, warga Desa Nanga Dua yang membawa sarang walet dari hulu ke Pontianak. Untuk warga Siantan, secara prosedur nanti akan kita buat pemanggilan,” terangnya.

Sementara itu, Temenggung Batang Mentebah SYD membantah jika ia bersama bersama masyarakat dituduh mencuri sarang burung walet tersebut. Mengingat masyarakat adat memiliki dasar kepemilikan terhadap Bukit Lipis tersebut. “Yang pertama itu wilayah kami, kedua hak adat kami, pertanyaan sekarang pemerintah mengakui tidak hak adat kami. Kami tidak mau dituduh mencuri kami punya dasar surat kepemilikan yang dikeluarkan oleh pejabat asisten Bunut Hulu pada tahun 1962,” katanya.

Ia mengaku heran dengan penangan hukum yang ada. Pasalnya menurut dia, Nursiah yang membiayai masyarakat untuk mempertahankan gua bukit lipis tersebut agar tidak jatuh ke orang lain. Namun kenyataannya Nursiah yang melapor mereka. “Saya punya bukti kalau Nursiah yang membiayai kami. Sekarang hutang masyarakat sama dia masih Rp300 juta belum dibayar,” tuturnya.

Ia mengatakan mau dikatakan mencuri jika hak adat mereka sudah tidak diakui lagi oleh pemerintah. Saat ini posisi masyarakat takut, karena ada ancaman.

Diceritakannya, masyarakat mengambil alih gua bukit lipis tersebut semenjak Juni 2014. Pada waktu itu bukit tersebut masih dikuasai oleh Husin AM  Kalis yang dikoordinator oleh Aluysius Rewa. Setelah Aluysius Rewa mundur pada Januari, dirinya turun ke Jakarta untuk mengambil keputusan yang menjadi pegangan kelompok saham 12 sekarang. “Tujuan kita mau mengadakan perdamaian dengan kelompok saham 12, namun harus ada keadilan berdasarkan hak adat dan wilayah kami,”jelasnya

Pada saat tahun 1990 sejak gua bukit lipis ini dikelola telah timbul pergejolakan dengan masyarakat dengan kelompok saham 12. Kemudian pada tahun 1991 terjadi kesepakatan dengan kecamatan Bunut Hulu pada tanggal 12 Oktober bahwa gua Bukit Lipis dikembalikan kepada desa dan adat setempat untuk diatur sebagai tindak lanjut dari rapat tersebut Temenggung sebelumnya. Lalu  pada tahun 1997 masyarakat kembali bergejolak dengan saham 12 kemudian dapat 3 saham masyarakat. Setelah situasi aman ditarik lagi oleh saham 12. Pada tahun 2000 dapatlah masyarakat memanen satu kali setahun. Setelah situasi kembali aman lagi saham tersebut ditarik. Kemudian pada tahun 2003 terjadi kesepakatan dapat dua tahun sekali pemanenan untuk masyarakat. “Sempat beberapa kali panen terjadi gugatan oleh Husien AM Kalis yang dikoordinator oleh Aluysius Rewa pada saat itu lah pergejolakannya tidak selesai.,” demikian Temenggung SYD.

 

Laporan: Arman Hairiadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.