eQuator – SAMBAS. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Sambas terus meningkat. Diperlukan peran serta semua pihak menghadapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pencabulan, perdagangan orang maupun masalah hukum yang dihadapi anak.
“Penanganan persoalan perempuan dan anak tak bisa dilihat dari satu sisi, seperti turun naiknya angka kasus melainkan proses yang menekankan pada respon cepat dan penanganan yang tepat,” terang Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kabupaten Sambas, Hj Wahidah SE MSi kepada wartawan, belum lama ini.
Penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, jelas Wahidah, tidak hanya bagaimana melakukan upaya pencegahan, penyuluhan dan penanganan kasus secara cepat dan tepat. “Perlu tanggungjawab bersama untuk mengatasi permasalahan ini,” jelasnya.
Menurutnya, upaya terus-menerus dilakukan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan perempuan dan anak, seperti pembentukan Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan Gugus Tugas Trafficking. Tidak hanya itu, Pemkab Sambas juga menetapkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perdagangan Orang.
Agar semua langkah ini lebih maksimal, kata Wahidah, BPPKB membuat call center pengaduan korban kekerasan perempuan dan anak di nomor 08115677775, email p2tp2asambas@gmail.com, dan Facebook Pptppa Kabupaten Sambas. “Termasuk pembuatan Tim Perlindungan TKI bermasalah di luar negeri, serta memberikan pelayanan visum gratis bagi korban kekerasan. Tidak kalah pentingnya, pemberdayaan korban kekerasan perempuan dan anak melalui pelatihan keterampilan sesuai kebutuhan perempuan dan anak,” ungkapnya.
Wahidah mengungkapkan, pada semester pertama 2015 terjadi 16 kasus perdagangan orang (trafficking), KDRT 21 kasus, cabul 33 kasus, dan masalah hukum anak-anak 27 kasus. “Khusus cabul berdasarkan data menunjukkan trend penurunan. Tahun 2012 sebanyak 69 kasus, tahun 2013 ada 50 kasus, 2014 tercatat 49 kasus, dan 33 kasus pada semester pertama 2015,” bebernya. (edo)