-ads-
Home Rakyat Kalbar Kubu Raya Tanam 20 ribu Bibit Pohon

Tanam 20 ribu Bibit Pohon

Hari Bumi Internasional di Hutan Desa Bentang Pesisir

TANAM POHON. Dirjen PSKL Bambang Supriyanto (baju kotak-kotak) bergembira bersama masyarakat menanam pohon untuk rehabilitasi hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar, Baru Ampar, Kubu Raya, Minggu (22/4). Maulidi Murni-RK
TANAM POHON. Dirjen PSKL Bambang Supriyanto (baju kotak-kotak) bergembira bersama masyarakat menanam pohon untuk rehabilitasi hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar, Baru Ampar, Kubu Raya, Minggu (22/4). Maulidi Murni-RK

eQuator.co.idKUBU RAYA -RK. Memperingati Hari Bumi Internasional, Sahabat Masyarakat Pantai (SAMPAN) merehabilitasi hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar Kecamatan Baru Ampar Kabupaten Kubu Raya, Minggu (22/4). Kegiatan yang dilakukan bersama Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (DITJEN PSKL) beserta rombongan itu menanam 20 ribu berbagai jenis bibit tanaman. Di antaranya bibit kopi liberika untuk mengangkat cita rasa kopi khas tanah gambut.

Hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar merupakan Hutan Desa terluas di Indonesia. Pengelolaannya berbasis lansekap atau kesatuan ekosistem. Lansekap Bentang Pesisir Padang Tikar merupakan hamparan Bentang Alam yang berada di Pesisir Barat Pulau Kalimantan. Di dalamnya terdapat pula beberapa tipe ekosistem khas daerah pesisir. Disatu sisi kondisi demikian tentunya sangat potensial untuk dikembangkan, namun disisi lain juga memiliki konsekuensi tersendiri serta tingkat tantangan yang cukup tinggi.

SAMPAN Kalimantan sejak tahun 2013 yang lalu melalui dukungan dari berbagai pihak menginisiasi pembangunan Hutan Desa di 10 Desa Bentang Pesisir Padang Tikar. “Sebagai inisiator sekaligus Lembaga Pendamping kami menyadari sepenuhnya bahwa selain terdapat peluang untuk pengembangan potensi-potensi lokal yang ada, konsekuensi dan tantangan didalam pengelolaannya juga cukup tinggi,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan SAMPAN Kalimantan Dede Purwansyah, Minggu (22/4).

-ads-

Terlepas dari persoalan kondisi geografisnya, SAMPAN Kalimantan menyadari sepenuhnya bahwa salah satu tantangan di dalam pembangunan Hutan Desa di Indonesia saat ini ialah pasca keluarnya Izin Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD). Utamanya, ialah berkenaan dengan aspek kemandirian masyarakat didalam pengelolaannya. Sehingga untuk itu, sedari awal arah fasilitasi dilakukan secara spesifik dengan berdasar pada tahapan-tahapan yang harus dilalui didalam proses pembangunannya.

“Oleh karenanya, dukungan dari para pihak selaku mitra kerja SAMPAN Kalimantan dalam proses pembangunan Hutan Desa tersebut kemudian difokuskan sesuai dengan spesialisasi dari masing-masing mitra,” ujarnya.

Tujuan utamanya adalah pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan menjaga serta upaya restorasi gambut di areal Hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar. Secara spesifik menyasar adanya peningkatan pemahaman serta kapasitas para pihak baik di level masyarakat maupun pengambil kebijakan terkait penyebab dan bahaya kebakaran hutan dan lahan sekaligus upaya penanggulangannya. Harapannya, kemudian akan muncul inisiatif lokal terhadap restorasi gambut dan penanganan kebakaran hutan dan lahan itu sendiri.

“Dan pada akhirnya dari upaya ini diharapkan akan dapat menciptakan alternatif pendapatan masyarakat dari hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan dari ekosistem gambut di Bentang Pesisir Padang Tikar,” lanjutnya.

Dengan tidak terlepas dari dinamika serta tantangan yang dihadapi, sejak tahun 2016 yang lalu SAMPAN Kalimantan telah berjibaku untuk menyusun skema dan gagasan pengelolaan Hutan Desa yang berkelanjutan. Tidak hanya dalam aspek bisnis/produksi semata, akan tetapi juga bagaimana memastikan hutan yang masih baik tetap terjaga serta secara aktif berupaya untuk melakukan rehabilitasi dan restorasi.

Khusus dalam aspek produksi, SAMPAN Kalimantan telah berhasil mendorong diversifikasi mata pencaharian masyarakat melalui budidaya Lebah Trigona sp, Lebah Apis Melifera, Lebah Apis Dorsata dan Lebah Apis cerana, meningkatkan value added produk masyarakat seperti produk turunan kelapa (arang, briket, VCO/CCO, dan cocopeat), meningkatkan produksi perikanan mangrove tradisional dengan budidaya Silvofishery Kepiting Bakau dan Udang, dan lain sebagainya. Keseluruhan komoditi tersebut telah berjalan dan berdampak nyata terhadap pendapatan masyarakat, meskipun mayoritas masih sebatas demplot.

Oleh karenanya, pada tahun 2016 SAMPAN Kalimantan menggalang dukungan dari IDH The Sustainable Trade Initiative. Dilanjutkan kemudian melalui dukungan dari ICCTF (Indonesia

Climate Change Trust Fund) dan Kementerian PPN/BAPPENAS pada tahun 2017. Dukungan ini ditujukan untuk mendorong dan mengupayakan agar tercapainya keseimbangan proteksi dan produksi di Hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar dengan pelibatan seluruh kompenen baik Masyarakat, Swasta dan Pemerintah.

Keramba kepiting bakau berada di Desa Tanjung Harapan. Untuk luas kerambanya sendiri dicanangkan sekitar 500 hektar dengan konsep ekowisata dan ramah lingkungan. Saat ini baru ada dua untuk benih dan itu belum bisa mengkover 40 keramba yang tersebar di 10 Desa Bentang Pesisir Padang Tikar dan Bentang Dabong Tanjung Bunga.

Untuk di Desa Tanjung Harapan ada empat kelompok yang terdiri sekitar 100 orang. Total semuanya kurang lebih sebanyak 150 orang. Keramba Kepiting Bakau sudah pernah panen walau belum sempat satu tahun yaitu dua kali panen. Panen waktu itu karena uji coba yaitu hanya memasukkan tiga puluh kilo kepiting. Tempat belajar di Bali tiga bulan perkembangannya, sedangkan di lokasi Desa Tanjung Harapan sekitar dua minggu sudah ada peningkatan. Progres lebih cepat di sini.
“Bagaimana ini bisa jadi bisnis yang meningkatkan ekonomi warga sekitar, lewat hutan desa. Sehingga semua elemen masyarakat dapat merasakan,” ujarnya.

Sedangkan untuk madu kelulut, Dede sebutkan cukup bagus karena sudah tersebar hampir 10 ribu kotak. Itu yang akan ia coba, walau belum secara masal tapi bagaimana bisa ditularkan kepada masyarakat, di pekarangan rumah atau hutan desa. Untuk per kilogram saja satu orang petani mendapatkan Rp130 ribu. Itu keuntungan langsung, kedua proses bagi hasil, ketiga ilmu.

“Per bulan ada yang sudah setor 25 kg, tergantung masing-masing, lima sampai 25 kilo. Kalau diseragamkan satu kelompok bisa 20 kilo. Pemasaran lewat sampan, lewat apotek di Pontianak keuntungan kotor Rp20 juta per kelompok yang akan dikembalikan ke masyarakat desa. Kita membayangkannya, sudah harus bisnis yang bisa dikembangkan, tahun ini harus sudah ada skala bisnis yang dipatenkan,” harapnya.

Keberhasilan dan invoasi yang dilakukan SAMPAN Kalimantan telah mengundang berbagai pihak untuk melihat, belajar dan berbagi pengalaman. Bahkan trainer-trainer yang berasal dari masyarakat beberapa kali telah diundang pihak luar untuk melatih dan berbagi pengalaman tentang kesuksesan membangun bisnis model di Hutan Desa.

Catatan keberhasilan yang diperoleh juga telah dikampanyekan langsung Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dalam berbagai kesempatan. Kampanye tersebut untuk menunjukan bahwa kebijakan Perhutanan Sosial (Hutan Desa) terbukti mampu menjawab sentimen para pihak tentang kemampuan masyarakat dalam mengelola Hutan Desa dalam skala luas. Hal tersebut mendapat respon positif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam kunjungan ke Hutan Desa Bentang Pesisir Padang Tikar, Direktur Jenderal (Dirjen) PSKL, Bambang Supriyanto menuturkan bahwa dirinya melihat di lapangan mengenai kegiatan perlindungan mangrove dan gambut oleh masyarakat dan juga ekonomi untuk komoditas kepiting, madu kelulut beserta kelapa dan turunannya. Namun yang paling penting kata dia memastikan bahwa melalui hutan desa walaupun skala ekonominya kemasyarakatan tetapi harapannya punya produktivitas diversitas untuk komoditas agar punya nilai tambah dan jual. “Oleh karena itu hutan desa pendekatan tidak hanya di hulunya, tanamannya saja, tapi juga pasarnya,” terangnya.
Lanjutnya, ketika berbicara pasar pasti skala ekonomi. Ketika bicara ekonomi perlu akses modal. Ia sebutkan sumber modal ada dua seperti bantuan dari pemerintah.

Kalau dari LHK ada Bank Pesona dan ekonomi kreatif, nilainya tidak begitu besar karena sifatnya simulan. Tetapi dengan skala ekonomi untuk rakyat dengan skala pasar yang sudah pasti maka jangan takut untuk melakukan investasi. Itu bisa melalui yang namanya syariah atau bagi hasil.

“Kemarin proposalnya sudah masuk ternyata saya dengar dari 10 hutan desa itu mengajukan Rp100 miliar untuk badan layanan umum (BLU) di LHK tetapi proposalnya baru di kaji untuk empat komoditas tadi,” ujarnya.

Bantuan yang sifatnya simulan sudah ada dari desa, IDH dan SAMPAN. Tapi sifatnya sporadis dan sesekali. Karena namanya investasi harus ada hitung-hitungnya. Dari penuturannya, pihaknya sudah punya kerja sama dengan perbankan yaitu bunga tujuh persen pertahun. Salah satu contoh di Muara Enim, pemerintah setempat memberikan subsidi dimana KUR yang tujuh persen itu disubsidi oleh daerah hanya tinggal tiga persen.

Bambang mengatakan ketika produk seperti komoditas kepiting berlimpah, madu kelulut berlimpah, serta kelapa maka dengan artian pasar mau menampung semua dengan harga yang bagus. Namun persoalannya ketika melimpah harga menurun.

“Oleh karena itu sebetulnya pendamping seperti SAMPAN sangat luar biasa, dia selain mendampingi petani juga untuk pemasaran sehingga harga itu stabil lah,” kata dia.
Salah satu bibit yang ditanam dalam peringatan hari bumi internasional ini yaitu kopi. Menurutnya kopi yang ditanam juga bagus dia cocok dengan tanah gambut. Apalagi kalau di kasih branding yang bagus. Seperti di tanam di hutan desa. Kalau bisa tempat kopi terkenal yang ada di Kalbar wajib menyediakan kopi lokal.

“Kita harus buktikan dengan skala ekonomi masyarakat. Kalau diperkuat kelembagaannya, tata kelola hutannya harus di perkuat juga dengan tata kelola bisnisnya. Kita ingin buktikan skala ekonomi masyarakat hutan desa bisa menjadi bisnis yang layak,” seru Bambang.

Tidak hanya itu, di lokasi tersebut juga terdapat potensi rotan. Ia menganjurkan mungkin dengan pendampingan SAMPAN akan bisa dikembangkan.

Dari beberapa komoditi ada, Bambang mengaku yang paling berpotensi adalah kepiting. Karena hutan lindungnya banyak sekitar 76 ribu hektare. Apalagi jika Mangrove tidak diapa-apakan, karena merupakan tempat reproduksi kepiting.

Selain potensi alam, diri juga berkesempatan melihat matahari terbenam. Ia menyarankan agar wisata yang ada itu dapat itu dikembangkan. Orang tidak hanya melihat matahari tenggelam tapi dengan pengalaman susur manggrove, memanen kepiting dan kelulut.
“SAMPAN harus membuat paket wisata yang interkoneksit, Atraksi yang sifatnya alami, buatan, dan budaya. Kemudian di jual melalui internet. Apalagi masyarakat sini juga ramah. Lalu aksesnya juga bagus, di Padang tikar transportasinya rutin. Itu sudah membantu. Karena ada jadwalnya,” ajaknya.

Sementara Kepada Desa Tanjung Harapan, Juheran menjelaskan besar keramba kepiting bakau seluas 25×25 meter, kemudian memakai sekitar 600 potong paralon. Hal itu dikarenakan kepiting perlu rumah, mereka jenis kanibal bisa saling kelahi.

Dikatakan Juheran, Ph air di lokasi ternyata cocok setelah studi banding di Bali. Lalu ketika diterapkan dilokasinya ternyata lebih bagus. Untuk itu dari sisi pembibitan tidak ada kendala. Apalagi 80 persen warga desa Tanjung Harapan adalah nelayan.

“Makanya kita bentuk kelompok untuk mengantisipasi, karena nelayan laut lepas kalau ada angin kencang tidak bisa melaut, akan kita alih secara pelan-pelan, akan kita buat untuk penggemukan kepiting. Sekarang sudah ada 9 kelompok. Sekarang baru tahap permulaan, sudah ada empat keramba dengan satu keramba 600 ekor kepiting,” imbuh Juheran.
Menurut Juheran, itu merupakan peluang yang menjanjikan, namun butuh biaya besar. Dirinya berharap dengan kedatangan Dirjen, dukungan dari IDH dan ICCTF bisa jadi sorotan dan bisa membantu masyarakat.

Di sisi lain, masyarakat sudah mengajukan bantuan ke BLU. Memang target bukan hanya empat keramba. Sekarang keramba sudah ada 14, tapi memasangnya dan membeli bibit membutuhkan biaya. Dari itu mereka pun pelan-pelan menjalaninya.

Juheran mengatakan jika penggemukan kepiting yang dimulai dari berat misalnya tiga ons dengan jumlah tiga ekor. Maka satu bulan bisa mencapai satu kilogram. Jika bibit harga Rp35 ribu satu kilogram dengan jumlah 35 ekor, keuntungan yang didapat lumayan, karena satu kilogram Rp100 ribu.

“Saya mungkin tahun ini akan memfasilitasi dari dana desa untuk membuat keramba. Kita ingin dari lahan 6 ribu hektar, satu tahun ada 300-400 keramba. Karena semakin kita buat keramba yang ramah lingkungan, semakin masyarakat menjaga mangrove tetap asri. SAMPAN berani drop kepiting kita, sudah pernah dibawa ke Jakarta dan lainnya,” terang dia.

Juheran mengatakan, target yang akan datang semuanya akan dikelola BumDes, termasuk madu, ekowisata dan kelapa. Desa Tanjung Harapan punya tiga pantai. Di Dusun Karya Indah ada pantai panorama indah lestari selat seh, panjat tebing di gunung bongkok dan ada pantai indah gunung manggis. “Ke depan kita kembangkan supaya Pulau Mas Tiga jadi penangkaran penyu hijau,” tutupnya.

 

Laporan: Maulidi Murni

Editor: Arman Hairiadi

Exit mobile version